͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.Happy Reading!
.
.
.
Benar-benar tidak pernah kuduga. Baru beberapa hari lalu aku bertemu dengan Green. Ia terkejut melihatku. Ia mengoceh hal-hal aneh yang tidak bisa kumengerti. Kemarin Green baru saja memberiku alamatnya. Aku baru saja membeli sekantung buah jeruk untuknya.
Dan apa yang terjadi sekarang? Ia bunuh diri.
Aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Oh, tidak. Aku sudah hampir mendapatkan petunjuk, tapi gagal lagi. Apa yang sebenarnya terjadi pada semua orang?
Aku memainkan kuku jariku. Aku menetralkan napas, berusaha menghilangkan rasa takut. Aku menghadap ke arah Ten yang masih diam mematung.
"Ten, panggil polisi. Sebelum polisi datang, lepas pin Triegormu. Kita tidak boleh terekspos, kau tahu itu. Lepas pin mu di dalam toilet umum. Cctv tidak akan ada di dalam kamar mandi." Aku berkata serius pada Ten.
Ten langsung menatap cctv di pojok dinding. Ia merogoh sakunya, lalu menelpon polisi.
Aku mengalihkan pandangan menuju Green yang tergantung kaku di dalam. Aku melangkah mendekati bingkai pintu. Aku melepas sepatu. Kakiku masih terbalut kaus kaki putih.
Aku melihat sekeliling apartemen Green. Rapi dan bersih. Barang-barangnya tertata rapi sesuai tempat. Mayoritas berwarna putih, bukan hijau seperti namanya. Banyak buku tebal yang berbaris di rak buku sebelah kiri. Aku mendekati buku-buku itu. Itu buku anatomi manusia. Ia mantan dokter, pastilah itu buku lamanya.
Aku melihat Ten kembali dari toilet. Ia bergerak masuk ke dalam apartemen.
"Berhenti!" Aku menghentikan langkah Ten.
"A, ada apa Nona?" Ten menatapku bingung.
"Lepas sepatumu. Pastikan kau memakai kaus kaki agar sidik jarimu tidak menempel. Kalau kau memakai sepatu, alas sepatumu bisa tercetak di lantai." Aku menyuruh Ten melepas sepatunya.
"Baiklah." Ten melepas alas kakinya. Ia masuk dengan kaus kaki hitam. Di pergelangan kaus kaki ada lambang Triegor. Alamak.
"Ten, bisa kau gulung kaus kakimu sedikit? Ada Triegor di situ." Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
Ten mengangguk. Ia membungkuk dan menggulung kaus kakinya.
"Sudah?" Tanyanya.
"Good."
Aku berjalan keliling apartemen. Aku membuka-buka laci dan lemari menggunakan siku tanganku. Beberapa kali menggunakan sarung tangan motor yang kubawa di saku baju.
Aku membuka laci terakhir di kamar Green. Ketemu! Aku mengambilnya. Sarung tangan medis, aku mengambil dua pasang.
Aku berjalan keluar kamar. Mendekati Ten yang mengamati tubuh kaku Green yang masih tergantung.
"Ten, pakai ini." Aku menyodorkan sarung tangan. Ten menerimanya, lalu ia pakai.
Aku mengelilingi tubuh Green. Jemarinya mulai kaku dan dingin. Wajahnya pucat pasi, darah sudah berhenti mengalir ke tubuhnya. Urat-urat leher menonjol keluar akibat tekanan dari tali. Pupil mata hitamnya mengecil. Matanya terbelalak seolah melihat seorang pembunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Daughter
Teen FictionHidup dengan tanda tanya di setiap sudut kepala. Jawaban untuk semua tanda tanyaku terlalu jauh. Harus kupertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan setiap jawaban. Keluarga, senjata api, uang, pertumpahan darah, dan pertemanan. Kupanjat semua tebing yang...