Love?

131 44 17
                                    

͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.

Happy Reading!

.

.

.

Mama menangis tergugu di depan ruang ICU. Suaranya parau sekali, bahkan nyaris hilang. Kondisi Mama benar-benar buruk, walau tak seburuk Papa. Papa keracunan, entah bagaimana caranya ia bisa menelan racun sianida. Ia sedang di rawat inap. Untungnya Papa tidak sampai kejang-kejang. Namun sayangnya, ia harus terbaring koma di bangsal rumah sakit.

Aku mengusap wajahku frustasi. Begitu banyak kejadian tak terduga akhir-akhir ini. Oh, come on, aku bahkan baru saja keluar rumah sakit satu bulan yang lalu, sekarang malah Papa yang tidak sadarkan diri. Tadinya aku hampir memanggil polisi untuk menyelidiki kasus percobaan pembunuhan ini, namun aku lupa aku sedang bukan di zona aman. Oh shit, men. Semuanya menjadi begitu rumit.

Sudah dua hari sejak Papa di rawat, dan ia tak kunjung bangun. Mata Papa yang hitam pekat terpejam, wajah menyenangkannya saat bersamaku berubah pucat pasi. Bibir Papa hampir berwarna biru saking pucatnya. Aku berulang kali menarik napas sambil mengelus punggung Mama.

Aku betulan tak menyangka akan menjadi seperti ini. Apakah ini ulah Xiè Yuang lagi? Atau Mendezo? Atau malah... Keluargaku sendiri. Aku menggelengkan kepala, menghempaskan pikiran buruk di dalam otakku. Aku menarik napas sekali lagi.

Dari ujung lorong, Fort datang sambil membawa sekotak makanan. Kurasa itu roti, dibawakan untuk Mama. Aku menyambutnya dengan lambaian kecil, tidak mengeluarkan suara karena Mama sepertinya mengantuk. Fort yang sadar akan hal itu, dia berjalan pelan-pelan menuju ke arahku dan Mama. Fort berjongkok di depan Mama, lalu membujuknya untuk makan.

"Mama.. Makan dulu, ya? Aku sudah membawakan croissant kesukaan Mama," Fort membujuknya.

Mama tidak menjawab, hanya menggeleng.

"Kumohon, Mama. Sudah hampir 48 jam Mama tidak makan apapun. Kumohon, demi Papa... Ia tidak akan suka melihat Mama begini," Fort melenguh, ia agak putus asa membujuk Mama sejak kemarin.

Demi mendengar kata 'Papa' disebut, Mama akhirnya mengangguk, ia memilih untuk menurut.

Aku tersenyum pada Fort. Aku memegang perutku. Aku lapar.

"Fort, tolong jaga Mama. Aku ingin mencari makanan," kataku sambil berdiri.

"Pergilah, aku di sini." Fort mengangguk.

Aku melambaikan tangan singkat, lalu segera berlalu pergi dari rumah sakit.

Kepalaku pusing, aku stress. Aku harus mencari sebuah makanan dan minuman yang bisa menghilangkan rasa itu. Kopi, dan roti panggang. Keduanya selalu sangat membantu.

Aku mengambil motor hitamku di parkiran. Aku mengenakan helm ku di kepala, lalu menaiki motorku. Mesin dinyalakan, daku menarik stang gas dan motorku meluncur di jalanan kota.

Di samping kiri jalan ada berbagai macam toko dan kios makanan atau bahkan kafe, namun tujuanku bukan ke sana. Aku pergi menuju sebuah toko roti dekat taman yang sering dikunjungi ketika sedang bosan. Di sebelah kiri jalan di seberang taman ada sebuah kafe yang selalu buka setiap harinya meski hari libur.

Motorku sudah sampai di tujuan. Kafe itu sudah terlihat mulai ramai karena matahari yang awalnya berada tepat di atas kepala sudah mulai turun ke bawah. Aku memarkirkan motor, aku menguncinya lantas baru aku masuk ke dalam kafe.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang