͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.Happy Reading!
.
.
.
Aku mengenakan pakaian hitam-hitam. Baju berbahan wol menutupi seluruh tubuh bagian atasku hingga ke leher, aku memakai turtle neck. Baju wolku dilapisi oleh jas hitam. Rambut kubiarkan terurai -karena memang pendek, kubiarkan angin berhembus mengacak rambut yang tadi sudah kutata rapi.
Kepolisian Ménilmontant mengabariku tiga hari lalu. Kasus sudah ditutup sebagai kasus bunuh diri. Hasil dari tim forensik menunjukkan tidak adanya hal-hal aneh, hanya menunjukkan reaksi obat bius yang sekiranya ada pada obat milik Green.
Di pemakaman ini semuanya berkabung. Pakaian hitam-hitam memenuhi pemakaman. Payung hitam dibentangkan di atas kepala. Semuanya menunduk, merenungi pikirannya masing-masing.
Aku menghadiri acara pemakaman Green. Keluarganya menangis tersedu-sedu, tanpa seorang istri dan anak. Green tidak pernah menikah. Ia memutuskan untuk melajang seumur hidupnya.
Aku menunduk, menghayati suasana yang ada. Aku memasang raut muka sedih, kehilangan, namun jauh di dalam pikiranku, petunjukku yang gagal terus menggelung pikiranku.
Aku mendongakkan kepalaku, pegal. Bola mataku tak sengaja menangkap sesosok laki-laki jangkung yang berdiri -hampir- tepat di seberangku. Aku tidak jelas melihat wajahnya, ia mengenakan kacamata hitam. Aku menajamkan pengelihatanku. Sosok laki-laki itu mirip sekali dengan Papa. Postur tubuhnya, cara berjalannya, gerak-geriknya, dan cara dia menatap objek, sangat mirip.
Ia berbalik badan saat semuanya sudh selesai berdoa. Ia melewati kerumunan belasan orang, aku membuntutinya dari belakang. Pria itu berhenti tepat didepan seseorang. Orang yang ia temui juga seorang laki-laki. Aku berhenti, sembunyi di balik tembok rumah duka. Kedua orang itu terlihat berbincang dengan serius.
Orang yang mirip Papa itu, berbincang dengan Ten.
***
Aku melepas jas hitam, menghempaskan tubuh di atas kasur. Aku mengusap wajah tiga kali, menghela napas, frustasi.
Setelah ini apa yang harus kulakukan?
Aku bangun dari tidurku. Kamarku berantakan, tidak serapi biasanya. Aku memungut baju-baju yang kulempar ke sembarang tempat. Aku mengangkat jaket kulit yang aku kenakan saat ke rumah Green. Sebuah kertas kusam jatuh ke lantai, aku mengambilnya.
Kosong.
Aku bergegas meletakkan baju-bajuku ke dalam keranjang pakaian, lalu mengambil korek api. Kunyalakan apinya, lalu kusulut ke bawah kertas kosong itu.
Sebuah tulisan muncul di kertas kusam itu.
Ambil DNA Ayah, Ibu, serta dirimu. Semua itu akan menjawab pertanyaanmu atas pernyataanku. Aku sudah diincar, pasti akan dibunuh. Aku tahu kau pasti sadar siapa pembunuhku. Bangunlah, Niella Dé Triegor.
Aku menarik nafas perlahan-lahan. Apa pula maksudnya? Untuk apa DNA itu, heh? Dan lagi, siapa Niella Dé Triegor? Itukah anak bungsu Mama, yang keberadaannya entah dimana?
Tapi untuk pernyataan lain, benar apa kataku, ia pasti dibunuh. Orang bodoh mana yang diam saja saat tahu ia diincar dan akan dibunuh? Gila.
Aku melempar sembarang kertas itu. Aku meletakkan jaket kulitku di gantungan baju. Aku mengganti turtle neck-ku dengan kaus abu-abu tanpa lengan. Aku membuka laci lemari, lantas menyambar sarung tangan tinju unguku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Daughter
Teen FictionHidup dengan tanda tanya di setiap sudut kepala. Jawaban untuk semua tanda tanyaku terlalu jauh. Harus kupertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan setiap jawaban. Keluarga, senjata api, uang, pertumpahan darah, dan pertemanan. Kupanjat semua tebing yang...