Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kini Ina tampil sebagai gadis ramah dan murah senyum. Hal ini yang membuatnya disenangi teman-teman sekelasnya kecuali Julia serta dua orang temannya. Saat ini Lia dengan antusias mengajak Ina berkeliling sekolah. Mereka kini duduk di bawah pohon yang rindang.
"Stela, kenapa kamu mendaftar disini?" tanya Lia penasaran.
Ini terdiam sejenak kemudian mengembangkan senyumnya. "Karena ibuku."
Lia lantas kembali bertanya. "Ibumu menyuruhmu menjadi aktris?"
"Tidak. Tapi itu juga impiannya."
"Wah, pasti dia bangga padamu."
"Entahlah," balas Ina menatap ke langit.
Lia merenung. "Dia ..." lanjutnya sedikit. "Sebenarnya Aku tidak ingin bersekolah disini," ujar Lia mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa?"
"Kamu tau, menjadi aktris terlihat tidak keren," gerutu Lia.
"Lalu kamu ingin menjadi apa?" tanya Ina.
"Tentu saja Aku ingin menjadi pengacara. Keren bukan. Bermain politik diantara hitam dan putih," balas Lia bersemangat.
Ina tersenyum menanggapi.
"Jangan salah, Aku kemari karena diseret ayahku. Tapi Aku tetap akan menjadi pengacara!"
"Ya, pekerjaan itu akan lebih cocok untukmu," timpal Ina tersenyum.
Lia mengerjapkan matanya. "Stela, baru sekarang ada yang mendengarkan kata-kataku. Kamu harus jadi temanku, okey?!" Lia memegang kedua tangan Ina erat.
"Tentu, kita berteman mulai sekarang." Ina memandang Lia masih dengan senyum lembutnya.
Mereka berdua kembali berbincang-bincang dengan Lia yang lebih dominan sebab Ina tidak terlalu banyak bicara.
"Apa yang kamu tau tentang Mrs. Adela?" tanya Ina tiba-tiba.
"Hemm, yang Aku tau Mrs. Adela adalah aktris senior yang masih aktif di dunia perfilman. Beliau sangat disegani. Dan suaminya juga anggota dewan di pemerintahan."
"Beliau pasti sangat berbakat," tukas Ina
Untuk bisa mempertahankan karirnya di industri ini dengan zaman yang semakin berkembang bukanlah hal yang mudah. Namun Mrs. Adela tetap bisa melebarkan sayapnya. Inilah yang menunjukkan betapa hebat dirinya.
"Andai beliau memiliki anak. Pasti anaknya akan mendapat bakat dari ibu dan ayahnya," kata Lia pelan.
"Mereka tidak memiliki anak?"
"Benar. Katanya mereka berniat mengadopsi namun Mrs. Adela membantahnya dengan berbagai macam alasan."
Kringgggg
"Ayo kembali," ajak Lia.
"Ya," balas Ina singkat.
***
Di tempat lain, Noah kini juga mulai pembelajaran semester baru. Noah bersekolah di sekolah biasa bukan sekolah seni. Dia juga sedang berusaha mendapatkan beasiswa. Tidak seperti Ina, dirinya masih saja menjadi murid pendiam tanpa berniat mencari teman. Perbedaannya dengan yang dulu adalah untuk saat ini dia tidak dirundung atau bisa saja belum terjadi. Sebenarnya sudah ada kejadian semacam itu di kelasnya. Namun ia tidak terlalu peduli.
Brukkk
Badan seseorang terbanting di depan Noah. Dirinya baru saja masuk kelas dan langsung menyaksikan kejadian semacam itu. Laki-laki yang baru saja jatuh di depan Noah menatap balik Noah dengan tatapan pasrah. Hanya saja Noah membalas dengan dingin bahkan melewatinya. Dia berpapasan dengan pembully yang berjalan menghampiri anak tadi. Noah melihat dengan ekor matanya orang itu kembali dipukuli. Dia duduk dengan tenang seraya membaca buku. Beberapa orang sekelas Noah hanya bisa diam dengan canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sereina
FantasyBELUM REVISI (18+ banyak adegan kekerasan dan manipulatif. Diharapkan untuk tidak meniru maupun melakukan hal-hal tersebut di kehidupan nyata. Cerita ini hanya fiksi semata.) Seorang anak harus menyaksikan kematian tragis dari kedua orang tuanya. Da...