TIGA⚔

1.2K 71 0
                                    

PERINGATAN!
Cerita ini mengandung unsur kekerasan. Cerita ini juga hanya imajinasi semata. Apabila ada adegan yang kurang baik, harap jangan ditiru. Dan mohon jangan disamakan dengan kehidupan di dunia nyata. Bayangkan saja anda sedang membaca cerita Ironman.🐔

Sereina terus berjalan seraya menatap tanah. Dia tersenyum tipis entah sebab apa.

Kamu tidak membiarkanku? batinnya.

"Berapa lama?" bisiknya.

Ina terus berjalan santai. Tak terasa dirinya sudah sampai di rumah kayu milik Emma. Emma masih bekerja. Dia bekerja mengurus ladang dan ternak milik tetangga. Walau gajinya tidak seberapa, itu sudah cukup untuk biaya sehari-hari mereka.

Ina segera masuk ke kamarnya. Biasanya Ina akan duduk sambil mengamati jendela atau membuat catatan-catatan abstrak. Emma terkadang menemukan banyak kertas berserakan, namun tidak tahu apa arti yang ditulis dalam kertas itu. Beberapa juga menggunakan kode yang hanya Ina pahami. Seakan tidak membiarkan siapa pun mengetahui isinya. Jika dilihat sekilas, terlihat seperti coretan tulisan asal. Ina memang sengaja melakukannya supaya hanya dia yang memahaminya.

Ina memandang ke arah jendela. Entah sejak kapan ini menjadi kebiasaannya. Bahkan dia bisa melakukannya selama satu jam dengan memandang jendela tanpa berbuat apa-apa.

Tok Tok Tok

"Nona, anda sudah pulang?" tanya Emma sambil mengetuk pintu.

"Hemm," balas Ina singkat.

Emma perlahan membuka pintu. Lagi-lagi dia melihat Ina yang termenung di depan jendela. Ia sedikit menghembuskan nafas. "Ayo kita makan siang. Saya sudah menyiapkan sup kesukaan anda."

"Aku akan menyusul," timpal Ina.

"Baiklah, saya akan menunggu anda."

Beberapa menit setelah kepergian Emma, Ina mulai beranjak dari kursinya. Dia mengambil boneka kelinci yang ada di tas. Memang ia selalu membawa boneka itu kemana pun dia pergi. Ina melihat Emma sudah duduk di meja makan dengan tenang.

Tanpa sepatah kata, Ina segera duduk dengan patuh. Emma menyiapkan makanan untuk Ina dengan telaten. Ina tidak mengatakan apa-apa. Dia menerima semua makanan yang diberikan Emma tanpa mengeluh.

"Bagaimana sekolah anda hari ini?" tanya Emma mencari topik pembicaraan.

"Biasa saja." Jawaban itulah yang selalu diucapkan Ina kala mendengar pertanyaan Emma.

"Apa anda memiliki banyak teman?"

"Tidak."

"Anda tidak dijauhi atau dibully, kan?" tanya Emma khawatir.

"Hemm," jawab Ina tanpa kepastian.

"Nona, saya sudah pernah mengatakannya. Lupakanlah kejadian yang sudah berlalu. Hiduplah dengan baik. Anda berhak untuk bahagia."

Tenggg

Ina meletakkan sendok dengan sedikit keras. Dia menatap mata Emma dengan acuh. "Tidak ada urusannya denganmu," ujar Ina seraya pergi dari sana.

"Nona!" teriak Emma. "Setidaknya habiskan makanan anda! Nona!!" Emma menatap punggung kecil Ina nanar.

Tanpa sadar air matanya mulai turun. "Bagaimana ini tuan, nyonya ... " katanya sesegukan.

Ina membanting tubuhnya di atas kasur. Kedua tangannya mencengkeram bantal. Dia menggigit bibirnya sampai memerah.

"Aku sudah berjanji bahwa setelah kematian orang tuaku, Aku tidak akan pernah menangis lagi sebelum dia hancur," bisiknya.

Ina mengambil boneka kelinci lalu memeluknya seerat mungkin. Hatinya selalu terasa seperti ditikam berulang kali setiap mengingat kedua orang tuanya. Mata Ina mulai terpejam dibarengi perasaan sesak yang kian menggerogoti.

***

Seperti biasa Ina akan bersekolah. Dan seperti biasa semua teman sekelasnya mencuri pandang padanya tanpa mau mendekat. Ina menatap keluar jendela. Dia seakan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Kringggg

Bel istirahat berbunyi. Ina selalu berada di dalam kelas. Namun hari ini entah kenapa dia ingin berjalan-jalan dan melihat lingkungan sekolah. Sekolah ini memang tidak besar. Mungkin karena letaknya berada di kota kecil.

Bugghh

Bugghhh

Ina mendengar suara perkelahian. Dia melihat beberapa anak sedang memukul seorang anak laki-laki yang kurus. Ina melirik sekitarnya yang memang sepi. Lagipula dia juga yakin walau ada orang lain di sana, kemungkinan orang itu juga tidak berani melerai. Dengan santai Ina berjalan melewati tempat itu.

"Hey! Tunggu!" teriak seseorang yang kebetulan melihat Ina.

Ina berhenti berjalan. Dia berdiri tenang tanpa mengucapkan apa-apa.

"Beraninya berkeliaran di sini saat kami sedang berkelahi!"

Ina mengangkat sebelah alisnya.

Dia sebut itu berkelahi? Lima orang melawan satu orang ...

"Terus?" tanya Ina santai.

Orang yang baru berteriak memandang Ina emosi. Sebelum dia bisa berkata, temannya berbisik di sebelahnya.

"Jangan ganggu dia," cegahnya.

"Kenapa?"

"Dia itu orang yang dijuluki 'boneka setan' dari kelas sebelah," jelas teman yang lain.

"Apa kalian takut dengan seorang perempuan?" ejek anak laki-laki yang dari tadi masih sibuk memukul.

"Bukan itu. Katanya, kalau dekat-dekat dengannya kita bisa terkena sial."

"Dan ada yang bilang kalau tubuhnya bau kematian!"

"Ada yang bilang juga dia itu sebenarnya iblis yang menyamar menjadi manusia."

Ina benar-benar tidak tahu kalau rumor aneh mengenai dirinya sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Ina memang baru dua bulan berada di sekolah. Namun dia tidak pernah mempedulikan desas desus atau siapa yang menyebarkannya.

Anak laki-laki itu mulai ketakutan mendengar ucapan temannya dibarengi ekspresi mereka yang serius. "B-baiklah, kamu bisa pergi karena tidak ada hubungannya dengan kami!" usirnya sok berani.

Ina tak peduli. Dia kembali berjalan dengan acuh.

***

Noah membuntuti Ina dengan perasaan jengkel.

"Mau mengatakan sesuatu?" tanya Ina acuh.

"Katanya kamu ingin berteman denganku. Tapi kenapa selalu menjauhiku?!"

Ina terus berjalan seakan tidak mendengar suara Noah yang kesal. "Sudah ku bilang belum waktunya."

"Sampai kapan? Aku tidak paham dengan semua tindakanmu. Kenapa kamu tidak pernah mengucapkan kata-kata dengan jelas?!" desis Noah.

Ina berbalik. Dia menatap Noah yang memiliki tinggi lebih pendek darinya. "Ada yang bilang semakin banyak kamu bertanya, maka malapetaka akan menghampirimu," ucap Ina. "Jadi, diamlah atau kamu akan ... binasa," lanjutnya diakhiri suara yang rendah.

Bulu kuduk Noah rasanya berdiri semua. Tubuhnya bergetar dan jantungnya berdetak sangat kencang. Ina hanya memandang santai kemudian berjalan mendahului Noah yang masih diam mematung.

"K-kenapa Aku takut?" Noah memandang jari-jarinya yang masih bergetar hebat.

Jangan lupa pencet tanda bintang:) 🌟

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang