DUA TUJUH⚔

569 45 4
                                    

Usai kejadian itu Noah mendapat masa percobaan selama tiga hari karena para pembully yang ia pukuli beberapa berakhir di rumah sakit. Ketika dia kembali ke sekolah banyak pasang mata yang menatapnya dengan cara berbeda. Tentu saja kejadian tersebut membuatnya segera terkenal. Ada yang merasa sungkan saat menatapnya, ada yang menganggap kejadian itu terlalu dilebih-lebihkan, ada yang percaya-percaya saja. Namun yang pasti sekarang kehidupan sekolahnya akan jauh berbeda.

Ketika jam istirahat tiba, Noah segera keluar dari kelas. Setiap gerak-geriknya langsung disorot. Namun dia sendiri tidak mengindahkan. Noah berjalan ke sebuah tempat. Sesaat setelah memasuki tempat tersebut matanya melihat sebuah ring tinju. Beberapa orang heran melihat seorang dengan seragam sekolah datang. Satu diantaranya mendekati Noah.

"Hey bung, apa yang kamu lakukan disini?" tanyanya.

"Saya ingin belajar tinju," balas Noah lancar membuat beberapa pasang mata melihatnya dengan tatapan geli.

"Jika kamu ingin berkelahi jangan disini. Tempat ini bukan untuk main-main." kata orang itu lagi.

"Pulang saja sana. Belajar yang rajin nanti dimarahin ibumu," timpal orang berkulit hitam mengejek.

"Lebih baik kamu kembali. Jika kamu ingin belajar bela diri, kamu bisa mengikuti klub di sekolah."

"Tidak. Saya ingin belajar di sini."

"Apa kamu yakin?" tanya orang itu lagi.

"Ya," balas Noah tegas.

"Baiklah. Namaku Rick," katanya memperkenalkan diri.

"Noah," balas Noah menjabat tangan Rick.

"Hey, Rick apa kamu yakin?" tanya salah satu orang.

Rick tak menjawab dan berlalu begitu saja. Tampaknya semua orang disana tidak bisa membantahnya. Mereka hanya menatap Noah lalu kembali melakukan kegiatan mereka.

"Aku akan melihat kemampuanmu seperti apa," kata Rick.

Noah mengangguk lalu menerima sepasang sarung tinju. Dia mengikuti Rick yang naik ke atas ring. Beberapa orang turut mengawasi mereka. Noah bersiap setelah memakai sarung tinju. Rick mulai melakukan aksinya. Noah sangat kewalahan. Walaupun dia biasa melihat pertarungan Ina dan Arthur, dia belum banar-benar mempraktekannya sehingga dia tentu saja kesulitan menghadapi Rick.

Di sisi lain Rick sedikit kagum dengan Noah. Meski gerakan Noah masih acak-acakan dia tau bahwa Noah memiliki bakat. Jika dilihat sekilas Noah memang terbilang masih kurang. Namun jika diasah dia yakin Noah akan sangat hebat nantinya.

"Aku terkesan," ujar Rick mengakhiri. "Datanglah jika kamu ingin mengembangkan kemampuanmu." lanjutnya.

"Baik," balas Noah tak menghiraukan dirinya yang babak belur.

***

Ina berjalan menyusuri jalan setapak. Dia melangkahkan kakinya dengan santai. Gaun hitamnya berkibar mengikuti terpaan angin yang datang. Ina berhenti senejak kemudian kembali berjalan. Kini dia berada di sebuah makam.

"Sudah enam tahun," bisiknya.

Ina berjongkok di sebelah makam kedua orang tuanya. Tampaknya Jeremy masih memiliki muka untuk merawat makam mereka. Hal ini ditandai dengan makam kedua orang tua Ina yang bersih serta rapi.

"Aku tidak bisa memberikan bunga," ujar Ina seakan berbicara dengan seseorang. "Itu akan sedikit merepotkan." Mimik muka Ina terlihat tidak berubah sama sekali.

"Ayah, Aku tidak bisa melakukan apa yang anda inginkan. Hidup bahagia maupun hidup tenang hanya membuang-buang waktu. Dan pada akhirnya dia pun akan mencariku." Ina mengusap perlahan batu nisan ayahnya.

"Jangan kecewa dengan apa yang akan ku lakukan. Aku hanya ingin mengatakan bahwa pilihan yang Aku buat mungkin bukan sesuatu yang akan membuat anda senang."

Ina berdiri meninggalkan makam dengan ekspresi datar. Dia tak sengaja melihat seorang laki-laki tua berjalan tak jauh dari pintu masuk makam. Mungkin lelaki itu baru saja mengunjungi makam keluarganya. Baru saja dia hendak berjalan ke arah lain, ia melihat lelaki itu terjatuh dari ekor matanya. Ina tetap memalingkan wajahnya walaupun tahu bahwa lelaki tersebut tengah pingsan. Hanya ada mereka berdua di sana. Tidak ada orang lain yang dapat membantu.

Baru saja beberapa langkah Ina segera berhenti. Dia berbalik, menopang tubuh laki-laki tua itu dan membawanya ke rumah sakit. Ina terlihat tidak keberatan sama sekali. Walaupun jaraknya yang lumayan jauh dia tetap santai. Ina sengaja tidak menelepon ambulan. Sesampainya di rumah sakit dia segera dibantu perawat. Setelah lelaki itu dibawa masuk ruang rawat, Ina berjalan ke arah resepsionis. Sebelum resepsionis bertanya Ina memotongnya.

"Saya tidak mengenalnya. Saya hanya membantunya karena dia pingsan di jalan."

Ina menyerahkan kartu nama yang dia dapatkan dari pria tua tersebut. Ina melirik kartu nama yang dia pegang dengan acuh tak acuh. Resepsionis yang menerima kartu itu sangat terkejut. Dia bahkan tak sempat melihat Ina yang pergi.

"Ah, nona?" Perempuan itu bingung, namun segera menghubungi seseorang melalui telepon.

Ina menatap gedung rumah sakit. Lalu dia pergi begitu saja.

***

Beberapa saat kemudian

Lelaki tua itu tersadar. Dia melihat sekeliling dan menemukan dirinya berada di ruangan yang sangat ia kenal. Tak lama dokter datang memberikan pemahaman tentang apa yang terjadi pada dirinya dan memberikan sedikit nasihat. Lelaki itu hanya mengiyakan seakan hal tersebut adalah hal yang biasa.

"Bukankah aku sudah bilang untuk menjaga kesehatanmu?" kata dokter yang terlihat seumuran dengan kakek tua itu.

"Lagipula aku belum mati," balas kakek itu santai terlihat akrab dengan sang dokter.

"Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi padamu." Dokter mengusap pelipisnya merasa frustasi. "Ingatlah kamu bukan anak muda lagi."

"Aku juga tau itu. Pergilah, bukannya kamu orang yang sibuk," usirnya.

"Terserahlah. Aku juga muak melihat wajahmu," timpal dokter kesal.

Setelah dokter pergi, dia memanggil seseorang dari balik pintu.

"Dimana gadis itu?" tanya lelaki tua tau bahwa orang yang membawanya adalah seorang gadis yang dia temui di makam.

"Maaf tuan saya tidak dapat menemukannya karena setelah dia membawa anda, dia langsung pergi." ujarnya.

"Pergi?" tanya laki-laki itu sedikit tercengang. "Dia bahkan tidak bertanya apa-apa?" lanjutnya.

"Tidak. Dia hanya memberikan kartu nama anda kemudian pergi," jelas pengawal itu.

Lelaki itu melihat isi dompet yang tadi dia bawa tidak berkurang sedikit pun. Yang hilang hanya sebuah kartu nama miliknya. Dia semakin heran sebab kartu nama itu jelas menjelaskan identitasnya. Tetapi gadis itu tampaknya tidak menginginkan balasan setelah membantunya.

"Gadis kecil yang aneh," tukasnya.




Halo gaes😀
Jujur kalian kangen aku gak?😉
Sedih banget hiks, aku sering hiatus
Maaf ya kalo lama update. Aku juga lagi ngusahain biar cerita ini cepet tamat. Karena itu tolong dukungannya ya ...
Biar author semangat nulis terus bisa bikin karya yang lain🤧🤗
Sampe ketemu di next episode!!!

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang