Satu minggu kemudian
Ina mendapat pengumuman bahwa dia diterima di Harrlich. Ia tersenyum miring melihat namanya berada di bagian kelas S. Dia tak terlalu terkejut seakan memang hasilnya sudah pasti sejak awal.
Harrlich menyediakan asrama bagi siswa yang bukan berasal dari ibukota. Namun bila ada siswa yang rumahnya dekat mau tinggal di asrama juga tidak masalah. Ina berjalan ke arah kamarnya berada. Dia kedapatan berada di kamar lantai tiga. Ina merapikan barang-barangnya dengan telaten.
"Halo," sapa teman sekadar Ina yang baru datang.
Ina melihat sosok gadis berambut pendek menyapanya. "Hemm," balasnya singkat.
"Namaku Vera, Aku harap kita bisa akrab," katanya ramah.
Ina terdiam sejenak. Dia membalas dengan menjabat tangan Vera. "Stela, semoga kita bisa saling memahami. " Ina tersenyum.
"Namamu sangat cantik," kata Vera memuji.
"Terimakasih," balas Ina seadanya.
"Kamu masuk jurusan apa?"
"Semacam akting."
"Wah benarkah? Aku juga!" Vera tersenyum senang. "Kelas apa?"
Ina kembali diam. "Kelas S."
"Apa?!"
Vera terkejut mendengar penuturan Ina. Dia saja berada di kelas B padahal dia yakin bisa masuk kelas A. Vera merasa dia sudah melakukan apapun yang ia bisa namun hasilnya masih tidak sesuai kemauannya. Setelah mendengar teman sekamaranya berada di jurusan yang sama dia senang. Dia pikir dia akan dapat teman yang bisa saling mengerti. Tetapi setelah mendengar bahwa Ina berada di kelas yang mustahil bisa dia dapatkan membuatnya merasa enggan. Mungkin dia masih tidak terima dengan penempatannya sehingga dia merasa sedikit iri pada Ina. Padahal dia berpikir Ina adalah gadis yang kekurangan dalam finansial.
"Aku tidak pernah tahu bahwa keluarga Edward memiliki perempuan seusiaku," ujar Vera mengingat rekan bisnis ayahnya memiliki nama belakang Edward.
"Sepertinya kamu salah paham. Aku bukan dari ibukota."
"Benarkah?" balas Vera tak percaya.
"Yah, baiklah."Vera memutuskan percakapan mereka. Dia mulai menyibukkan diri dengan meletakkan barang-barangnya. Mulai dari boneka, baju, alat kosmetik, dan lain-lain. Sedangkan Ina juga tampak tidak peduli dengan hal tersebut. Dia juga tidak tersinggung ketika Vera menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
***
Ina menyusuri sebuah lorong menuju ke kelasnya. Dia berdiri sejenak di depan pintu bertuliskan huruf s dengan dengan dekorasi bintang berwarna emas. Tahun ini jurusan akting mengambil 14 murid kelas S, 18 kelas A, 18 kelas B, dan 20 kelas C. Setiap jurusan memiliki 70 kursi, hanya saja penempatan berapa jumlah siswa setiap kelas tergantung dari penilaian ujian masuk.
Ina tersenyum manis kala memasuki kelas. Rambut hitam kecoklatan yang panjang serta matanya yang berwarna senada membuatnya terlihat sangat cantik. Ina duduk di deretan bangku terakhir di dekat jendela. Dia masih tersenyum ramah membuat seisi kelas cukup terpesona dengan ke kecantikannya. Tak lama datanglah tiga orang gadis yang terlihat cukup modis. Salah satu gadis memiliki rambut bergelombang agak kemerahan. Gadis itu memiliki ekspresi agak sombong ketika melihat sekelilingnya.
Belum genap lima belas menit, bel berbunyi dengan keras menandakan kelas akan segera berlangsung. Semua murid buru-buru kembali ke bangku masing-masing. Baru saja beberapa menit sudah terdengar langkah kaki mendekat. Semua orang menatap kepada perempuan paruh baya. Ina cukup mengenalnya karena dia adalah juri yang kemarin duduk di tengah. Walau terlihat sudah berumur tak membuat kecantikan wanita itu pudar. Kharismanya tetap terpancar. Para siswa menatapnya dengan kagum.
"Karena hari ini adalah hari pertama kita memulai kelas, maka sebaiknya kita awali dengan pengenalan terlebih dahulu. Saya Adela Barnett, akan menjadi wali kelas kalian untuk satu tahun kedepan."
Beberapa murid berbisik dengan semangat. Ina diam saja tanpa memiliki ekspresi yang berlebihan.
"Hey, kamu tahu tidak kalau Mrs. Adela dikatakan sebagai ratu aktris pada masanya?" bisik perempuan di sebelah Ina.
Ina menaikkan sebelah alisnya. "Bahkan orang awam juga akan menyadarinya," balasnya.
"Itu pasti. Dulu katanya beliau memiliki saingan yang cukup sulit. Ah, aku lupa siapa namanya. Tapi karena saingannya itu pensiun dari dunia hiburan lebih cepat membuat Mrs. Adela mendapatkan gelar itu. Sayang sekali dia sudah meninggal, kalau saja masih hidup mungkin karirnya sudah semakin gemilang."
Ina mendengarkan dengan seksama dia menanggapinya seraya tersenyum tipis. Dia tahu bahwa orang yang dibicarakan oleh gadis di setelahnya adalah ibunya sendiri. Dirinya juga sering mendengar nama ibunya dulu dielu-elukan karena bakatnya. Sampai sekarang pun beberapa drama maupun film yang dibintangi ibunya masih digemari bahkan oleh generasi muda.
Karena mendengar celotehan teman sekelasnya, Ina serta gadis itu tak terlalu menangkap apa yang disampaikan Mrs. Adela. Namun Ina menyadari bahwa mereka akan melakukan perkenalan diri satu persatu.
"Aku lupa, namaku Cordelia," ucap gadis itu memperkenalkan diri.
"Namaku Auristela," balas Ina ramah.
"Oh ya, panggil saja Lia," kata Lia sambil tersenyum lebar.
"Tentu."
Ina diam kala melihat gadis dengan rambut kemerahan yang dia lihat tadi berdiri. Gadis itu tersenyum lumayan angkuh berniat memperkenalkan dirinya.
"Kalian pasti sudah mengenalku. Tapi Aku tetap akan memperkenalkan diri. Namaku Julia Floretta Bailey, salam kenal," kata perempuan bernama Julia.
Ina menyunggingkan senyumnya. Dia adalah tujuan mengapa Ina mendaftar di Harrlich. Mengapa dia harus repot-repot mengganti namanya agar dapat bertemu dengan Julia. Dia adalah kakak sepupu Ina dan anak dari paman kesayangannya yaitu Jeremy. Senyum Ina semakin melebar ketika melihat tergetnya. Beberapa saat kemudian dirinya mendapat kesempatan untuk memperkenalkan diri.
Ina perlahan tapi pasti mulai berdiri. Mrs. Adela menatap Ina dengan penuh minat. Beberapa siswa maupun siswi menantikan perkenalan dari Ina yang mereka anggap sebagai salah satu gadis paling cantik di kelas. Namun ada beberapa juga yang tidak terlalu senang dengan Ina. Salah satunya adalah Julia yang merasa pusat perhatian mulai beralih bukan pada dirinya lagi.
"Perkenalkan nama saya Auristela Edward. Kalian bisa memanggil saya Stela. Semoga kita dapat berteman dengan baik," ucap Ina tersenyum manis.
Siswa laki-laki mulai menyorakinya. Ekspresi Julia semakin jelek. Dia melihat Ina menatapnya balik. Walau Ina tersenyum entah mengapa Julia merasakan senyuman Ina agak kurang menyenangkan. Rasa tidak suka Julia meningkat pada Ina. Julia merasa Ina akan menjadi halangan untuknya kedepan selama di sekolah.
Menyebalkan
Ina sesekali melirik Julia
Akhirnya kita bertemu
Ohhhh ternyata Ina mau sekolah disana gara-gara Julia. Nah selanjutnya apa ya? Kepo nih sama perjalanan Ina? Yuk yuk like sama komen dulu🤩
Semakin author semangat nulis semakin banyak kisah yang menarik😆😆😆
See you🥰😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Sereina
FantasyBELUM REVISI (18+ banyak adegan kekerasan dan manipulatif. Diharapkan untuk tidak meniru maupun melakukan hal-hal tersebut di kehidupan nyata. Cerita ini hanya fiksi semata.) Seorang anak harus menyaksikan kematian tragis dari kedua orang tuanya. Da...