ENAM⚔

962 65 0
                                    

PERINGATAN!
Cerita ini mengandung unsur kekerasan. Cerita ini juga hanya imajinasi semata. Apabila ada adegan yang kurang baik, harap jangan ditiru. Dan mohon jangan disamakan dengan kehidupan di dunia nyata. Bayangkan saja anda sedang membaca cerita Ironman.🐔

Sereina diam-diam mengawasi laki-laki yang telah membantunya di hutan. Kini dia tau bahwa laki-laki itu tinggal di sebuah gubuk tak jauh dari lokasi kemarin dia ditangkap. Ia memandangi rumah itu setiap hari sepulang sekolah. Ina hanya diam membisu beberapa menit lalu pulang ke rumah. Ia terus melakukannya tanpa merasa bosan. Entah apa yang ada dalam otak kecilnya.

Beberapa minggu kemudian, Ina dengan santainya kembali mendekati gubuk itu. Bedanya kini ia tidak mengawasi dari jauh melainkan berdiri tepat di depan pintu. Dengan ekspresi dinginya ia mengetuk pintu.

Tok Tok Tok

Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Ia mengetuk pintu dengan suara yang lebih kencang dari sebelumnya.

TOK TOK TOK

Kini terdengar umpatan kesal dari dalam rumah. "Siapa yang berani mengetuk pintu rumahku?!" Tampak laki-laki kurus dengan pakaian lusuh tak lupa pula rambut ikalnya yang berantakan.

"Kamu?" desisnya heran memandang Sereina.

" ... " Ina tetap diam seraya memandangi pria yang sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Apa anda masih mengingat saya?" Ia akhirnya membuka mulutnya disertai senyum manisnya.

"Bukanya kamu gadis yang di hutan waktu itu?" katanya. "Untuk apa ke sini?" tanyanya sedikit kesal.

"Saya ingin berterimakasih dan mengajukan satu permintaan."

"Apa itu?"

Senyum Ina semakin dalam. "Jadikan saya murid anda."

"Hah ... " Laki-laki itu menganga bingung.

"Sudah lama saya ingin belajar beladiri. Bisakah anda mengajari saya?"

"Pergilah!" decaknya tanpa perasaan.

"Apa yang harus saya lakukan agar anda mau menerima saya?"

"Aku tidak pernah memiliki niat untuk mengangkat murid. Pulang sana! Jangan melakukan hal yang sia-sia."

Pintu tertutup dengan keras di depan wajahnya. Anehnya senyum Sereina semakin melebar dengan gigi yang sedikit ia tampakkan. Dia berbalik pulang ke rumahnya. Dirinya tampak tenang walau kembali tanpa hasil.

***

Berhari-hari Ina selalu datang. Dia tidak mau menyerah untuk menjadi murid Arthur. Bahkan ketika tidak dibukakan pintu, Ina tetap menunggu selama berjam-jam.

"Apa kamu tidak punya pekerjaan lain?" kata Arthur tak habis pikir dengan kegigihan Ina.

"Bisakah anda menerima permintaan saya?" timpal Ina pantang menyerah.

"Huh!" Arthur menghela nafas kasar. "Aku tidak akan merubah keputusanku!"

"Mengapa anda tidak mau merubahnya?"

Ucapan Sereina berhasil membuat Arthur diam seribu bahasa. "Bukan urusanmu!!"

"Tolong beri saya satu kesempatan saja," pinta Ina dengan ekspresi teguhnya.

"Heh, memangnya alasan apa yang membuatmu pantas menjadi muridku?" ejek Arthur.

"Walau masih awam. Saya tahu bahwa anda tidak melakukan gerakan acak pada saat itu. Anda memang sebenarnya sangat menguasai seni beladiri. Itulah yang membuat saya terkesan. Dan saya percaya dapat melakukannya dengan baik jika anda mau menerima saya."

"Terus?" Mendengar itu Arthur kembali mencemooh.

Ina memiringkan kepalanya dengan ekspresi polos. "Lagipula saya tidak akan bertanya 'mengapa seorang yang terlihat seperti pengemis bisa tahu teknik-teknik tinju dengan benar dan akurat? Dari mana sebenarnya kemampuannya itu berasal? Mengapa dia tinggal di sebuah gubuk usang di tengah hutan sendirian?' karena saya sangat tahu untuk tidak melewati batas."

Arthur menyipitkan matanya. Karena dia mengerti jika kata-kata Ina memiliki arti yang berbeda. Itu bukan sekedar ungkapan. Sereina memang berniat menyindir latar belakangnya.

Anak yang sangat berani

"Kamu terlalu percaya diri. Dengan mengatakan itu tidak akan merubah keputusanku." Niat Arthur menutup pintu pudar kala mendengar kata-kata Ina selanjutnya.

"Mereka sudah pergi." Ina tersenyum lebar.

"Siapa yang kamu maksud?" Arthur menyilangkan kedua tangannya dengan nada menantang.

"Orang-orang yang mengintaiku," jawab Ina santai.

Ina sangat paham dengan kepribadian pamannya. Mengingat betapa serakahnya Jeremy membuatnya yakin bahwa ia tidak mungkin dilepaskan begitu mudah. Karena itu Ina berpura-pura menjadi gadis biasa yang polos dan memiliki kecerdasan rata-rata. Sebab saat ini dirinya masih belum cukup kuat untuk membalaskan dendamnya.

Dengan kesabarannya, Ina memperhitungkan sejauh mana dan berapa lama orang suruhan Jeremy mematainya. Dan ia memperkirakan mereka sudah pergi karena tidak tampak lagi gerak-gerik mencurigakan dari orang-orang sekitar. Namun, dia masih tidak tahu apakah mereka akan kembali. Dia hanya berharap Jeremy akan melupakannya untuk saat ini.

Arthur tersenyum miring. "Apa kamu benar-benar yakin sedang diintai?"

"Iya," ucap Ina.

Menarik

"Kapan kamu menyadarinya?"

" ... " Ina terdiam.

"Hemm ... "

Arthur menunggu jawaban Ina, namun tampaknya lawan bicaranya tidak bisa menjawab pertanyaannya.

"Mungkinkah kamu sebenarnya tidak yakin dengan kehadiran mereka?" ujar Arthur memancing.

"Iya," balas Ina jujur karena semua ini hanya dugaannya saja. "Jika anda tidak mengatakan 'hati-hati dengan sekitarmu' waktu itu, mungkin sekarang saya masih bimbang."

Anak ini jelas tidak tahu dengan pasti, tapi dia terlihat sangat percaya diri. Itu bukan sekedar insting melainkan prediksi yang matang. Dan sebenarnya tidak sesederhana kelihatannya.

"Kenapa kamu ingin belajar beladiri?"

"Supaya menjadi kuat," kata Ina mantap.

"Setelahnya?" tanya Arthur lagi.

"Agar bisa balas dendam," ungkap Ina tanpa menyembunyikan apapun.

"Baiklah." Arthur menutup pintu perlahan seraya mengucapkan. "Datanglah besok. Ku harap kamu bisa mengikuti intruksiku dengan baik. Kamu hanya memiliki satu kesempatan."

"Terimakasih."

Sereina menundukkan kepalanya sampai pintu benar-benar tertutup. Kemudian kaki kecilnya melangkah menjauhi gubuk rapuh itu. Di lain sisi, Arthur kini sedang duduk di kursinya. Perlahan senyumnya mulai mengambang. Selama ini ia tidak pernah berfikir untuk mencari murid. Dia bahkan enggan bertemu orang lain. Tetapi, hari ini dia menerima Sereina walau awalnya menolak.

"Aku yakin dia masih berumur sembilan sampai sepuluh tahun. Dia bahkan cepat memahami segala situasi dan bisa memanfaatkannya dengan baik."

Arthur tahu bahwa identitas Sereina cukup merepotkan. Karena itu dia tidak akan bertanya privasinya. Seperti yang Ina katakan untuk tidak melewati batas, maka ia pun akan berperilaku sedemikian rupa. Sebab ia juga tidak ingin membocorkan masalah pribadinya.

Sepertinya target balas dendamnya adalah seseorang yang mengirimkan beberapa orang untuk mengawasinya.

"Entah apa yang akan dilakukannya. Yang jelas orang itu akan menderita," ujar Arthur. "Anak yang berbahaya. Tidak. Sangat ... berbahaya," lanjutnya seraya terkekeh.

Melihat sifat Sereina membuatnya semakin tertarik. Arthur menutup kedua matanya pelan tanpa memudarkan senyumnya.

Jangan lupa pencet tanda bintang:) 🌟

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang