EMPAT⚔

1.1K 81 1
                                    

PERINGATAN!
Cerita ini mengandung unsur kekerasan. Cerita ini juga hanya imajinasi semata. Apabila ada adegan yang kurang baik, harap jangan ditiru. Dan mohon jangan disamakan dengan kehidupan di dunia nyata. Bayangkan saja anda sedang membaca cerita Ironman.🐔

Tuk Tuk Tuk

"Apa yang bisa ku lakukan sekarang?" bisik Ina seraya mengetuk-ngetuk meja belajarnya.

Kekuatan ... Kekuasaan ... Reputasi ... Semuanya harus berada dalam genggamanku.

"Cih! Menyebalkan," decaknya saat melihat keluar jendela.

Di sini dia merasa pergerakannya terbatas. "Aku perlu bergerak secepatnya."

***

Hari ini tidak ada Noah di belakangnya. Ina menghela nafas lega. Tidak disangka ternyata Noah sangat cerewet membuatnya merasa risih. Namun tanpa ia sadari sudut bibirnya sedikit melengkung ke atas.

Kota kecil ini memang selalu sepi. Penduduknya pun tidak terlalu banyak. Banyak lahan kosong serta rumah-rumah memiliki jarak yang tidak terlalu dekat.

"Hey, Nak!" teriak seseorang membuat langkah Ina terhenti.

Ina melihat ke belakang. Tampak beberapa preman yang memandangnya dengan senyum menjijikkan. Tidak ada raut takut dalam wajah Ina. Dia tetap bersikap tenang seakan orang-orang di depannya bukan orang jahat. Bahkan, Ina seperti sudah menyadari keberadaan mereka dari awal.

"Mau ikut bersama kami?" tanya preman yang memakai kalung rantai.

Ina tidak menjawab. Walau begitu dia sedang memikirkan banyak cara agar bisa lepas dari pengawasan mereka.

"Ayo, nanti ku belikan makanan," ujar yang lain mengiming-iming.

"Ke mana?" tanya Ina sok polos.

Preman di belakang saling menyeringai. "Katanya ada pasar malam di kota sebelah. Kami mau pergi ke sana. Kamu mau ikut?"

"Tapi, Aku belum ijin sama nenekku," balas Ina.

"Tidak masalah. Kami sangat kenal orang-orang di sini. Nanti kami bisa jelaskan kepada nenekmu."

Ina terlihat sedang berpikir. "Oke."

Semua preman tampak sangat senang. Berbeda dengan Ina yang masih memutar otaknya sekencang mungkin.

"Naik," ujar preman menyuruh Ina naik ke sebuah mobil tua.

"Aku tidak bisa naik mobil," kata Ina seraya cemberut.

"Jangan khawatir, kamu akan baik-baik saja."

"Aku sangat ingin pergi," kata Ina merajuk. "Bagaimana kalau Aku beli kantong muntah di toko kecil sebelah sana? Untuk berjaga-jaga." Ina tersenyum bahagia.

"Tidak boleh," tolak preman dengan tubuh kekar.

"Yah ... Paman kan bisa mengantarku."

"Ya sudah."

Ina berjalan ke sebuah toko yang sedikit ramai. Akibatnya preman itu hanya bisa menunggu di luar toko agar orang lain tidak curiga. Ina berjalan ke arah pemilik toko yang sedang sibuk menata barang dagangannya.

"Paman," panggil Ina.

"Ya, ada yang bisa Aku bantu?"

"Apa di toko ini ada pintu belakang?" tanya Ina membuat pemilik toko bingung.

"Kenapa?"

"Aku hampir diculik. Apa paman bisa membantuku?" tanya Ina to the point.

"Apa?!" pekik pemilik toko. "Baiklah," lanjutnya pasrah.

Memang di kota kecil ini banyak sekali tindak kriminalitas. Tak jarang banyak anak-anak yang diculik. Walau beberapa pelaku sudah ditangkap, masih banyak pelaku lain yang berkeliaran.

Sereina mengikuti pemilik toko. Dia segera berlari setelah keluar dari pintu belakang. Ina berusaha berlari secepat-cepatnya. Karena fisiknya yang masih anak-anak membuatnya cukup kesulitan. Tak lama Ina mendengar suara deru mobil mendekat. Ina tahu bahwa para preman itu sudah menyadarinya.

Sial! rutuknya.

Ina berlari tak tentu arah agar para preman kesulitan mengejarnya. Namun Ina mulai kelelahan apalagi dia tanpa sadar masuk ke sekitar hutan. Ina bimbang apakah dia harus menyerah atau terus berlari ke dalam hutan. Namun dia juga tidak yakin apa dia bisa lepas dari pengejaran preman setelah masuk ke hutan. Di samping itu kemungkinan dia bisa saja tersesat di dalamnya. Akhirnya Ina memutuskan untuk berhenti. Dia akan mencoba melawan para preman itu memakai segala cara.

"Beraninya kau membohongi kami!"

Ina menatap mata mereka satu persatu tanpa rasa takut.

"Kamu pikir bisa melawan kami sendirian?" ejek preman yang lain.

Tidak batin Ina menjawab.

Semua preman mulai mengepungnya. Kelebihan Ina saat ini adalah tubuhnya yang kurus dan gesit memudahkan dirinya lepas dari jangkauan para preman. Ina mengambil dahan kayu kecil untuk dijadikan senjata. Dia sudah berusaha, namun dia kalah dalam kekuatan maupun jumlah.

Salah satu preman berhasil menangkap Ina. Sereina reflek menggigit tangan preman itu dengan kuat. Apalah daya saat preman lain berhasil merengkuhnya kencang. Ina dibawa dengan paksa menuju mobil.

Andai Aku memiliki kekuatan sedikit saja. Andai Aku bisa bertahan lebih lama. Andai saja ...

Ina merutuki dirinya sendiri yang terus saja lemah. Dia marah karena tidak bisa berbuat apa-apa.

Bugghhh

Terdengar suara pukulan kencang dari samping. Semua preman beserta Sereina melihat seorang laki-laki memakai baju yang tampak dekil menendang salah seorang preman.

"Siapa kamu?" tanya preman yang memakai kalung rantai dengan penuh antisipasi.

"Sialan. Suara mobil kalian menganggu tidur siangku!" teriak laki-laki itu.

"Kami mau pergi. Silakan lanjutkan urusanmu. Kami tidak akan mengganggu lagi."

"Apa kau bilang? Kalian harus membayarnya!"

Laki-laki kumal kembali memukul preman yang berada di dekatnya. Alhasil semua preman terpancing dan mulai melawannya.

Bugghhh

Dughhh

Brugghh

Baggghh

Buukkk

Hanya tinggal preman bertubuh besar yang sedang menyandera Ina yang tidak babak belur. "Matilah!" teriak preman itu seraya melepaskan Ina.

Laki-laki kumal dengan mudah menjatuhkan preman yang tubuhnya lebih besar darinya. Semua preman akhirnya melarikan diri sampai tunggang-langgang. Ina berdiri di tempatnya tanpa mengalihkan pandangannya. Dari awal sampai akhir dia terus melihat dengan teliti gerakan dari laki-laki itu.

"Sudah ku bilang Aku paling benci jika ada yang mengganggu tidurku." Laki-laki kumal menggaruk kepalanya pelan. "Hey!" ucapnya pada Ina.

"Ya?"

"Kamu tahu jalan pulang?" tanyanya yang diberi balasan anggukan kecil. "Kalau begitu pulang sana!" usirnya.

Laki-laki itu baru berjalan beberapa langkah sebelum kembali menatap Ina yang masih terpaku di tempatnya. "Hati-hati dengan sekitarmu."

Sereina terus mengawasi sampai laki-laki dengan penampilan kumal menghilang dari pandangannya. "Akhirnya," bisiknya seraya tersenyum samar.

Jangan lupa pencet tanda bintang:) 🌟

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang