SEMBILAN⚔

847 57 0
                                    

Sereina menyaksikan sapi-sapi yang sedang memakan rumput segar yang baru ia bawa. Dia termenung sambil menyenderkan kepalanya di bilah kayu dengan malas. Entah apa yang dipikirkannya sampai ia tidak menyadari ada seseorang mendekat.

"Pekerjaanmu sudah selesai?" tanya orang itu.

"Sudah," balas Ina singkat.

"Sebelum pulang jangan lupa mandikan kuda," ujar lelaki itu yang tidak lain merupakan pemilik peternakan tempat Ina bekerja.

"Baik."

Ina pun bergegas pergi ke kandang kuda yang letaknya tidak terlalu jauh dari kandang sapi. Ketika dia masuk, matanya menangkap sosok laki-laki paruh baya yang sedang memandikan kuda. Ina mengangguk tanda menyapa lalu mengambil ember. Ia segera memandikan kuda yang berada tepat disampingnya.

Waktu pun berlalu. Tak terasa Ina sudah selesai dengan pekerjaannya. Ia mengehela nafas ringan. Tubuhnya kini dibasahi keringat serta lumpur. Ketika sedang mencuci tangannya, matanya tak sengaja melihat kehadiran Emma di kejauhan. Emma melambaikan tangannya disertai senyum lebar. Dengan segera Ina berjalan ke arah Emma.

"Apa pekerjaan hari ini melelahkan?" tanya Emma.

"Hemm," jawab Ina sambil mengunyah sandwich buatan Emma.

Emma menghembuskan nafas lemah mengingat ucapan Ina kala itu. Saat itu Ina tiba-tiba berkata akan bekerja paruh waktu setiap libur sekolah. Tentu saja Emma langsung menolak. Apalagi Ina masih kecil untuk bekerja walaupun dalam waktu tertentu. Namun apalah daya dirinya hanya bisa mengalah jika menghadapi sifat keras kepala Ina.

"Sudah saya bilang, saya masih mampu untuk membiayai hidup kita berdua. Anda tidak perlu bekerja. Fokus saja dengan sekolah anda saat ini," kata Emma pengertian.

"Biarkan Aku melakukan apa yang ku mau. Lagipula bekerja tidak terlalu membebaniku. Kamu tidak perlu khawatir."

Setelah itu Ina beranjak dari duduknya. Ia meninggalkan Emma yang masih menatapnya dengan raut sedih. Di sisi lain Emma tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa berharap Ina dapat hidup lebih baik kedepannya.

***

Saat ini Ina sedang bertarung melawan Arthur. Tak ada raut kesal walau ia sudah dipukuli beberapa kali. Yang ada malah sebaliknya Ina tampak sangat bersemangat. Arthur cukup kagum dengan kegigihan dan bakat Ina. Baru beberapa bulan saja ia melatih, Ina sudah memiliki banyak peningkatan.

"Hari ini cukup sampai disini," kata Arthur.

"Ya!" seru Ina meskipun lemas, kemudian ikut masuk ke dalam rumah Arthur.

"Obati lukamu." Arthur menyodorkan sebuah kotak kepada Ina agar mengobati luka luarnya.

"Terima kasih," ujar Ina sopan.

"Kemampuanmu cukup bagus," puji Arthur. Dia tidak nyesal menerima Ina sebagai muridnya.

"Semua ini berkat Guru," tukas Ina.

"Yah, cukup untuk pertahanan diri," cepetan Arthur.

Ina yang sedang mengobati lukanya langsung berhenti. Dirinya memandang Arthur penuh makna.

"Saya belajar bela diri bukan hanya untuk melindungi saya," kata Ina menatap Arthur yang ikut menatapnya dalam diam. "Mungkin saja saya menggunakannya untuk membunuh orang lain," lanjut Ina tanpa ekspresi.

Arthur tetap diam. Ia berjalan ke arah lemari. Dia seperti sedang mengambil sesuatu namun Ina tidak bisa melihatnya karena terhalang tubuh Arthur.

Tak berselang lama Arthur pun berkata, "Bela diri adalah sebuah seni untuk melindungi diri serta memperlihatkan kekuatan asli seseorang. Dan seni itu merupakan sesuatu yang murni. Jika ditambah ambisi, obsesi ataupun kebencian maka ..."

Ina yang sedang mendengarkan ucapan Arthur dengan seksama merasa sangat terkejut saat merasa ada sesuatu yang mengarah cepat padanya. Itu adalah sebuah belati yang ditembak tepat ke arah wajahnya. Ina ingin menghindar namun ia terlalu lambat. Saat belati itu hampir mengenai matanya yang masih terbuka, Arthur dengan cepat menghentikan tangannya. Andai Arthur terlambat menahan sedikit saja, mungkin Ina akan benar-benar kehilangan mata kirinya sekarang.

Arthur menurunkan belati yang masih berada beberapa senti dari mata Ina. "Akan menjadi senjata pembunuh yang sempurna," lanjutnya dengan santai.

"Apa kamu yakin masih ingin membalaskan dendammu meski akan banyak musuh yang menanti?" tanya Arthur memastikan.

Ina mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia merasa kedua tangannya sangat dingin akibat serangan mendadak Arthur tadi. "Y-ya, saya yakin."

"Jika pilihanmu menempatkanmu dan orang-orang di sekitarmu ke dalam hal yang berbahaya kamu masih ingin melakukannya?"

"Saya tidak akan menarik kata-kata yang telah saya ucapkan. Bahkan jika Guru adalah musuh saya, saya tidak akan pernah ragu untuk mengalahkan anda," kata Ina dengan tegas.

Arthur mengangguk ringan. "Ambil ini. Daripada disimpan di sini dan membusuk," ujar Arthur seraya memberikan sepasang belati.

"Ini ..."

Ina memegang kedua belati dengan hati-hati. Belati milik Arthur memiliki kualitas yang sangat bagus. Biar tangannya agak tidak nyaman karena tidak terbiasa, tetapi dirinya masih sangat menyukai kedua belati itu. Ina mencoba menggerakkan kedua tangannya. Wajahnya menunjukkan raut gembira.

"Mengapa Guru tidak marah? Saya telah mencoreng prinsip anda dan saya mungkin akan menyalah gunakan ilmu yang telah anda ajarkan. Bukankah anda seharusnya membuang saya?"

"Manusia memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda lagipula Aku tidak peduli jalan mana yang mau kamu ambil. Hanya saja ada yang harus kamu ingat," ujar Arthur. "Kekuatan pria dan wanita itu berbeda. Apa kamu mampu untuk menghancurkan rintangan itu? Semua tergantung pada kemampuanmu."

"Saya akan berusaha!"

Bagaimana pun Ina selalu merasa tak berdaya karena statusnya adalah seorang perempuan. Disisi lain ia sedikit bersyukur karena itulah Jeremy mengabaikannya.

"Jangan lupa kamu bilang ingin mengalahkanku," kata Arthur.

"Suatu hari saya pasti bisa mengalahkan anda," timpal Ina tersenyum.

***

Sereina memegang boneka kelinci kesayangannya. Ia dengan santai merobek bagian belakang boneka itu. Lalu dia mengambil sedikit dakron dari dalamnya. Tak lupa ia menjahit punggung belakang boneka dengan resleting berwarna hitam.

Ina bersenandung menikmati kegiatannya. Lalu dia mengambil dua belati miliknya dan menyimpannya di dalam boneka. Orang lain tidak akan menyangka apa yang ada di dalam boneka yang tampak imut itu. Ina tertawa senang. Kedua tangannya memeluk boneka dengan erat.

"Kamu terlihat sangat cantik," ujar Ina pada boneka kelinci yang sangat ia sayangi.

"Kamu harus bersabar. Waktu kita bertemu paman masih cukup lama. Bagaimana kalau kita bermain berdua dulu?" katanya sambil terkikik ringan.

Ina terus memeluknya bahkan sampai kedua matanya terpejam. Satu hal yang pasti bibirnya tak henti tersenyum sepanjang malam.

Jangan lupa tinggalkan jejak supaya author semangat nulisnya 🥺🙂😊
Ketemu lagi di part selanjutnya, ya!!
Dadah😘

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang