EMPAT DUA⚔

477 32 1
                                    

Kematian Agatha merupakan alasan pengembangan karakter Caroline. Memang pada awalnya Caroline yang begitu terpukul atas kematian adiknya terus menyalahkan dirinya sendiri. Namun, ketika dia mengingat kata-kata terakhir Agatha, dia segera bangkit. Dia tidak ingin pengorbanan adiknya sia-sia. Untuk itu, dia bertekad menyelesaikan kasus yang menimpa orang tua dan adiknya.

Kematian Agatha cukup membuat para penonton berduka. Tak sedikit yang memprotes kenapa karakter tersebut harus dibuat mati hanya untuk pengembangan karakter Caroline. Mereka ingin semua tokoh dalam drama memiliki ending yang bahagia. Tetapi mereka pun tidak bisa berbuat apa-apa jika penulis naskah serta sutradara yang berkehendak.

Dengan meninggalnya Agatha, itu berarti peran Ina dalam drama sudah selesai. Dia menyelesaikannya dengan sangat baik. Akting yang dilakukannya sudah layaknya aktris profesional. Karena itulah rumor yang menyatakan dirinya melakukan kecurangan saat audisi padam begitu saja. Dia benar-benar telah membuktikan kemampuannya. Berkat itu penggemarnya semakin bertambah setiap harinya. Walau ia tidak terlalu aktif dalam sosial media, dia tetap memposting beberapa kali sebagai wadah fansnya yang ingin mengenalnya.

Saat ini, Ina menjalani hari seperti biasa. Karena syuting telah selesai, maka dia dapat mengikuti kelas dengan full.

"Karena di kelas kita ada yang berhasil membintangi drama, bagaimana kalau kita mengapresiasi mereka. Nah, bisa dibilang mereka merupakan pelopor untuk kelas ini atau bahkan angkatan kalian. Silakan maju Julia dan Stela," ucap Mrs. Adela sebelum kelas dimulai.

Kedua siswi itu lantas mengikuti permintaan Mrs. Adela. Mereka berdua berdiri di depan kelas dengan tersenyum. Hanya saja senyuman Julia nampaknya agak dipaksakan. Mungkin karena dia merasa kesal disandingkan dengan Ina, terlebih lagi perannya yang tidak begitu penting. Padahal sebelumnya dia sudah membayangkan bahwa teman-temannya akan merasa iri padanya. Tapi, bayangan itu seakan mengejeknya sekarang.

"Tepuk tangan untuk kedua teman kalian karena sudah melakukan yang terbaik untuk drama 'Miracle'. "

Prok

Prokk

Prokk

Semua siswa di kelas bertepuk tangan dengan meriah. Ada beberapa siswa yang bahkan memberikan selamat pada mereka dengan lantang.

"Terimakasih semuanya," ucap Ina pelan.

"Kalian bisa bertanya kepada mereka atau mungkin ada yang penasaran dan ingin diberi tips supaya dapat lolos audisi, bisa langsung katakan pada mereka. Boleh, kan?" tanya Mrs. Adela pada dua perempuan di sampingnya.

"Eh, ya tentu saja boleh," jawab Ina.

"Ya, bisa," ucap Julia agak canggung saat Mrs. Adela memandangnya.

"Oke, kalian boleh duduk. Kita akan segera melanjutkan materi yang kemarin."

Julia mendengus saat matanya tak sengaja bertabrakan dengan Ina. Dia segera memalingkan wajahnya dengan raut muka kesal. Sedangkan Ina hanya tersenyum ramah seperti biasanya.

***

Kringgg

Bel berbunyi keras menandakan waktunya istirahat. Pembelajaran pertama segera ditutup oleh Mrs. Adela. Dia mempersilahkan siswa maupun siswi untuk istirahat sebelum pelajaran selanjutnya. Sepeninggalan Mrs. Adela, Julia segera bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke arah meja Ina. Semua siswa yang hendak keluar seketika berhenti. Mereka penasaran dengan apa yang hendak terjadi. Mungkin mereka dapat memperoleh tontonan yang menarik.

Ina memandang ke atas dengan santai. "Ada apa ya?"

Julia berdecak, mengernyitkan dahinya. "Apa kamu pikir kamu sudah menang?"

"Menang? Menang apa?" Ina memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.

"Tidak usah berpura-pura. Kamu melakukan ini karena ingin menantangku, kan?!" ujar Julia.

"Menantangmu untuk apa? Apa kamu kesal karena Aku melakukan drama ini dengan baik? Atau kamu marah mengingat karena peranku di drama ini lebih besar?" tanya Ina pelan.

"Kamu!"

Julia mencengkeram kerah Ina membuat seisi kelas seketika gempar.

"Jangan keterlaluan Julia!" Lia berteriak saat melihat perilaku itu.

Ina mengkode agar Lia tenang dengan mengangkat sedikit tangan kirinya. Dengan santai Ina menepis tangan Julia yang mencengkeram kerah seragamnya. Ina berdiri, menatap langsung mata Julia. Selama tiga detik dia tidak mengucapkan apa-apa.

"Bukannya itu yang kamu mau?"

"Apa maksudmu?" tanya Julia menyentak.

"Kamu selalu bilang kalau Aku mengganggumu, kan. Sebelumnya Aku tidak benar-benar melakukannya. Tapi kamu tidak pernah melepaskanku. Sekarang, Aku akan melakukannya. Menganggumu selayaknya ucapanmu," tukas Ina.

"Beraninya kamu!" Julia merasa bahwa Ina saat ini mendeklarasikan perang padanya.

"Lantas, jika Aku diam seperti biasanya bukankah kamu tetap akan memukuliku juga?"

Perdebatan panas mereka disaksikan teman sekelas mereka, tetapi nampaknya salah satu dari mereka tidak ingin menyerah begitu saja. Lia yang melihatnya turut khawatir dengan situasi yang kian memanas ini. Namun, dia bahkan teman Julia pun kebingungan untuk menghentikannya.

"Itu berarti kamu sudah siap menunjukkan wajah aslimu?" cemooh Julia.

"Aku akan meluruskan sesuai kebenaran yang ada, bahwa kamulah yang membuat situasi kita menjadi seperti ini. Dan kamulah yang membuatku harus membuat keputusan ini," jelas Ina dengan senyum tipis.

Saat ini Julia sangat ingin merobek wajah Ina. Rasanya kuku-kukunya gatal untuk mencakarnya.

"Hah! Kamu pikir kamu bisa apa? Kamu cuma orang kampung!" Julia mengigatkan Ina akan asal usulnya.

"Orang kampung ini sudah membuktikan bahwa prestasinya lebih baik darimu," tantang Ina.

Julia mengepalkan tanganya dengan kencang. Matanya melotot, menandakan seberapa marahnya ia saat ini.

"Kamu hanya beruntung. Kamu harus ingat bahwa kamu bukan siapa-siapa dan Aku adalah putri keluarga Bailey yang bisa menghancurkanmu kapan saja jika Aku mau."

Julia tersenyum kemenangan mengingatkan statusnya. Ina terdiam sejenak. Dia menatap Julia tanpa ekspresi.

"Kamu terlihat sangat bangga dengan itu."

"Tentu saja, memangnya kamu... anak yatim piatu yang miskin."

"Julia!!" teriak Lia tak terima Ina diolok-olok dengan topik tersebut.

"Aku akan membuktikannya padamu bahwa persaingan yang dimulai darimu ini akan Aku menangkan," tantang Ina.

"Silakan saja kalau bisa," balas Julia sombong.

Ina mencondongkan tubuhnya mendekati Julia. Dia berbisik ke telinga Julia seakan tidak ingin ada yang mendengarnya.

"Dan ketika semua itu terjadi, Aku akan mengingatkanmu satu hal ini. Bahwa apa yang sangat kamu banggakan itu bisa saja menghancurkanmu di kemudian hari."

"Ancaman seperti itu tidak berpengaruh padaku." Julia melirik wajah Ina yang begitu dekat dengan telinganya.

"Itu bukan ancaman, Julia. Jika kamu ingin mendengar ancaman, maka akan ku katakan. Aku, akan menghancurkanmu sampai titik dimana kamu tidak akan bisa bangkit lagi."

Julia merasa Ina sedang memainkan lelucon, "Yah, Aku sangat menantikannya," ejeknya.







Holaaa
Sereina up nih😋
Kalian masih penasaran sama kelanjutannya kan... nantikan banyak adegan menegangkan lainnya di chapter selanjutnya😄
Untuk itu author minta dukungannya ya😍🤩
Bye bye!!😙

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang