DUA LIMA⚔

556 39 6
                                    

Kringgggg

Bel tanda istirahat berbunyi. Ina merapikan buku-buku di atas mejanya. Baru saja dirinya hendak berdiri, ia sudah dicegah dengan kedatangan tiga orang gadis. Julia memandang Ina seraya berdecak tak suka. Siswa maupun siswi yang belum keluar kelas menyaksikan hal tersebut dengan pandangan bertanya-tanya.

"Ada apa, ya?" tanya Ina ramah.

"Kita pernah bertemu sebelumnya?" Julia membalas dengan pertanyaan.

Ina terlihat berpikir. "Sepertinya tidak."

Julia diam mendengar penuturan Ina. Saat melihat Ina untuk pertama kalinya entah mengapa dirinya merasa familiar. Tapi dia segera menepis pikirannya itu.

"Darimana kamu berasal. Seperti yang kamu bilang tadi. Aku baru kali ini melihatmu," tukas Julia.

"Aku bukan berasal dari sini," jawab Ina.

"Apa dulu kamu tinggal diluar negeri?" tanya Kylie disamping Julia.

"Tidak, Aku berasal dari kota di daerah Tenggara."

"Pfffttt." Medeline terkikik geli. "Kamu berasal dari desa?" ejeknya.

Ina masih tersenyum tampak tak tersinggung sama sekali.

"Hey, apa maksudmu bilang begitu?" tanya Lia geram.

"Apa? Apa ucapanku salah?" decak Medeline.

"Kamu!"

Ina mengkode Lia untuk berhenti membuat perselisihan.

"Ada sesuatu yang ingin kamu ketahui lagi?" tanya Ina pada Julia.

"Hah, tidak usah. Aku yakin kamu cukup hebat untuk bisa berada di kelas ini," cemooh Julia.

"Itu hanya keberuntungan saja," kata Ina merendahkan dirinya.

Julia mengerutkan dahi. "Dasar perempuan kampungan." Julia berlalu pergi diikuti dua orang temannya.

"Mereka keterlaluan. Baru saja kenal sudah berbuat begitu," kata Lia kesal.

"Sudahlah, tidak perlu dipikirkan," timpal Ina menenangkan.

"Bagaimana kalau kita ke kantin?" ajak Lia mengalihkan topik.

"Boleh." Ina kembali tersenyum tenang ketika tangannya ditarik oleh Lia.

***

Satu hari sebelumnya

Xaria memandang mansion besar di depan matanya dengan pandangan kagum. Dalam benaknya ia berpikir bagaimana orang bisa membuatnya semegah itu. Dia berdiri melamun hingga ada yang mengagetkannya.

"Siapa kamu? Ada perlu apa disini?" tanya Satpam yang tengah berjaga dengan nada tegas.

"Errmm, saya ingin bertanya apakah ada lowongan pekerjaan? Saya ingin mendaftar sebagai pelayan," jawab Xaria kikuk.

Satpam itu mengernyitkan dahinya memandang Xaria dari atas sampai bawah. "Sebentar."

Xaria ditinggal sendirian di depan gerbang. Dia menunggu sambil menatap kerikil kecil di bawahnya. Setelah itu dia melihat satpam tadi berjalan bersama seorang pelayan paruh baya.

"Kamu ingin melamar pekerjaan pelayan?" tanya pelayan paruh baya itu.

"Y-ya!"

"Apa yang bisa kamu lakukan?" tanya pelayan paruh baya memastikan karena melihat tubuh Xaria yang kurus dan kecil.

"Saya bisa membantu merapikan barang, mencuci pakaian, kalau untuk memasak jujur saya hanya tahu sedikit," jawab Xaria polos.

"Hemm, yah sebenarnya bagian cuci masih membutuhkan pekerja. Tapi bagian itu termasuk berat. Apa kamu yakin, Nak?" jelasnya.

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang