Beberapa hari kemudian
"Bagimana kamu bisa menyelesaikannya tadi?" tanya Noah antusias ingin mendengar cara Ina mengerjakan soal yang menurutnya sangat sulit.
"Jika kamu belajar kamu akan mengerti," balas Ina.
"Kamu pikir setiap hari Aku tidak belajar?" dengus Noah.
"Itu artinya kamu bodoh," ucap Ina terdengar mengejek.
"Apa?!!" teriak Noah sebal. "Aku ini rival terberatmu, tahu! Buktinya Aku selalu berada di posisi kedua."
"Ku rasa kamu tahu perbedaan di antara kita," kata Ina menusuk titik tersakitnya Noah.
"Kenapa kamu kejam sekali," bisik Noah sedih.
"Hemm, mungkin jika kamu berusaha lagi kamu dapat bersaing denganku."
Noah mengangkat kepalanya penuh semangat. "Yang benar?" ujarnya penuh harap.
"Tujuh puluh persen kemungkinannya."
"Peluangku untuk mengalahkanmu setinggi itu?" tanya Noah seraya tersenyum lebar. "Iya, kan. Mana mungkin roda selalu di atas. Pasti-"
"Kemungkinan kamu akan kalah," potong Ina tiba-tiba.
"Berarti masih ada tiga puluh persen lagi!"
"Sisanya adalah hal yang mustahil." Ina sedikit menyeringai melihat ekspresi frustasi Noah.
"Mustahil? hei mana ada orang yang selalu berada di atas!"
"Itu benar."
"Berarti Aku juga-"
"Kecuali kalau lawannya kamu." Ina memotong ucapan Noah untuk yang kedua kalinya.
"Argghhh! kamu membuatku kesal!"
"Ada satu hal yang perlu kamu ketahui."
"Apa!"
"Roda memang tidak selamanya di atas. Kamu adalah roda sedangkan Aku adalah kemudi," tukas Ina membuat Noah semakin merasa kesal.
"Maksudmu aku-" Noah berhenti berbicara ketika Ina tiba-tiba berhenti berjalan. "Ada apa?"
"Shusstt ..." Ina mengode Noah supaya berhenti berbicara.
Noah seketika terdiam. Dia melirik penasaran yang menyebabkan Ina berhenti. Dia melihat ada sekelompok remaja tengah memukuli dua orang anak. Tak ingin ikut campur dengan urusan orang lain, Noah segera menarik lengan Ina berharap mereka pergi dari sana. Selain itu, badannya sudah cukup memiliki lebam hari ini. Dia tidak sudi menambahnya.
"Ayo kita lewat jalan lain," ajak Noah yang sama sekali tidak Ina gubris.
"Tunggu dan lihat sebentar."
Mendengar jawaban Ina membuat Noah mengurungkan niatnya. Dia ikut menonton dari kejauhan.
Dugghhh
Salah satu remaja memukul anak laki-laki sambil berkata. "Kamu yang melaporkan kami pada kepala panti, kan?"
"Melaporkan apa? kami tidak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan!" teriak Xaria seraya membantu Xavier yang tersungkur. Ya, kedua anak yang sedang dikekang beberapa remaja itu adalah Xaria dan Xavier.
"Hah! jangan pura-pura tidak tahu. Kalian berdua yang mengadu dengan bilang kami memakan makan siang kalian. Kami jadi disuruh membersihkan gudang. Itu sangat menjengkelkan," ucap seorang remaja lain.
"Kalian memang selalu mengambil makanan kami. Untuk apa kami melapor. Kami juga tahu tidak ada gunanya melakukan itu!" jelas Xavier memegang perutnya yang sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sereina
FantasyBELUM REVISI (18+ banyak adegan kekerasan dan manipulatif. Diharapkan untuk tidak meniru maupun melakukan hal-hal tersebut di kehidupan nyata. Cerita ini hanya fiksi semata.) Seorang anak harus menyaksikan kematian tragis dari kedua orang tuanya. Da...