SATU⚔

1.4K 96 6
                                    

PERINGATAN!
Cerita ini mengandung unsur kekerasan. Cerita ini juga hanya imajinasi semata. Apabila ada adegan yang kurang baik, harap jangan ditiru. Dan mohon jangan disamakan dengan kehidupan di dunia nyata. Bayangkan saja anda sedang membaca cerita Ironman.🐔

Emma membawa Ina ke sebuah stasiun. Tangan kanannya memegang tangan kecil Ina, sedangkan tangan kirinya menyeret koper besar berisi pakaian mereka. Di sisi lain, Ina hanya mengikuti dengan patuh. Sebelah tangannya yang bebas memeluk boneka kelinci berwarna hitam peninggalan ibunya.

Perjalanan mereka sangatlah panjang. Emma berusaha keras pergi dari ibukota sejauh-jauhnya. Beberapa kali mereka menaiki kendaraan umum seperti bus. Masuk ke dalam suatu pelosok yang tidak terjamah. Setelah perjalanan dua hari non stop, mereka akhirnya sampai ke desa kecil. Emma sering bertanya dengan khawatir mengenai keadaan Ina. Namun Ina hanya sesekali menganggukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Emma semakin resah kala Ina seakan menjadi anak yang lebih pendiam.

"Nona, ini tempat tinggal kita," ucap Emma disertai senyum tulus.

Ina membuntuti Emma ke rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Matanya melirik ke sana kemari. Benda-benda di sekitarnya hanya beberapa. Tidak seperti di rumahnya dulu.

"Nona tunggu di sini dulu. Saya akan membersihkan kamar anda sebentar." Emma mendudukkan Ina di depan televisi kecil.

Ina hanya patuh. Dia melihat saluran berita saat ini. Tangannya seketika mengepal melihat sosok yang sangat ia kenal.

Paman

Kalimat itu mulai ia benci. Ina menyipitkan matanya ketika mendengar suara dari televisi.

"Pak, apa pelakunya sudah tertangkap?" tanya salah satu wartawan.

"Polisi sudah mencurigai orang yang diduga sebagai pelaku," ucap Jeremy seakan lega mendengar pelaku pembunuhan adiknya sudah ditemukan.

"Lalu bagaimana kabar nona muda?"

"Keponakanku masih sangat trauma. Dia tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Karena itu, saya memberikannya ruang untuk menyembuhkan traumanya."

"Bagaimana dengan perusahaan Bailey? Siapa yang akan menggantikan posisi tuan Vernon?"

"Tentu yang harus menggantikannya adalah putri kandungnya. Namun, karena Ina masih sangat kecil dengan terpaksa saya akan menggantikannya sementara waktu sampai dia benar-benar siap. Untuk itulah kami akan berusaha membuatnya melewati masa kritis ini dengan baik," ucap Jeremy tulus.

BRAKKK

Ina melempar remote ke televisi sampai hancur.

BOHONG!

BOHONG!

SEMUANYA BOHONG!!

"Nona?!" teriak Emma saat mendengar suara keras dari tempat Ina.

Dia tersentak kaget melihat raut emosi Ina. Walau tidak mengerti, Emma langsung mematikan televisi.

"Anda tidak perlu khawatir tentang remote itu. Saya akan menggantinya." Emma baru saja akan memegang tangan Ina sebelum Ina mengelak.

Ina mengambil boneka di atas sofa, lalu pergi. "Jangan ganggu Aku," ucapnya tanpa memandang Emma.

Emma menatap Ina dengan miris. "Nona ... "

***

Ina berjalan ke kamar barunya. Dia menatap boneka kelinci dengan penuh kebencian.

"Aku akan menghancurkannya. Aku akan menghancurkannya," gumamnya berulang kali.

Ayah, Ibu

Seketika raut wajah Ina mengendur. Beru beberapa hari dia kehilangan orang tuanya, kehilangan rumahnya, kehilangan segalanya. Rasanya benar-benar seperti mimpi buruk.

Apa salah Ayah dan Ibuku?

Flashback on

"Ayah!" teriak Ina ketika melihat Vernon pulang.

"Siapa ini? Ternyata bidadari kecil Ayah," ucap Vernon seraya menggendong badan mungil Ina.

"Ayah, kenapa kata Ibu Aku tidak boleh terlalu dekat dengan Julia?" tanya Ina heran karena tidak boleh sering bermain dengan sepupunya.

Vernon terdiam sebentar. "Ina kan tidak boleh terus bermain. Kamu juga harus belajar supaya menjadi anak yang pintar," katanya seraya tersenyum lembut seperti biasa.

"Kalau Aku pintar, apa Ayah akan semakin menyayangiku?"

"Tentu saja! Ayah akan semakin menyayangimu."

"Baiklah! Aku akan belajar lebih giat lagi!!"

Mereka kemudian berdua tertawa bersama.

Flashback off

Ina memegang boneka kelinci dengan erat. "Ayah, kamu berjanji akan selalu mendukungku apapun yang terjadi."

Ina mengambil gunting. Setelah itu mencopot kedua mata boneka itu lalu menggantinya dengan kancing baju berwarna merah pekat.

"Lebih baik."

Mulai sekarang Aku akan mencari cara agar orang itu menyesal telah membuatku menderita.

***

"Nona," panggil Emma.

"Hemm?"

"Saya sudah mendaftarkan anda ke sekolah. Lusa anda bisa mulai bersekolah. Saya juga sudah menyiapkan barang-barang yang anda perlukan." Emma menjelaskan seraya memberikan roti selai kepada Ina.

"Hemm."

"Saya harap anda segera memiliki banyak teman."

Perkataan Emma membuat Ina menghentikan aktivitasnya. Dia melihat senyum tulus Emma, tapi tidak mengatakan apa-apa.

"Boneka anda tampak sedikit berbeda," kata Emma melihat boneka Ina.

"Aku mengganti matanya," balas Ina apa adanya.

"Benarkah? Saya bisa membeli mata boneka baru untuk anda."

"Tidak usah," tolak Ina mentah-mentah.

Ina dengan cepat menghabiskan sarapannya. Seperti biasa, dia akan mengurung dirinya di dalam kamar. Ina berjalan ke arah ranjang. Pandangannya menatap ke arah luar jendela.

Emma selalu menasehatinya agar memulai hidup yang baru dan melupakan apa yang telah terjadi. Tetapi, ia tidak bisa. Sereina tidak ingin melepaskan orang-orang yang menyakitinya begitu saja. Ina menatap tangan mungilnya. Dia sedikit berdecak kesal.

"Karena Aku masih kecil, karena Aku perempuan, karena Aku lemah, orang itu membiarkanku pergi," bisik Ina.

Tak lama setelah mengatakan itu, Ina tertawa terbahak-bahak seperti orang yang kerasukan. "Itu adalah kesalahan besar ... Paman ... "

"Mungkin benar sekarang Aku lemah, tapi suatu hari nanti ... Aku akan menjadi sosok yang paling kamu takuti," lanjutnya mengatakan hal yang tidak mungkin bisa dikatakan oleh anak berusia sembilan tahun.

Sereina Auristela Bailey adalah seorang anak yang sangat pintar. Dia bisa dengan cepat membaca situasi. Dengan kepandaiannya, dia kerap kali membuat orang yang lebih dewasa dibandingkan dirinya tidak bisa berkutik karena ucapannya. Vernon yang sudah paham karakter Ina selalu menyembunyikannya di dalam rumah dan jarang membiarkannya pergi keluar. Hingga Jeremy pun tidak tau hal itu. Dan dimasa mendatang, dia akan benar-benar menyesal tidak membunuh keponakan yang telah ia sepelekan saat ini.

"Mata ini ... " Ina memegang mata boneka yang berwarna merah pekat. "Melambangkan kebencianku padamu," timpalnya.

Ina berjalan ke arah jendela. Pemandangan pagi hari yang sejuk di kota kecil terpampang jelas. Kedua tanganya semakin erat memegang boneka. Sereina kembali tertawa kecil. Setelah itu dia tersenyum miring.

"Hiduplah dengan baik sampai Aku datang. Hiduplah dengan baik," gumamnya seraya mengetuk-ngetuk kaca jendela dengan pelan.

"Paman Jeremy."

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang