PERINGATAN!
Cerita ini mengandung unsur kekerasan. Cerita ini juga hanya imajinasi semata. Apabila ada adegan yang kurang baik, harap jangan ditiru. Dan mohon jangan disamakan dengan kehidupan di dunia nyata. Bayangkan saja anda sedang membaca cerita Ironman.🐔Terdengar langkah kecil di koridor sekolah. Noah berjalan sambil sesekali mengelus pipinya yang lebam akibat dipukul. Koridor tampak sepi dikarenakan sekarang masih jam pelajaran. Karena banyaknya luka, ia memutuskan untuk mengobatinya. Sekarang ini ia sedang dalam perjalanan menuju UKS.
Ketika Noah melewati ruang kepala sekolah, tanpa sengaja ia mendengar sesuatu. Dengan waspada matanya melirik sekitar untuk mengetahui apa ada orang yang melihatnya hendak menguping. Ketika dirasa aman, ia mulai mendengarkan dengan seksama. Matanya melebar kala mendengar nama seseorang yang ia kenal disebutkan.
"Semakin lama saya menjadi ragu dengan nilai Sereina," ujar Kepala Sekolah mendesah kecewa.
"Ada apa dengan nilainya?" tanya seorang wanita tua yang tidak lain adalah Emma.
"Nilai rapot milik Sereina di sekolah yang sebelumnya hampir mendekati sempurna. Namun, saat berada di sini nilainya tidak setinggi itu. Saya sangat berharap lebih kepadanya," ujar kepala sekolah menyodorkan lembaran kertas berisi nilai-nilai yang didapat Sereina.
Memang kepala sekolah selalu bersikap baik pada Ina karena berharap dia dapat mengangkat nama baik sekolah. Awalnya dia membayangkan bahwa sekolahnya akan memiliki seorang murid jenius dan bisa disetarakan dengan sekolah bergengsi di luar kota. Bahkan tidak hanya dirinya yang mengharapkan itu. Melainkan semua guru di sekolah juga menginginkannya. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kepala sekolah dan para guru bersikap ramah pada Sereina.
Emma melihat rentetan angka yang menurutnya sudah tinggi. Sebelumnya ia cemas karena tiba-tiba ada panggilan mendadak dari sekolah. Kini ia harus menghela nafas lega. Dia berpikir Sereina sedang berada dalam masalah.
"Menurut saya nilai milik cucu saya sudah lebih dari cukup," ujar Emma.
Memang selama berada di kota, semua orang mengenal Sereina sebagai cucu Emma. Itu adalah keputusan Emma sendiri untuk melindunginya. Ia tidak ingin Sereina mengalami hal yang tidak diinginkan.
"Saya akui bahwa nilai itu cukup baik dan lebih dari rata-rata. Hanya saja, saya menjadi tidak yakin apakah nilai Sereina untuk mendaftar di sini asli atau palsu," jelas Kepala Sekolah.
"Apa?! Itu tidak mungkin! Bagaimana mungkin seorang anak yang tinggal dengan neneknya berfikir untuk memalsukan dokumen? Apalagi saya sudah cukup tua dan tidak paham bagaimana cara melakukannya." Emma mengelak dengan lantang.
"Jika ada pihak ketiga tentu saja mungkin."
"Kepala Sekolah, saya sudah menjelaskan alasannya. Bahwa kondisi Ina saat ini masih kurang baik. Kedua orang tuanya baru saja meninggal dunia. Saya mengerti bahwa anda sangat berharap kepadanya. Saya hanya ingin meminta keringanan. Setidaknya dia dapat menjalani pelajaran dengan baik dan tidak berbuat macam-macam," kata Emma memohon panjang lebar.
"Saya paham dengan situasinya. Sebagai gantinya, saya akan mencabut beasiswa Sereina mulai saat ini," timpal Kepala Sekolah tegas.
Emma merasa sedih seraya pergi keluar ruangan kepala sekolah. Dia sangat terbantu dengan adanya beasiswa sekolah. Kini dia harus berfikir bagaimana caranya untuk tetap membuat Ina bisa bersekolah.
Bagaimana pun, ini demi masa depan nona muda
Emma menyemangati dirinya sendiri. Ia tidak menyadari ada seseorang di balik pintu.
"Jenius?" bisik Noah.
Dia ingat bagaimana Ina yang tahu peringkatnya dalam sekali lihat. Lalu saat Ina berpura-pura bodoh di kelas ketika guru bertanya. Seketika itu ia menggertakkan giginya. Noah merasa dibohongi. Selama ini dia sangat bangga pada dirinya sendiri. Namun, Ina yang tiba-tiba datang bisa mendapatkan beasiswa dari sekolah yang cukup kecil. Serta dipercaya guru-guru.
Dia sadar sekarang pun Ina sedang berbohong. Ina memang sengaja tidak berusaha mendapat nilai tinggi. Padahal Noah selalu berusaha mati-matian untuk mempertahankan nilainya. Ia semakin marah.
"Teman katamu?!"
Noah berjalan ke arah kelas dengan raut penuh amarah. Dia bahkan lupa belum mengobati lukanya.
***
Sereina menautkan alisnya penuh tanya. Biasanya Noah selalu cerewet. Anehnya sekarang hanya diam sambil cemberut. Dia heran mengapa Noah tampak merajuk.
"Ada apa?" tanya Ina.
" ... " Noah tetap membungkam mulutnya.
Melihat Noah yang seperti itu membuat Ina semakin heran. Ia pun tak ambil pusing. Ina berjalan santai tak mempedulikan raut Noah yang semakin memburuk.
"Dasar pembohong," decak Noah yang membuat langkah Ina terhenti.
"Tentang apa?"
"Semuanya!"
"Contohnya?" tanya Ina lagi sambil memiringkan kepalanya.
"Kamu berpura-pura bodoh, kan. Kamu sebenarnya pintar!"
"Lalu?"
"Lalu?! Kenapa kamu berlagak seperti itu? Waktu itu kamu bilang Aku pantas menjadi siswa terpintar. Apa semua itu hanya lelucon?!" Noah memandang Ina yang selalu melihatnya dengan mata sedikit meremehkan.
"Bukannya itu bagus." Ina tersenyum ringan.
"Apa?" ujar Noah menganga lebar.
"Bukannya itu bagus? Jika Aku melakukan ini, maka peringkatmu tidak akan turun. Aku sedang membantumu. Kenapa kamu marah? Kamu kan sangat bangga pada kepintaranmu," kata Ina mencemooh.
Harga diri Noah kini terasa seperti tercabik-cabik. "Kamu!"
"Jangan bilang kamu menganggapku sainganmu?" Sereina semakin menyudutkan Noah. "Apa kamu takut posisimu akan direbut? Memangnya kualifikasi apa yang kamu miliki," lanjutnya kasar.
"Aku tidak pernah berpikir seperti itu! Bukannya kamu bilang kalau kita adalah teman?"
"Iya, kita adalah teman."
"Jika kita teman kenapa kamu selalu bersikap seperti ini?" Noah kesal mengingat sikap Ina yang aneh. Apalagi waktu yang mereka habiskan sudah cukup banyak, tapi tidak ada peningkatan sama sekali. Dalam hatinya, Noah benar-benar tulus ingin berteman dengannya.
"Hey, Aku sudah bilang kalau kamu akan mengerti sendiri ketika saatnya tiba."
Ujung-ujungnya begini
Noah meninggalkan Ina sendiri. Ia bahkan tidak melihat ke belakang dan terus berjalan.
"Kira-kira kapan dia akan menyadarinya?" lirih Ina seraya memainkan rambutnya. "Ku harap tidak lama."
Sereina tersenyum miring dan terkekeh. "Semoga dia bisa berguna," katanya tanpa arti yang jelas.
Matanya seketika menyipit ke arah sekitarnya. Kemudian ia mulai melangkah ke arah jalan yang berbeda. Itu bukanlah jalan menuju rumahnya. Dia terus melangkah sendirian tanpa rasa takut jikalau tersesat. Dan hanya dialah yang tahu tempat yang ia tuju.
Jangan lupa pencet tanda bintang:) 🌟
Yuhuuuuu maaf lama update 😭😭
Doakan semoga bisa update setiap hari!!! 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Sereina
FantasyBELUM REVISI (18+ banyak adegan kekerasan dan manipulatif. Diharapkan untuk tidak meniru maupun melakukan hal-hal tersebut di kehidupan nyata. Cerita ini hanya fiksi semata.) Seorang anak harus menyaksikan kematian tragis dari kedua orang tuanya. Da...