Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.Ruangan dengan cahaya minim dengan salah satu sisi dinding full dipasang cermin. Jam digital yang terletak di atas pintu menampilkan pukul sembilan malam, Seharusnya sejam yang lalu sudah pergi meninggalkan gedung ini menuju rumah namun dia masih fokus bernyanyi dengan diiringi alunan senar dari gitarnya.
Tanpa dia sadari seseorang sudah masuk dan duduk di salah satu kursi yang tersedia di ruangan ini. Lagu yang Ia nyanyikan akhirnya selesai kemudian membereskan barangnya.
Sedikit terkejut dengan suara tepuk tangan yang tiba-tiba dari pantulan cermin yang ada di depannya terlihat seseorang berjalan menuju ke arahnya.
"Suara yang cukup bagus, saya menikmatinya," pujinya menampilkan senyum manis. "Kau tak berniat untuk jadi soloist, Nona Park?" tanyanya sambil melipat kedua tangan ke depan.
Menghela napas, "tidak, sajang-nim." jawabnya dengan tegas bangun dari duduknya berdiri menghadap Jennie. "Maaf telah menggunakan ruangan ini tanpa izin," sesal Rose. "Selamat malam, sajang-nim. saya pamit pergi." lanjutnya.
"Tunggu!" cegah Jennie dengan menahan lengan Rose. "Ada yang ingin saya tanyakan," lanjutnya setelah melepas tangannya dari lengan Rose.
"Silakan, sajang-nim," mengubah posisi tubuh menghadap Jennie.
"Kenapa kau keluar dari aula saat saya dilantik sebagai CEO baru?"
Rose sedikit heran kenapa Jennie bertanya hal yang tidak penting. "Saat itu saya ingin ke toilet, karna perut saya sedang sakit."
"Hanya karna itu?" Rose menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Tapi kenapa di antara semua staff yang ada, kau terlihat tidak menyambut saya seperti yang lain?" selidik Jennie.
'Ya, Tuhan. jeli juga matanya.' batin Rose. "Karna perut saya sakit jadi kurang fokus," jawabnya seadanya dengan tenang.
"Hm, baiklah alasanmu saya terima." ucap Jennie sedikit tidak yakin dengan penjelasan dari Rose. "Ada satu pertanyaan lagi, apa kau kenal se-"
Belum sempat Jennie menyelesaikan perkataannya ponsel milik Rose berdering. Dengan sigap mengambilnya dari saku jaket, melihat sekilas siapa yang menelpon tanpa menggeser tombol hijau.
"Maaf sajang-nim sudah larut, saya pamit pulang. selamat malam," membungkuk hormat dan bergegas meninggalkan ruangan ini sambil menjawab panggilan telpon.
"Malam," balas Jennie walau tak didengar Rose.
Berjalan sedikit cepat memilih menuruni anak tangga daripada menggunakan lift dengan ponsel menempel di telinganya.
"Why?" tanya Rose.
"Lo lagi dimana?" tanya sang Penelpon.
"Masih di agensi, kenapa?"
"Tumben pulang telat?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan dari Rose.
"Ini lagi jalan pulang, kenapa telpon?" tanya Rose lagi.
"Masih lama sampainya?"
"I don't know, JADI KENAPA LISA MANOBAN MENELPON?" tanya Rose lagi dengan nada penuh penekanan.
"Pulangnya beli makanan ya," kekeh Lisa tidak ada rasa bersalah.
"Hm, oke. tunggu sampe gue pulang," titah Rose.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only ME
Fanfiction... Sebuah cerita sederhana ... Menerima dengan keikhlasan hati walau sulit atau berpura-pura seakan tidak pernah terjadi walau menyesakkan di hati atau mungkin dengan kepergian semua akan selesai. Note : Tolong perhatikan! tempat dan nama karakter...