Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Apa jawabanmu?"
"Sekarang kamu menerimanya?"
"Jangan bicara jika masih menolak."
"Apa aku harus reka ulang dengan romantis?"
"Perlu ditanggal cantik agar kamu mau menerima?"
"Rosie sayang."
Sudah beberapa hari Jennie berusaha meluluhkan hati Rose yang sebenarnya lebih ke pemaksaan secara sepihak.
Menjeda dari kegiatan yang membuat kepala pusing, menutup mata dan mengepal kedua tangan dengan hikmat berdo'a kepada Tuhan di salah satu Gereja dekat dengan agensi.
'Alasan-Mu memberikan jalan hidup seperti ini untukku mungkin bagi-Mu aku bisa melaluinya tapi Tuhan, dengan segala jiwa dan raga ini. tolong sadarkanlah dia dengan hidayah-Mu, aku sudah mulai lelah menghadapi sikapnya. Amin,' Rose berdo'a dalam hatinya.
Membuka pelahan kedua kelopak mata namun belum sepenuhnya bangkit dari duduk, terkejut saat menoleh ke arah samping. Ada sosok yang berusaha susah payah dihindari.
"Astaga!" kejut Rose.
Tanpa rasa bersalah setelah membuat Rose terkejut, Jennie malah bertanya. "Kenapa hari ini kau sangat lama?"
Menjawab sambil Kembali duduk seperti semula. "Karena hari ini banyak sekali permohonanku."
Jennie hanya mengangguk-angguk kepala. "Apa setelah berdo'a Tuhan akan mengabulkannya dengan cepat?"
Berpikir sejanak, Rose mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Jennie. "Hm, aku tak tahu pasti. yang jelas Tuhan akan memberikan jawaban terbaik atas segala do'a dan permohonan hamba-Nya. apa tadi Ruby berdo'a?"
"Ya, untuk pertama kalinya aku memohon langsung kepada-Nya," tatapan Jennie ke arah salib dengan mata berbinar. "Aku sangat penasaran jawaban apa yang akan diberikan melaluimu," lanjutnya.
Menyeritkan kening keheranan. "Aku? memang Ruby berdo'a apa?"
"Meminta restu untuk mencintai salah satu hamba-Nya yang ada di hadapanku sekarang ini," lalu Jennie menatap Rose dengan tersenyum manis.
Membalas jawaban Jennie dengan tegas. "Ruby sudah tahu jawabannya."
"Tapi kamu juga tahu, bahwa aku akan menunggu sampai kamu berkata iya."
"Sungguh aku minta maaf tak bisa membalas perasan Ruby," sesal Rose dengan penuh penyesalan.
"Apa karna aku perempuan? salah jika aku jatuh cinta denganmu?" mereka saling bertatapan.
"Bukan itu dan juga tak ada cinta yang salah, hanya saja... seseorang yang pantas menerima cinta Ruby bukan aku."
"Kamu merasa tak pantas? aku mencintaimu dengan tulus apa adanya."
"Bukan, bukan begitu. aku... tak mencintaimu, aku sayang pada Ruby sebagai saudara tidak lebih."
"Jadi itu alasanmu?" diangguki oleh Rose membuat Jennie murung. "Kenapa kau tak bilang sejak awal?" bertanya dengan rasa kecewa sambil menunduk kepala.
"Ingin memberitahumu tapi dari kemarin Ruby selalu memotong pembicaraan."
"Hm, begitu ya. mian, jika akau terlalu memaksa dan terburu-buru," sesal Jennie dengan suara pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Only ME
Fanfiction... Sebuah cerita sederhana ... Menerima dengan keikhlasan hati walau sulit atau berpura-pura seakan tidak pernah terjadi walau menyesakkan di hati atau mungkin dengan kepergian semua akan selesai. Note : Tolong perhatikan! tempat dan nama karakter...