___|21|___

334 62 0
                                    

Selamat membaca

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Terlihat dari lobby, Jennie dengan Sang sopir sedang saling berebut sesuatu.

Berjalan keluar dari gedung dan menghampiri mereka. "Kenapa lagi ini orang," gumam Rose mendekati Jennie. "Unnie," panggilnya.

Jennie menoleh ke arahnya. "Hai. ayo, kita pulang."

Saat makan siang tadi, Jennie terus-menerus memaksa untuk pulang bersama berujung Rose mengiyakan ajakan tersebut daripada terus mengoceh tanpa jeda.

"Berikan terlebih dahulu kuncinya, Nona Kim," pinta sang Sopir.

"Tidak, kau pesan taksi saja untuk pulang."

"Nona Kim tolonglah, nanti saya kena amarah Tuan Kim," melasnya.

"Saya tidak peduli, ini gara-gara kau kemarin tidak membangunkan saya."

"Saya benar-benar minta maaf Nona Kim, bisa berikan kuncinya?"

"Tidak."

Rose menghela napas kasar 'jadi gara-gara kemaren,' batinnya. "Berikan saja, unnie."

"Tidak mau," dengan suara seperti anak kecil yang sedang merungut.

"Unnie, berikan kuncinya ya... kemarin aku yang menyuruhnya untuk tidak membangunkanmu. jika ingin marah, marahlah denganku."

Jennie yang mendengar tutur kata yang lembut dari Rose lalu menampilkan senyuman yang lebar di bibirnya.

"Ini," memberikan kunci mobil kepada sopirnya. "Ayo, kita masuk ke mobil," menarik tangan Rose.

Tanpa bertanya lagi, Sang sopir melajukan mobilnya ke tempat tinggal Rose. Tak ada percakapan di dalam mobil, berhentilah mobilnya di depan sebuah apartement.

"Sudah sampai, Nona," beritahu sopir.

"Cepat sekali," protes Jennie. 'Oh, jadi dia tinggal di sini,' lanjutnya dalam batin.

"Sudah dibilang rumah saya dekat dengan agensi."

"Kalau begitu ayo kita keliling kota dulu," usul Jennie dengan antusias.

"Tidak, sajang-nim. ini sudah larut lebih baik anda juga pulang ke rumah," tolak Rose.

"Bagaimana dengan besok? kau kan libur."

"Tidak, sajang-nim. saya sudah punya janji," tolak Rose yang kesekian kali.

Mendengar tolakkan darinya membuat Jennie menjadi murung. Sadar akan perubahan ekspresinya, menggoyahkan hati lembut milik Rose.

"Mungkin... lain waktu bisa," ragu-ragu Rose.

"Oke! aku yang atur waktu dan tempatnya," balas cepat Jennie dan ekspresinya berubah senang sumringah.

'Nyesel gue ngasih harapan,' sesalnya dalam batin. "Kalau begitu, teri-"

"Tunggu, berikan ID kakao-mu lebih dulu," potong Jennie sambil menyerahkan ponselnya kepada Rose.

Only METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang