Bab 2 : Asosiasi merupakan buah kegelapan distrik utama

437 46 0
                                    

Tolong klik vote untuk mendukung karya ini. Buat yang sudah baca, terimakasih ♡

Syera mempunyai lukisan yang terukir di otaknya tentang rumah dari seorang penyihir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Syera mempunyai lukisan yang terukir di otaknya tentang rumah dari seorang penyihir. Ia membayangkan sesuatu yang keren seperti, semua perabotan melayang sendiri, ruangan kumuh tanpa cahaya, serta sebuah kendi hitam besar tempat mencampur dan mengaduk ramuan ajaib yang di letakan di tengah rumah.

Namun ekspetasinya runtuh ketika mendapati rumah Adamantine sang penyihir hanyalah rumah biasa seperti kebanyakan rumah manusia pada umumnya.

Bukan gelap dan pengap yang ditangkap Syera tapi ruangan luas yang disinari sinar matahari dari jendela terbuka berbentuk persegi yang panjangnya menyentuh langit-langit. Semerbak harum manis tercium dari bunga mawar yang merambat ke jendela dan masuk ke rumah, membelit dinding beton yang kusam.

Terdapat sofa panjang yang muat tiga orang, warna merahnya kotor seperti tidak pernah dibersihkan dari debu beratus-ratus tahun, dan samping kirinya terdapat sofa single, mengerubungi meja persegi panjang yang terbuat dari kayu dengan belitan ranting mawar yang berduri di setiap kaki meja dan bunga mawar putih yang tumbuh di atas meja, menutupi hampir setengahnya.

Syera beranjak, mendekat pada jendela, jari lentiknya menyentuh embun bening yang terkena bias cahaya membuat bulatan air itu hancur membasahi setiap inchi kelopak mawar putih.

Netranya bergulir pada rak buku besar yang menutupi seluruh dinding sampai mencapai pintu. Udara di atas rak dipenuhi debu yang melayang dengan jaring laba-laba di setiap sudut terdalam dan tergelap rak. Syera dapat melihat laba-laba hitam berukuran jari kelingkingnya berjalan melewati sisi rak, melempar jaring dan berjalan diatasnya menuju sudut langit-langit rumah yang gelap.

Di samping jendela terdapat kursi goyang dari anyaman jerami yang terus bergoyang meski tidak ada yang duduk di sana.

Spot yang nyaman untuk duduk santai sambil membaca buku di bawah cahaya hangat sang surya ditemani kopi panas dan sepiring kue.

Sayangnya Syera bukan tipe orang seperti itu, tapi pemandangan di depannya membuat otak Syera kembali mengingat sang Ayah yang selalu duduk di depan jendela, membacakan buku fantasi kepada dirinya.

Kenangan yang indah.

Bibir Syera tertarik sendu, rasa sedih kembali menguap dan meronta meminta di lampiaskan lewat buliran air mata. Syera menggeleng, dia memutuskan cukup dan menyudahi duka.

Syera berbalik, ingin duduk dan merebahkan lelahnya di sofa merah kumal yang terdapat banyak sayatan,  namun atensinya teralih ketika mendengar suara lembut Garnet masuk pendengarannya.

"Ayok, keponakanku sayang! Kita harus segera pergi ke Asosiasi, sudah tidak ada waktu lagi, kitam hampir terlambat." Garnet mendesak dengan senyum terpatri lebar.

Syera tersenyum pasrah, padahal dia belum sempat duduk sama sekali.

**

Moses mengerjap tatkala Syera menyentuh pundaknya, berpegangan supaya tidak jatuh konyol dari sapu terbang yang di kendarai Moses. Semua anggota keluarga Franklin menaiki sapunya sendiri, terkecuali Lucille yang menunduk di belakang Garnet dalam sapu terbang yang sama.

Alister Franklin : MaldiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang