Keringat mengalir melewati pelipis, membasahi seluruh bagian tubuh tanpa terkecuali membuat badan terasa lengket. Cuaca panas ditambah tanah gersang membuat kerongkongan menjadi kering dan dehidrasi. Kini ketiganya sudah sampai di God Landing paling bawah, tingkat pertama yaitu musim panas.
Syera mengedarkan pandangan dengan netra menyipit karena panas dan juga helai rambut berterbangan oleh angin di padang pasir. Padahal ini adalah tingkat pertama dari beberapa tingkatan pohon, namun di atasnya tidak seperti ranting yang rapat namun seperti langit dengan cahaya matahari asli. Padahal musim disini terbentuk karena kelebihan energi sihir.
"Kau mencari apa?" Tanya Claudine mengernyit sambil mengipasi diri sendiri dengan pakaian.
"Batang pohonnya. God Landing itu pohon raksasa bukan? Tapi batang pohonnya tidak terlihat sama sekali." Jawab Syera.
"Tentu saja, karena ukurannya raksasa. Tingkat pertama itu sangat luas. Tidak! Semua tingkatan sangat luas, terpaksa kita harus berjalan untuk menuju ke batang pohonnya, setelah itu baru kita dapat menyewa tongkat sihir untuk naik ke tingkat atas." Ujar Owen.
"Nenekku tinggal di God Landing juga. Dia peneliti di sini dan termasuk orang pemerintahan. Dia tinggal di tingkat paling atas, musim hujan." Ujar Owen lagi membuat keduanya terkejut.
"Benarkah? Apa artinya kau asli berasal dari God Landing juga?" Tanya Claudine.
"Nenekku bilang, kedua orang tuaku dan beliau berasal dari Unitatem Tera, namun sehari sebelum kelahiranku, mereka pindah kemari dan kedua orangtuaku meninggal setelah Ibuku melahirkanku, jadi aku lahir disini namun belajar ke Academy di Unitatem Tera. Kalian tahu kan masalahku yang tidak punya energi sihir? Kupikir bersekolah disini akan membuatku semakin tertekan karena disini tempat tinggal bangsa penyihir." Ujar Owen memulai langkah membuat Syera dan Claudine mengikuti.
Berjalan menyusuri padang pasir gersang yang panas.
"Maaf mengingatkanmu pada kenangan buruk." Ujar Syera menyesal membuat Owen menggeleng.
"Kita bisa mencari Alister selagi pergi ke tingkat teratas musim hujan untuk menemui Nenekku." Ujar Owen membuat Syera mengangguk.
Netranya menatap sekitar yang terdapat bangunan-bangunan beratap kotak dengan cat berdebu dan pudar. Untung saja Owen sudah memastikan untuk berpakaian tipis, mereka hanya memakai thobe untuk menutupi seluruh tubuh dengan kain panjang yang membebat atas kepala.
Owen bahkan berjalan dengan tongkat penyangga seperti lansia.
Sepertinya perjalanan ini akan menjadi berat.
Claudine meneguk botol minumnya sampai tetes terakhir. Apalagi ketiganya membawa tas besar berisi perlengkapan mereka.
"Sepertinya sangat sulit mencari Alister di tengah padang pasir seperti ini." Ujar Syera menghembuskan napas kasar.
"Jangan bicara. Energimu akan langsung terkuras habis." Ujar Owen pelan, sarat kehausan. Botolnya sudah tandas di tengah jalan saking hausnya karena panas.
"Apa tidak ada kendaraan untuk mempercepat kita menuju batang pohon?" Tanya Claudine, tidak lupa memotret sekitarnya meskipun kepala sudah pusing, tetap dokumentasi nomor satu.
"Sudah kubilang ini negara sihir, bukan? Para penyihir punya mantra lubang dimensi, teleportasi atau sapu terbang. Memangnya dari kita bertiga, ada yang mempunyai mantra seperti itu? Terlebih penyihir elemen apapun punya mantra sihir dasar yang bisa memunculkan air, mereka tidak akan pernah kesusahan air meskipun di padang pasir sialan seperti ini." Ujar Owen dengan napas memburu sebelum menghentikan langkah dan mengerjap, tersadar sesuatu.
"Ada apa, ketua?" Tanya Syera ikut berhenti.
"Aku lupa mengatakan bahwa di padang pasir seperti ini sangat rawan berbahaya karena banyak monster padang pasir yang selalu menyerang turis." Ujar Owen membuat keduanya membelalak sambil meneguk ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alister Franklin : Maldición
FantasyFantasi tinggi, dibumbui aksi dan misteri. Alister Franklin, penyihir hitam yang terkenal si pemilik wajah badut. Auranya suram, misterius dan susah didekati. Lebih suka meracuni babi di peternakan atau memasukan Troll ke dalam asrama ketiban bertem...