Rahasia.
Disebut rahasia karena tidak ada seorangpun yang boleh mengetahuinya.
Maka dari itu, ketika rahasia besar yang disimpan rapat diketahui oleh orang lain, maka sang pemilik rahasia akan rela melakukan apa saja demi menutup rahasianya.
Termasuk ... Membunuh.
Oleh sebab itu Alister berada di sini.
Ruangan gelap, sempit dan penuh debu dengan satu cahaya yang hanya menerangi Alister membuatnya terasa seperti terdakwa hukuman berat.
Netranya mengerjap ketika zat kimia dari racun tanaman yang bisa menyebabkan kehilangan kesadaran mulai habis durasi pakainya.
Tangan Alister diikat ke belakang dengan posisi duduk dengan tubuh yang juga dirantai menggunakan rantai berlapis cahaya biru yang merupakan rantai anti sihir.
Tidak ada kepanikan dalam kedipan netra dan degupan jantung Alister. Hanya ada tarikan sudut bibir karena ini adalah hal yang menyenangkan bagi Alister.
Alister menantikan apakah yang menyekap dirinya adalah pembunuh tersebut?
Jika begitu ini akan semakin mudah untuk memecahkan misteri ketika berhadapan langsung dengan pelaku.
Namun, harapannya luntur seperti lumpur yang dibasuh air.
Ternyata yang membekapnya adalah Lat, ketua Pengusut Kasus Pembunuhan.
"Kenapa kau berada di ruang berkas Tim Pengusut Kasus Pembunuhan? Atas perintah siapa? Dan bagaimana caramu menerobos masuk ke gedung Asosiasi?" Tanya Lat melipat tangannya di depan dada.
"Kau anak Academy rupanya?" Tanya Lat memperhatikan kemeja Alister. "Wajah itu ... Kau Franklin?"
"Kenapa kau menanyakan hal yang sudah pasti?" Tanya Alister datar.
"Tatapan mata yang menyebalkan. Seharusnya kau bersyukur tidak kumasukkan langsung ke penjara karena melakukan tindak kriminal." Ujar Lat tajam. "Pertanyaan terakhir, jangan harap bisa bebas sebelum aku mendapatkan jawaban yang memuaskan. Untuk apa kau berada di ruang berkas Tim Penyusut Kasus Pembunuhan?"
Alister bergeming, melirikan netranya kekiri sebelum membuka mulut, "Aku anak Mading Academy. Kasus pembunuhan akhir-akhir ini membuatku penasaran, dan aku sedang mencari tahu lebih dalam untuk beritaku."
"Dia berbohong." Ujar Lat dalam hati. Bocah bau kencur ini pikir sudah berapa ratus kali dirinya menginterogasi pelaku kejahatan? Dia bisa membedakan gelagat seseorang.
Lat menghembuskan napas kasar. "Informasi apa saja yang telah kau curi?"
"Bukankah tadi kau mengatakan pertanyaan sebelumnya adalah pertanyaan terakhir?" Tanya Alister balik.
"Aku berbicara seperti itu? Baiklah, lagipula aku sudah mengetahui bahwa kau tidak sempat membaca informasi pentingnya mengingat aku lebih cepat membuat dirimu hilang kesadaran." Jawab Lat membuat Alister berdecih kesal. "Aku ingin memberikan pelajaran padamu, namun sayang sekali, aku banyak pekerjaan."
"Artinya aku dibebaskan?"
"Dengan syarat membayar denda karena penerobosan paksa." Jawab Lat menjentikan jarinya membuat rantai yang mengikat Alister hancur berceceran ke lantai.
Alister berdiri dari duduknya sambil meringis merasakan sakit bekas rantai yang membelitnya kuat sebelum menatap Lat tajam.
"Adamantine Franklin pasti marah sekali melihat tagihan denda yang akan dikirim ke rumahnya." Ujar Lat.
"Aku sangat menantikannya." Jawab Alister sambil melewati tubuh Lat dan keluar dari ruangan.
Alister harus bertemu dengan saksi bernama Silas Yeti dan menanyakan langsung tentang apa yang dia lihat saat malam pembunuhan terjadi. Artinya dia harus pergi ke distrik Serigala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alister Franklin : Maldición
FantasyFantasi tinggi, dibumbui aksi dan misteri. Alister Franklin, penyihir hitam yang terkenal si pemilik wajah badut. Auranya suram, misterius dan susah didekati. Lebih suka meracuni babi di peternakan atau memasukan Troll ke dalam asrama ketiban bertem...