Bab 105 : Bloody Past (5) Ames

138 19 3
                                    

Suara raungan terdengar seolah ingin memecahkan gendang telinga orang yang mendengarnya. Ular dengan sisik ikan berwarna gelap, mulutnya terbuka lebar dengan ribuan gigi di mulut atas dan bawahnya, terdapat sirip yang bertumpuk di kedua sisi wajah dan dagunya dengan lensa mata bersinar merah.

Mahluk raksasa itu mengarahkan wajahnya ke arah Ames sebelum ujung ekornya muncul ke permukaan laut dan melecut ke arah Ames.

Ames membelalak tatkala ekor besar itu mengarah kepadanya dari atas, saking besarnya sampai ekornya menutupi semua pandangan Ames pada langit, Ames menjentikan jari sebelum energi sihir biru menudunginya ; membawanya menghilang dari arah sana.

Ekor itu melecut ke pasir membuat badai pasir ke arah sekitarnya sebelum ekornya kembali ditarik ke dalam air, membuat pasir terbelah dua seperti dipisah jurang dalam pada pasir yang baru saja dia pecut.

Mulut Leviathan itu terbuka lebar menampilkan ribuan giginya sebelum energi sihir berwarna biru sedalam lautan menguar dari ujung lidahnya, terus menerus bertambah dan membesar membentuk bola seperti pusaran air dengan bola-bola kecil di sebelah kiri atas dan kanan bawahnya.

Alister mendongkak dengan netra mengernyit melihat bola energi sihir itu dari jauh. Bulu kuduknya merinding dengan jantung yang berdebar namun seringainya malah muncul di wajah.

Bahaya.

Alister dapat merasakan bahaya yang sangat besar beberapa detik ke depan.

Ternyata pemabuk pembuat buku cerita anak itu tidak membual tentang kekuatan Leviathan yang disebutkan sangat dahsyat.

Perlahan pusaran energi sihir di tengah mulut Leviathan itu berubah warna menjadi gelap dan menampilkan sinar-sinar merah.

Alister menyeringai melihatnya.

Jika dirinya tidak fana, mungkin ini sudah kedua kalinya Alister mati.

Gumpalan energi sihir raksasa itu melesat ke arah Ames yang berada beberapa meter jauh dari pesisir pantai yaitu di dalam hutan yang masih berdiri banyak pohon karena bagian ini sebelumnya tidak terkena efek benturan serangan Ames dan Doris.

Gumpalan raksasa itu mendekat sebelum meledak, menelan apapun yang ada di sekitar Ames, meluluhlantakan semua pohon di distrik penyihir dan pada akhirnya menghancurkan semua bagian wilayah distrik penyihir termasuk semua isinya.

Alister yang fana menonton dari atas sapu terbangnya dengan wajah tertegun tatkala distrik penyihir kini berlubang dengan bekas terbakar di sisi lubangnya.

Distrik penyihir hancur tidak bersisa.

Yang tersisa hanyalah pesisir laut yang tersisa sedikit dan berimpitan dengan lubangnya.

Jika begini, tidak akan ada yang dapat selamat dari serangan barusan.

Alister melirik Leviathan yang baru saja kembali masuk ke permukaan laut setelah berhasil menghancurkan satu distrik dengan satu serangan. Netra Alister bergulir pada Doris yang kini berdiri di atas sapu terbangnya sebelum tubuhnya luruh dengan tangan memegang dadanya sendiri.

Memanggil kekuatan sebesar Leviathan membutuhkan energi sihir yang sangat besar.

Tentu saja itu akan membuat semua energi sihir yang ada di dalam tubuh terkuras habis.

Alister mengerjap menatap Doris yang kini terjatuh ke dasar lubang distrik penyihir dari sapu terbangnya dengan tubuhnya yang berubah menjadi pucat pasi dan mengering.

Di saat netranya akan tertutup rapat untuk selamanya, bayangan itu hadir di benak Doris. Mungkin ini yang namanya kilasan balik sebelum kematian.

Doris melihat kilasan dimana anak laki-lakinya yang berusia beberapa bulan sudah dapat berdiri dan berjalan sebelum anak kesayangannya yang bernama Ames berjalan dengan hati-hati dan memeluk Doris yang sudah menunggu sambil merentangkan tangan.

Alister Franklin : MaldiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang