Ekspresi datar adalah satu-satunya ekspresi yang bisa ditemukan di wajah Alister Franklin. Tidak peduli suasana hatinya buruk, ataupun sebahagia dan sehangat musim panas, meksipun itu tidak pernah terjadi.Namun, kali ini berbeda. Raut wajah tidak suka bercampur marah terlihat sangat kentara dari ekspresi Alister ketika Syera turun dari anak tangga terakhir sambil memamerkan punggung tangannya yang sudah di beri tato, akses keluar masuk distrik utama yang artinya Syera sudah diijinkan tinggal disini.
"Sial." Umpat Alister menatap tajam pada wajah senang Syera dan kedua orangtuanya yang sedang memberi selamat.
"Hore! Aku menang!" Teriak Moses mengangkat kedua tangannya ke atas. "Kita menang Lucille." Sahut Moses menoleh pada Kakak perempuannya yang menunduk sambil mengangguk pelan.
"Bayar, Kakak." Moses memperlihatkan telapak tangannya membuat Alister merogoh saku jas hitamnya dan membayar sepuluh koin emas untuk kekalahannya dari Moses dan Lucille.
"Kau hanya memanggilku Kakak jika sedang memoroti uangku." Alister berujar sinis meskipun tidak terlalu mempedulikan Moses.
"Baguslah, Sister! Aku turut senang!" Moses mengucap selamat, entah senang karena keputusan Asosiasi atau karena mengalahkan Alister dalam taruhan.
Netra Alister memutar malas ketika retinanya menangkap senyum Syera yang ditujukan padanya, seolah mengejek kekalahannya. Alister melirik tajam ketika Pria paruh baya yang berusia hampir ratusan abad itu turun dari tangga terakhir dengan Tuxedo dan sepatu pentopel hitamnya yang mengkilat.
Netra merahnya melirik tajam, menunjukan raut tidak suka akan kehadiran keluarga Franklin yang merusak pemandangan.
"Theodore Greer, sudah lama tidak berjumpa! Senang bertemu kembali denganmu." Adamantine menyapa dengan senyum ramah seperti biasa.
"Begitu?" Alisnya menukik di wajah tampannya. "Tapi sayang sekali aku tidak merasa demikian."
Adamantine tidak merespon serius, seolah semua ucapan dengan logat penghinaan adalah sebuah makanan sehari-hari untuknya. Keadaan jadi hening diselimuti rasa canggung, terutama dari Syera yang meneguk ludah dan menunduk gugup, mengingat petinggi Vampir di depannya adalah orang yang tidak mengangkat tangan saat pemilihan suara.
"Aku pun tidak merasa senang ketika bertemu denganmu." Alister bersuara membuat semua perhatian tertuju padanya.
"Jangan berlagak mantan narapidana!" Theodore menekankan setiap kalimatnya satu persatu. "Siapa bilang anak rendahan sepertimu dapat berbicara seenaknya pada petinggi sepertiku."
Syera menukik alis, menatap Alister yang tidak gentar dan tersinggung meskipun di cemooh sedemikian rupa.
Mantan narapidana? Apa maksudnya?
"Apa yang kau banggakan dari menjadi petinggi? Membuat keputusan untuk melenyapkan manusia saja kau tidak bisa." Alister balas berkata tajam membuat wajah Theodore memerah, menahan amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alister Franklin : Maldición
FantasyFantasi tinggi, dibumbui aksi dan misteri. Alister Franklin, penyihir hitam yang terkenal si pemilik wajah badut. Auranya suram, misterius dan susah didekati. Lebih suka meracuni babi di peternakan atau memasukan Troll ke dalam asrama ketiban bertem...