Bab 122 : Last War in Hell (5) Terjerat tipu daya iblis

97 18 7
                                    

“Apa neraka ... benar-benar terlihat seperti ini?” Gumam Parkemi takjub, netranya membelalak kecil dengan netra mengerjap berbinar.

Kaki telanjangnya disapu deburan ombak dan helai rambutnya dicium hembusan angin. Parkemi membeku, berdiri di tepi ombak dengan perasaan campur aduk.

Deg

Kepalanya menoleh dengan bulu kuduk merinding tatkala merasakan aura energi sihir kuat di belakang tubuhnya sampai netranya mengerjap mendapati anak kecil bertubuh kurus, berkulit pucat telanjang dan berambut putih.

Namun yang membuat Parkemi mengeryitkan kening dalam adalah seluruh bagian kiri tubuhnya dari atas sampai bawah terdiri dari ribuan mata merah yang lensanya bergerak kesana-kemari.

Jadi dia iblis pengikut Lilith yang dimaksud Alister.

Tapi sepertinya Parkemi beruntung kali ini, sontak dia membalikan tubuhnya sebelum berlari ke arah lautan, menenggelamkan diri dan muncul kembali sebagai Siren.

Parkemi mulai membuka mulutnya, menyanyikan sesuatu untuk memanggil peliharaannya di dalam lautan, dia tidak perlu ragu kali ini. Dia tidak perlu banyak berpikir dan bercakap tidak penting.

Lawannya adalah iblis pengikut Lilith yang berbahaya.

Dia tidak perlu mengetahui dia iblis yang mana, Parkemi hanya perlu menghabisinya sebelum iblis itu menghabisinya lebih dulu.

“Pemikiran seperti itu salah sekali jika digunakan untuk melawan Iblis.” Ujar anak itu mengangkat sebelah sudut bibirnya karena hanya sebelah yang dia punya.

Parkemi mengernyit sebelum tersadar sesuatu. Nyanyiannya tidak berguna sama sekali untuk memanggil hewan peliharaannya.

Dan lagi ... apa benar ini adalah lautan asli?

“Bingo.” Ujar iblis itu menyeringai sebelum Parkemi tersentak tatkala air lautannya berubah menjadi merah dan panas.

Ini lahar panas.

Tubuhnya berkeringat hebat, jantung memompa cepat sebelum membelalak tatkala ekornya ditarik ke bawah, lengan-lengan berdarah muncul dari dalam lahar, menariknya untuk ikut tenggelam membuat Siren itu kelabakan.

Mencoba melawan namun kekuatannya tidak muncul bahkan setelah ia berusaha mengeluarkan energi sihir pun. Parkemi meraup-raup udara dengan tangan kosong ketika tubuhnya mulai tertarik ke dasar lahar sebelum tenggelam sepenuhnya.

Dia meronta, berteriak kesakitan tatkala panas dan perih mulai mendera seluruh kulitnya. Lahar panas bergejolak itu membakar epidermisnya, melahap dagingnya, menggerogoti tulang-tulangnya sampai menjadi abu.

Bahkan Parkemi tidak dapat berteriak hanya untuk melampiaskan rasa sakitnya karena begitu membuka mulut, lahar panas itu punya akses untuk melelehkan tubuh Parkemi lebih cepat.

“HAH!”

Parkemi membuka netranya paksa dengan napas memburu, meraung kesakitan dan kepanasan sebelum tersadar bahwa tubuhnya baik-baik saja.

Tidak meleleh seperti satu detik yang lalu.

Parkemi meraba tubuhnya sendiri dengan kening mengernyit.

“Apa? Apa yang baru saja terjadi?” Gumamnya pelan, dia masih merasa bingung sebelum bulu kuduknya merinding tatkala mendapati seorang anak kecil berbadan putih dan sebelah badannya penuh dengan bola mata berjalan mendekatinya.

Tidak salah lagi!

Itu pasti iblis pengikut Lilith yang Alister maksud!

Dengan segera Parkemi berlari menuju pesisir pantai terus sampai ke lautan sebelum berubah menjadi Siren.
Parkemi tidak perlu bercakap-cakap dengan iblis ini, dia hanya perlu menghabisinya.

Alister Franklin : MaldiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang