Bab 123 : Last War in Hell (6) Pasukan Legion

59 20 3
                                    

“Darahmu hitam? Sebuah anugerah yang cukup menarik di antara mahluk dimensi sihir lainnya.”

Alister berdecih sebelum meringis tatkala darahnya merembes mengotori pakaian dan lantai sebelum merobek ujung jubahnya sendiri dan membebat lukanya.

Kakinya di bawa berlari untuk menghampiri tongkat sihir dan tangannya yang terlempar sebelum netranya membelalak, Alister menunduk, bokong dan punggungnya menyentuh lantai marmer dan berseluncur sebelum meraih tongkat sihirnya bersamaan dengan tebasan jarak jauh yang melintas di atas kepalanya.

Legion menatapnya, Alister mengubah pergerakannya selama sepersekian detik seperti sudah menyedari bahwa ada yang mengincar lehernya dari belakang.

Tapi itu tidak mungkin, serangan tebasan jarak jauh milik Legion bukan hal sepele yang dengan mudah dideteksi oleh anak kemarin sore.

“Bagaimana kau melakukannya?”

Alister mengedikan kedua bahunya dengan napas terengah-engah, “aura membunuhmu terasa sangat jelas sialan.”

“Aku akan menguranginya mulai sekarang.” Tukas Legion membuat Alister mengernyit samar.

Alister membelalak, menghindar ke kanan bersamaan dengan tebasan tidak terlihat yang melewati pipinya menimbulkan angin samar yang menerbangkan rambutnya.

Tidak hanya satu, tapi ribuan. Tebasan itu datang dari segala arah, 360° dengan Alister sebagai pusatnya.
Alister mencoba menghindar hanya dengan mengandalkan suara angin dan netranya namun tidak berjalan semulus itu. Bahu kiri, betis kanan, kedua pahanya, pipi sebelah kirinya terkena tebasan tidak terlihat itu.

Alister berdecak, mencoba fokus namun tebasannya terlalu banyak dan cepat. Darah hitam berceceran memenuhi hampir seluruh tubuhnya yang tersayat.

Pendengaran dan netra tajamnya tidak cukup untuk menghindari tebasannya yang tidak bisa di prediksi dari arah mana dan sangat cepat. 0,07 detik biasanya adalah waktu Alister dapat menggumamkan mantra namun kali ini waktu sepersekian detik itu di rampas.

Tebasan itu datang lebih cepat dari Alister sempat menggumamkan mantra untuk bertahan. Netra Alister memburam namun di sela kedipannya, Alister dapat melihat bahwa Legion masih duduk di singgasananya dengan kedua tangan menumpu pada pedang.

Dia tidak melakukan apapun.

Lantas dari mana semua tebasan ini berasal? Alister mengernyit bingung.

“Tidak ada mahluk hidup yang pernah mengalahkan enam iblis pengikut Lilith, apalagi mahluk hidup dengan tangan buntung sepertimu.” Tukas Legion membuat Alister berdecak sebelum tubuhnya oleng tatkala luka sayatan yang sudah terbuka terkena lagi tebasan.

“Kau bahkan tidak akan bisa bertahan jika bertarung dengan salah satu pengikut Lilith.”

Alister menghindar ke kiri namun malah tubuh bagian kirinya yang tertebas. Alister jadi berdecak tatkala wajah si gila Ash malah teringat di otaknya, bahkan Alister masih dapat mendengar suara hembusan napasnya yang semerdu hembusan angin.

“Tapi, meskipun begitu aku akan menolongmu, Alister.”

“Dengan kesadaran penuh pun aku tidak menginginkan bantuanmu, Ash.” Ujar Alister sebelum berhasil mengubah tongkat sihirnya menjadi pedang air.

Pedang racun hitamnya terlalu berat untuk dia angkat dengan tangannya yang buntung sebelah, maka dari itu menggunakan pedang air yang lebih tipis adalah jawabannya.

Alister menangkis satu tebasan sebelum memekik tatkala malah pergelangan tangannya yang tertebas sebelum tebasan gila itu memborbardir tubuhnya.

“Brengsek, sialan!” umpat Alister kesal setengah mati.

Alister Franklin : MaldiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang