Khawatir

1.2K 117 4
                                    

Kini Muthe dan Marsha sudah berada di dalam kamar , setelah Muthe memastikan kedua tamunya yang lain sudah memasuki kamar mereka.

Tidak ada percakapan hangat yang biasa mereka lakukan sebelum tidur, yang ada hanya suasana dingin yang dilengkapi dengan backsound suara AC kamar Muthe.

Mereka hanya tiduran sambil menatap langit-langit kamar Muthe, terdiam. Tapi otak mereka terus bekerja. Berfikir kalimat apa yang paling tepat untuk di ucapkan satu sama lain.

Muthe terlanjur kecewa, ia menyayang kan sikap Marsha yang menurutnya sangat bodoh dan egois. Ia tidak paham kenapa Marsha memilih menyakiti Ashel, dan membela laki-laki yang sudah jelas tidak benar. Muthe paham betul kenapa Ashel bertindak seperti itu, kenapa Marsha tidak padahal mereka berada di posisi yang sama pada saat itu.  Ashel hanya tidak ingin Marsha atau sahabatnya yang lain mengalami sesuatu yang buruk seperti dirinya, makanya sekarang ia sangat protective dengan sahabat-sahabatnya, mencoba menjaga mereka dari laki laki buaya ngga tau diri.

Sedangkan Marsha terlalu takut, ia sangat sadar atas kesalahannya. Ego nya terlalu tinggi tadi. Rasa bersalah terus menyelimuti pikiran Marsha. Tapi apa diam akan menyelesaikan masalah, pikir Marsha. Lalu ia teringat pesan Lukman dan Aldo. Marsha pun menarik nafas dalam, mengumpulkan keberanian untuk memecahkan heningnya suara kamar Muthe.

"Muth" ucap Marsha pelan.

"Lo belum tidurkan?" Lanjutnya sambil melirik sahabatnya, mengecek apakah Muthe sudah terlelap.

"Hmm" jawab Muthe sangat singkat.

"Gue minta maaf, gue tau.. gue bodoh" Suara Marsha kini sudah bergetar.

Muthe tiba-tiba bangun dari tidurnya, terduduk diatas kasur. Lalu menatap sahabatnya yang kini sudah menangis. "Minta maaf nya yang bener sha, sini sambil liat mata gue" ucap Muthe sambil membantu Marsha bangun dari tidurnya.

Marsha yang sudah duduk, menatap mata Muthe dalam. Rasa bersalah semakin menyeruak di hatinya ketika melihat ujung bibir Muthe yang terluka karna tamparannya yang cukup keras tadi.

"Gue minta maaf muth, gue minta maaf karna gue bodoh, gue minta maaf karna gue ngga jujur, gue minta maaf karna.... Gue nyakitin sahabat-sahabat gue" Marsha lalu menunduk setelah mengucapkan semua kalimat itu.

Sedangkan Muthe tersenyum mendengar permintaan maaf Marsha tadi, ia lalu mendekati sahabatnya itu, memeluknya erat.

Pelukan Muthe yang terasa hangat membuat Marsha semakin menangis, menyesali semuanya. Ia hampir kehilangan hal yang berharga hanya karna ego nya.

"Gue maafin sha, gue tau itu semua bukan maksud lo, tapi jujur gue ngga sepenuhnya paham kenapa lo bisa ngambil keputusan itu.. lo bisa jelasin ke gue?"

Muthe melonggarkan pelukannya, menatap Marsha yang kini mengangguk sebagai jawaban.

Malam itu menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua, Marsha meluapkan semuanya ke Muthe. Banyak cerita tak terduga yang Muthe dengar, membuatnya lebih memahami kenapa marsha memilih Chiko.

"Lo kenapa ngga ngomong dari lama sha?" Tanya Muthe kepada sahabatnya itu.

"Gue juga ngga tau muth, mungkin emang trigger awalnya ka Chiko" jawab Marsha yang kini perasaannya jauh lebih lega.

Lalu Muthe pun menatap Marsha, mengambil kedua tangannya lalu menggenggamnta erat. "If you want to try something new, lu bisa kok ajak gue sama yang lain, tapi tetep pake otak, jangan kayak kemaren lo minum ngga jelas di bar" ucap Muthe serius.

"Iya Muthe" Marsha tersenyum singkat, sebelum akhirnya ia kembali teringat Ashel dan Olla.

Melihat perubahan ekspresi itu Muthe pun lalu mengelus pelan tangan Marsha, mencoba menenangkan. "Untuk Ashel sama Olla, lo cukup jelasin kayak apa yang lo lakuin ke gue sekarang... gue jamin mereka paham sha.. you don't need to worry".

Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang