Tring ...
Lonceng berbunyi. Seorang anak laki-laki mengenakan seragam putih abu dengan sepatu sneakers putih di kaki masuk ke dalam sebuah kafe. Kehadirannya berhasil menarik perhatian seorang gadis yang tengah menyeruput susu strawberry, minuman kesukaannya.
“Zan, pujaan hati aku kenapa makin hari makin ganteng, ya?”
“Kak Langit? Mana?”
“Itu, kayaknya lagi pesen sesuatu.”
Dia Rubiana Akila. Sosok pengagum Langit Arshaka sejak hari pertama menginjak SMA Rajawali. Pertemuannya dengan cowok itu tak berjalan mulus. Di mana saat itu, Akila tak sengaja menabrak Langit di koridor hingga setumpuk buku yang ada di pangkuan cowok itu jatuh berceceran.
Di samping Akila ada Zania. Sahabat Akila semenjak menjalani serangkaian acara MOS, berakhir satu kelas. Entah terbuat dari apa telinga Zania, sehingga selalu betah berlama-lama bersama Akila yang super heboh, cerewet dan terkadang kelewat polos sampai tepuk jidat.
“Kak Langit makin memesona. Akila semakin dibuat jatuh cinta sampe kayang, sampe salto, Zan.” Akila menangkup kedua pipinya tanpa mengalihkan pandangan.
“Jatuh cinta nggak sampe kayang sama salto juga kali, Kil. Ada-ada aja lo.” Zania geleng pelan sembari menyeruput es boba.
Akila merapikan rambut serta penampilannya. Jaket berwarna merah muda yang melekat di tubuhnya tak pernah ketinggalan. Sebelum bangkit berdiri, Akila memastikan jika aroma parfum masih melekat.
“Jangan bilang lo mau nyamperin, Kak Langit?” tanya Zania setelah memperhatikan gerak gerik sahabatnya itu.
“Harus disamperin dong, Zan. Biar Kak Langit makin peka and segera bales perasaan Rubiana Akila yang cantiknya super membahana ini.” Akila meraih ranselnya.
“Peka apanya. Yang ada lo makin dimarahin. Tuh cowok nggak bakal peka sampe kiamat tiba.” Zania kembali mengingatkan.
“Eitss ... Seorang Akila nggak bakal gampang nyerah. Suatu hari nanti, Kak Langit bakal jatuh cinta sama Akila. Percaya deh.” Akila menampilkan cengiran penuh percaya diri.
“Iya, iya. Serah lo. Sana, samperin crush kutub lo itu.” Zania mengibaskan tangan.
Akila mengangguk sambil mengacungkan jempol. Tubuhnya perlahan berputar beberapa derajat, menghadap Langit. Senyumnya semakin merekah, melangkah bak model menuju sang gebetan.
“Hello, My Crush?” sapa Akila sambil berbisik pelan membuat wajah Langit semakin datar.
Akila melipat kedua tangan di depan badan. Matanya tak henti menelusuri setiap inci wajah Langit yang begitu menawan. Pahatan Tuhan yang satu ini benar-benar sempurna membuat Akila semakin berdebar.
“Berenti gangguin gue!” ketus Langit sambil bergeser. Ia tak pernah nyaman kala Akila menatap lekat wajahnya.
“Enggak bisa, Kak Langit. Sehari aja enggak nyapa Kak Langit gini berasa sepuluh abad. Sumpah, Akila enggak bisa ....” Akila menggeleng-geleng.
Langit berdecak. Ia memilih melangkah ke barisan pertama untuk mengambil pesanan. Sementara Akila mulai memberi kode pada sahabatnya sambil melempar kunci mobil ke kolong meja tempatnya semula.
“Kak Langit, habis ini anterin Akila pulang, ya. Sopir Akila enggak bisa jemput karena sakit tipes,” ujar Akila sembari mengekori Langit yang berjalan keluar dari kafe.
“Bodo!” jawab Langit. Ia mempercepat langkah menuju mobil yang ada di parkiran.
Bukan Akila namanya jika berdiam diri. Ia menerobos punggung Langit saat cowok itu membuka pintu mobil, hendak masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Narsis Baby (TERBIT)
Novela JuvenilFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE! JANGAN TUNGGU SAMPAI ENDING, NANTI NYESEL🥵 Ini bukan kisah tentang Cinderella yang kehilangan sepatu kaca atau pun kisah seorang nerd girl yang bertemu pria kaya raya. Ini hanyalah kisah Ru...