100 Days After

80.3K 1.9K 55
                                    


Fuck you, Drew.

Aku mengangkat tangan tinggi-tinggi untuk mengikuti irama musik EDM yang memenuhi pendengaranku. Pengaruh alkohol lumayan bisa membuatku lupa akan masalah yang membawaku kabur ke Bali.

Hari ini, tepat seratus hari sejak hubunganku dan Drew berakhir. Teman-temanku mengajakku ke Bali untuk merayakan ‘Seratus Hari Tanpa Si Berengsek Drew’.

Aku bisa hidup tanpa Drew. Setelah dipikir-pikir, dia enggak pantas untuk ditangisi. Meski, well, aku menghabiskan sepuluh hari pertama dengan menangis dan mengurung diri di kamar. Drew tidak hanya mematahkan hatiku, tapi juga membuatku ragu bahwa ada pria baik-baik di dunia ini.

Di atas kertas, Drew memenuhi semua kriteria yang diinginkan orang tua untuk dijadikan menantu. Drew bahkan membuat hubunganku dan orang tuaku yang sempat merenggang, jadi mendingin untuk sementara waktu. Dia mungkin bukan pria paling ganteng yang pernah kukenal, tapi Drew mengatasi kekurangan di departemen fisik dengan menjadi juara di bidang lain. Dia sangat sopan, bahkan Drew bisa meluluhkan hati Pak Jendral, alias ayahku, dengan sopan santun yang dimilikinya. Menurut Mama, anak sekarang makin sedikit yang sopan, dan Drew menjadi satu di antara segelintir orang yang dimaksud Mama.

Selama setahun pacaran, Drew benar-benar membuatku seperti tuan putri.

Sampai akhirnya, Drew mengancurkan hatiku.

Aku menggeleng, mengusir bayangan Drew dari benakku. Ini hari keseratus, aku sudah berjanji untuk tidak lagi menangisi Drew.

Mulai besok, aku akan move on.
Nava dan Pat membantuku membuat daftar untuk bisa move on dari Drew. Poin pertama adalah resign agar enggak perlu melihat muka Drew lagi. Mulai minggu depan, aku akan bekerja di kantor baru. Awalan yang baru. Dengan membuat jarak dari Drew, aku yakin bisa melupakannya lebih cepat.

Kedua, liburan ke Bali. Nava dan Pat memaksaku angkat kaki dari rumah yang kami tempati bersama. Aku enggak enak menolak, karena mereka sudah mau repot-repot membantuku melupakan Drew.

Di Bali, aku juga membuat daftar apa saja yang ingin kulakukan. Ini saatnya untuk memikirkan diri sendiri. Rasanya sudah sangat lama sejak kali terakhir aku benar-benar memikirkan apa yang ingin kulakukan untuk memanjakan diriku sendiri?

“Meringis aja, Babe. Senyum dong.” Nava menyenggolku. Hampir saja aku limbung karena high heels enggak cocok dipakai saat dalam pengaruh alkohol.

“Udel gue masih sakit.”

Nava terkikik. Matanya melirik pusarku yang kini dihiasi oleh piercing. Malam ini aku memakai bralette yang menunjukkan perutku. Ini ide Pat, karena aku harus memamerkan hasil tindik yang kulakukan tadi siang.

Piercing di pusar merupakan salah satu dari daftar 101 Cara Melupakan Drew yang kulakukan. Aku enggak tahu hubungannya apa, aku hanya ingin melakukan sesuatu yang membuatku merasa seksi sehingga Drew menyesal sudah mencampakkanku.

Hence, navel piercing.

Tadinya Nava menyarankan untuk melakukan tindik di puting, tapi aku menolak mentah-mentah. Masalahnya, ini putingku. Aku yang akan kesakitan. Nava, sih, santai aja memberikan ide karna bukan dia yang akan kesakitan.

Sebagai gantinya, aku membuat tato di payudara kananku.

Anyway, jangan lupa daftar ketiga.” Pat mendekati sambil tertawa puas. “Gue sengaja bawa lo ke sini biar bisa dapetin cowok ya.”

Pat berkenalan dengan Adam ketika kami berada di Finns. Sesi flirting itu membuat mereka jadi dekat sehingga Adam ikut dalam liburan ini. Adam memberitahu kalau temannya mengadakan pesta di villa yang disewanya. Pat langsung menerimanya karena menurut Adam, ada banyak cowok di pesta tersebut.
Hal itulah yang membuatku berakhir di pesta ini.

Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang