Mimi
Saat berada di kamar Oslo, aku baru merasa sepenuhnya aman. Darius sudah tertinggal jauh di belakang. Aku bersumpah tidak akan mau terlibat dengan laki-laki kurang ajar seperti dia.
Oslo tidak bertanya apa yang terjadi, tapi sorot matanya menatapku penuh pertanyaan. Sebagai gantinya, dia tidak henti memelukku. Cepat atau lambat, aku akan menceritakan apa yang kualami, tapi untuk sekarang aku hanya butuh kehadiran Oslo.
"Mas..." Aku berjinjit dan melingkarkan lengan di lehernya. Dengan begitu, aku bisa menciumnya. "Cium aku, kumohon."
Ada pertentamgan di mata Oslo. Namun hanya sebentar. Tak lama, Oslo mendekapku erat dan membalas ciumanku.
Ini yang kubutuhkan. Ciuman Oslo untuk menghapus sisa mimpi buruk yang ditinggalkan Darius.
Oslo merebahkan tubuhku di tempat tidur. Dia menudungiku, mengalirkan rasa aman ke sekujur tubuhku. Tak sedikit pun dia melepaskan ciumannya. Sebaliknya, ciumannya terasa makin menuntut.
Di balik kelembutan sentuhannya, ada hasrat tak terbendung.
"I need you," bisikku.
"Aku di sini," balas Oslo.
Aku mengangkat tangan ketika Oslo melepaskan pakaianku. Dia menyelipkan tangan ke balik punggungku untuk membuka kaitan bra, lalu menariknya turun. Bibirnya langsung menyerbu payudaraku, mencumbunya, melahapnya hingga mengalirkan gelenyar penuh kenikmatan dari dalam tubuhku. Aku melengkungkan punggung sementara Oslo meraup payudaraku sebanyak yang dia bisa.
Kebutuhan yang sangat mendasar. Dan aku tahu hanya Oslo yang bisa memenuhi kebutuhan ini.
Mulutnya berpindah ke sisi payudaraku yang lain, memberikan rangsangan yang sama.
Kebutuhan itu semakin menjadi-jadi. Tanganku bergerak melepaskan kancing celanaku. Oslo meninggalkanku sejenak untuk meloloskan celanaku, meninggalkanku dalam keadaan telanjang di bawahnya.
Tubuhku sepenuhnya berada dalam kuasa Oslo. Aku tidak melawan. Tidak ada keinginan untuk melawan.
Sebaliknya, aku malah menyerahkan tubuhku sepenuhnya.
"Kamu milikku, Mimi," desah Oslo. Aku terkesiap ketika dia melesakkan jarinya ke dalam tubuhku.
Jeritan yang keluar dari mulutku cukup untuk memberi tahu bahwa klaim yang disampaikannya benar.
"Kamu milikku, Mimi," ulangnya. Oslo menciumi bagian belakang leherku sebelum beranjak menuju bibirku. Hilang sudah kelembutan seperti yang tadi diberikannya. Oslo menciumiku dengan kasar, liar, dan menuntut.
Ciumannya beranjak ke leherku. "Kamu milikku," ujarnya dan mengisap kulit leherku.
Oslo baru saja meninggalkan bekas dirinya di tubuhku. Sedikit pun aku tidak keberatan jika Oslo mengklaim teritori di tubuhku.
"Susumu punyaku," ujarnya lagi sebelum melahap payudaraku. "Enggak ada satu pun yang boleh menyusu di sini selain aku."
Suaranya yang kasar dan berat mengalirkan gelenyar ke seluruh tubuhku.
"Aku milikmu," balasku dengan susah payah.
Oslo pindah ke payudaraku yang lain. Lidahnya menjilati putingku yang mengeras.
"Bagus, jadi kamu bisa lupakan laki-laki lain yang menginginkanmu." Oslo melumat payudaraku, membuatku menjerit penuh kenikmatan. "Hanya aku yang bisa membuatmu menjerit seperti ini."
"Yes, yes, yes," ujarku buru-buru. Aku meremas bantal untuk mengatasi siksaan yang diberikan Oslo
Oslo meninggalkan payudaraku. Dia bergerak turun hingga wajahnya berada tepat di kewanitaanku. Jarinya masih mengoyakku, dan lidahnya ikut bergabung. Oslo mencium klitorisku, mengisapnya sehingga tubuhku bergetar dan aku tak henti menjerit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
RomanceSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...