Happy New Year

20.3K 1.5K 65
                                    

Mimi

"Happy New Year!" Aku mendentingkan gelas berisi bir dan disambut oleh Nava dan Pat.

Tahun baru. Sebuah awal yang baru.

Nava membawaku ke The H Club untuk merayakan pergantian tahun. Pat yang tidak punya rencana menyetujui ajakan tersebut. Tadinya aku malas, clubbing terasa tidak lagi menyenangkan. Aku lebih memilih diam di rumah dan meringkuk di tempat tidur bersama Pussy.

Kedua temanku tidak mengizinkan. Mereka menarikku dari atas tempat tidur, dan tidak beranjak dari pintu kamar mandi sampai aku selesai mandi. Nava memaksaku memakai sequin dress yang sangat tidak nyaman, Pat menyurukkan stiletto ke kakiku.

And here I am now. Di tengah lautan manusia yang menghabiskan malam pergantian tahun di club besar ini.

Mungkin awalnya aku malas, tapi detik ini, ketika countdown selesai dan memasuki tahun yang baru, aku tidak menyesal sudah datang ke sini.

"Waktu itu kalian memaksa gue ke Bali buat lupain Drew. Sekarang kalian juga ada buat gue di saat gue patah hati lagi. I love you guys." Aku memeluk Nava dan Pat berganti-gantian.

"Please, deh. Jangan nangis lagi. Bosan gue lihat lo nangis terus," ledek Nava.

Kantorku memberlakukan libur panjang saat natal hingga tahun baru. Selama dua minggu, aku mendapat jatah libur. Nava dan Pat sampai berbusa-busa menyuruhku liburan, tapi aku malah malas-malasan di rumah. Netflix jadi satu-satunya sumber hiburanku. Netflix juga yang jadi cara mengalihkan perhatian agar aku tidak ingat Oslo dan tidak lagi menangis.

"Gue janji enggak bakalan nangis lagi. Kayak enggak ada cowok lain aja," jelasku.

"True," timpal Pat.

"Lagian, gue kan punya kalian berdua. Dan Pussy. Kasian dia sendirian di rumah." Pussy benar-benar jadi teman baikku selama dua minggu belakangan. Meski dia jadi lebih manja dan semena-mena semenjak aku diam di rumah, tapi aku tidak keberatan membersihkan kotorannya atau mengajaknya jalan-jalan. Dia membuatku sibuk, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan Oslo.

"Gue mau selibat dulu, enggak mau terlibat sama cowok lagi," ujarku.

Nava menatapku tidak percaya. "Yakin?"

Aku mengangguk kencang.

"Di arah pukul tiga, ada cowok cakep dari tadi lihatin lo terus."

Aku menoleh ke arah yang ditunjuk Nava. Dia benar, di kejauhan ada cowok yang menatapku. Dia mengangkat gelasnya ketika aku bersitatap dengannya. Aku tersenyum sopan sebelum kembali menghadap teman-temanku.

"Nope. Gue mau sendiri. Biar dia istirahat dulu." Aku menunjuk ke bagian bawah tubuhku, mengundang tawa Nava dan Pat.

"Darius masih ganggu lo?" tanya Pat.

Mendengar nama Darius membuatku emosi. Aku jadi kasihan sama Om Prabu karena dia benar-benar baik.

"Gue yakin someday dia akan kena kasus. Tinggal tunggu waktu aja." Aku berkata. "Padahal bokapnya baik."

"Bokap lo sendiri?"

Kalau ada yang disyukuri dari makan malam penuh tragedi itu, Bapak sedikit melunak.

"Masih diam-diaman sama gue, tapi setidaknya sudah enggak kayak dulu. Bapak enggak nyangka kali Mas Andre bakal belain. Gue aja enggak nyangka," jawabku.

Keuntungan lainnya, hubunganku dan Mas Andre membaik. Aku baru tahu kalau Mas Andre rutin berkonsultasi dengan psikolog. Dia mengalami depresi akibat tuntutan Bapak. Mas Andre menyadari banyak hal yang salah dan tanpa sadar dilakukannya. Dia memendam emosinya sendiri, karena terlarang baginya untuk menunjukkan emosi. Tangisan hanya untuk manusia lemah, itu kata Bapak, sehingga Mas Andre tidak pernah mengakui perasaannya sendiri. Untung saja, Mbak Tiara benar-benar baik. Meski dijodohkan, mereka saling jatuh cinta. Mbak Tiara mendampingi Mas Andre dalam melawan depresinya.

Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang