Oslo
"Kenapa Mas Oslo ada di hotel itu?" Mimi bertumpu ke siku sehingga dia bisa menatapku.
"Mi, kamu mengirim pesan seperti itu. Kamu pikir aku bisa diam aja di tempat?" Aku bertanya.
Aku sedang sarapan ketika menerima pesan tersebut. Awalnya aku tidak menggubrisnya. Aku menganggap pesan itu hanya candaan semata. Mengingat ini Mimi, bukan sekali ini saja dia mengirim pesan berisi candaan kepadaku.
Namun, ada yang membuatku terganggu. Pesannya tidak terasa seperti bercanda. Aku tidak tahu apa yang membuatku langsung resah begitu membaca pesannya.
Apakah karena ada pria lain yang membawa Mimi ke hotel? Terlebih pria ini pilihan ayah Mimi.
Benakku memainkan banyak skenario. Hingga aku membayangkan Mimi tengah bercinta dengan pria ini, aku tidak lagi bisa menahan emosi. Aku langsung membayar makanan yang belum kusentuh dan menyetir seperti orang kesetanan ke hotel yang dimaksud Mimi.
Firasatku benar. Karena begitu melihat Mimi keluar dari lift dengan wajah panik, rasanya ingin menghampiri cecunguk sialan itu dan menghajarnya.
"Maksudku, kenapa Mas Oslo ada di Bandung?" tanya Mimi lagi.
"Kamu yang menyuruhku menyusul ke sini." Aku memberi alasan aman.
Situasi yang dihadapi Mimi tidak baik-baik saja. Aku tidak ingin merusak harinya jika memberitahu bahwa kedatanganku karena ingin mencari pengalihan dari dilema yang membelitku di Jakarta.
"Baby, what's wrong?" tanyaku ketika melihat Mimi kembali sendu. Binar di matanya meredup. Baru kali ini aku menghadapi Mimi yang seperti ini. "Dia menyakitimu? Kalau iya, biar aku menghampirinya dan menghajarnya."
Mimi memaksakan diri untuk tersenyum, tapi senyumnya terlihat begitu dipaksakan.
"Bapak menjodohkanku dengannya. Enggak ada yang salah dengan dia, di mata Bapak. Namun aku langsung enggak suka karena dia sombong." Mimi membuka suara.
Ada yang menumbuk ulu hatiku ketika menyadari Mimi dijodohkan. Membayangkan ada pria lain yang memiliki Mimi membuatku resah. Baru beberapa menit yang lalu aku mengklaim Mimi sebagai milikku, dan sekarang, setelah aku bisa berpikir jernih, aku tidak akan melupakan klaim itu.
Mimi milikku.
Pria itu, siapa pun dia, tidak akan bisa memiliki Mimi.
Aku semakin mempererat pelukanku di tubuh Mimi. Belum pernah aku merasa sangat protektif seperti ini. Fakta bahwa ada pria lain yang bisa memiliki Mimi membuatku jadi sangat protektif.
Shit, what's wrong with me?
"Dia mengajakku jalan. Tiba-tiba, dia bilang ada yang ketinggalan di hotelnya. Makanya dia membawaku ke sana." tubuh Mimi menegang. Apa pun yang terjadi di kamar hotel itu membuatku ingin memburu pria berengsek itu, bahkan ke ujung dunia sekalipun. "Aku takut terjadi sesuatu, makanya aku mengirim pesan itu. Aku enggak bermaksud pesan itu jadi serius, tapi..."
Tubuh Mimi menegang, membuatku memeluknya. "It's okay, Baby. You're fine. I'm here for you."
Mimi menghela napas panjang, berusaha meredakan getaran di tubuhnya.
"Aku mau pergi dari kamarnya, tapi dia menahanku. Dia ... telanjang." Mimi tercekat.
Kini, tubuhku yang menegang. "Son of a bitch."
"Dia berusaha memperkosaku. Aku melawan sehingga bisa kabur."
Aku semakin mempererat pelukanku di tubuh Mimi. Ayahnya harus diberi peringatan. Bisa-bisanya dia menjodohkan putrinya sendiri dengan laki-laki seperti itu. Seharusnya dia mencari tahu lelaki seperti apa yang hendak dia jodohkan dengan Mimi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
RomanceSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...