Kamis malam menjadi salah satu momen yang kutunggu-tunggu. Itu jadwal lari di GBK bersama Reggy dan Nina. Meski beberapa waktu belakangan aku sering lari bersama Reggy demi mempersiapkan diri untuk liburan ke Labuan Bajo, malam ini aku kembali seperti semula. Malas-malasan bersama Nina.
Lari kembali menjadi excuse. Nina, karena membunuh waktu menunggu Stevie yang sedang nge-gym, dan aku yang sekarang mempunyai alasan sama dengan Nina. Membunuh waktu menunggu Oslo selesai nge-gym.
Mungkin saja setelah itu dia membawaku pulang ke rumahnya.
I miss having sex with him.
Oslo membuatku berubah jadi maniak seks. Padahal baru empat hari semenjak pulang dari Labuan Bajo dan aku sudah merindukan dirinya. Aku mengutuk kesibukan Oslo yang tak ada habisnya sehingga untuk bertemu saja susah.
Aku harus segera mengajaknya untuk menemaniku ke Bandung.
Ini juga alasanku menunggu-nunggu Kamis malam ini. Setidaknya Oslo sedikit lowong. Aku bisa menemuinya di gym.
Sedikit flirting tidak ada salahnya, kan?
Nina menunggu di bench sementara aku menghampiri Oslo. Aku mengernyit ngeri melihat alat yang dipakainya. Alat itu terlihat begitu menakutkan. Oslo berbaring di bench yang tersedia, di atasnya ada alat yang dibebani beban puluhan kilo, dan Oslo mengangkatnya. Kalau aku yang ada di posisi itu, plat besi pasti sudah menghimpit tubuhku.
"Apa?" tanya Oslo. Tidak sedikit pun dia ngos-ngosan meski mengangkat beban seberat itu.
Enggak heran kalau dia bisa mengangkat tubuhku dengan enteng.
"Mau latihan," jawabku.
Oslo terkekeh. Dia melirikku dengan tatapan tidak percaya di wajahnya.
"Pemanasan dulu di treadmill."
Alih-alih mengikuti arahannya, aku malah bergeming di tempat. Oslo tidak menghiraukanku, dia tetap mengangkat beban sesuai hitungannya. Setelah selesai, dia mengembalikan alat ke tempatnya dan bangkit duduk.
"Apa lagi?"
Aku tersenyum simpul. "I miss having sex with you."
Oslo kembali terkekeh. Tanpa menutup-nutupi keinginannya, matanya menjelajahi tubuhku yang mala mini hanya terbalut legging dan sports bra.
"Yeah, I miss your body too."
"So, your place tonight?" tanyaku.
Oslo bangkit berdiri. Dia menangkup kedua pundakku dan memutar tubuhku. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia mendorong tubuhku hingga aku berada di depan treadmill. Dia menyalakan mesin tersebut, lalu memintaku naik ke atasnya. Setelah mengeset waktu dan kecepatan, aku mulai berjalan kaki mengikuti gerakan mesin tersebut.
"Sepuluh menit."
Aku mulai menyesuaikan diri dengan kecepatan mesin tersebut. Niatku menghampiri Oslo untuk menggodanya. Olahraga hanya alasan. Namun sepertinya aku harus olahraga terlebih dahulu. Tidak ada salahnya, karena saat melihat Oslo, aku merasa terintimidasi. Dia begitu kuat, aku sudah membuktikannya sendiri. Aku ingin merasakan keperkasaan Oslo lebih lama, jadi tidak ada salahnya untuk berolahraga.
Sepuluh menit berlalu. Aku pun turun dari treadmill dengan napas tersengal-sengal. Oslo menatapku dengan cengiran meledek di wajahnya.
"Awas aja kalau ketawa," ancamku dan menyikut rusuknya, membuat tawanya tumpah.
Sambil terus tertawa, Oslo membawaku mendekati salah satu mesin. Dari bentuknya, mesin itu tidak semenakutkan seperti mesin lainnya. Oslo menyuruhku duduk di sana. Ketika duduk, ada bantalan yang menahan kakiku hingga tertutup rapat. Oslo mengatur beban di sisi kiri kanan mesin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
RomanceSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...