Aku enggak terima langsung ditolak seperti ini. Lagi pula, alasannya mengada-ada.“Apa salahnya kalau gue terlalu muda?” tantangku.
Dia melirikku sekilas. “Salahnya, cewek seumuran lo cuma membawa masalah.”
Aku menatapnya dengan mata menyipit. “Like what?”
Oslo memutar tubuhnya hingga menghadapku. Posisiku yang juga tengah menghadap ke arahnya membuat pahanya menyentuhku. Dia menunduk sekilas, dan aku memanfaatkan momen itu untuk memutus jarak dengannya. Aku sengaja menahan sebelah pahanya dengan kedua pahaku. Oslo menggeram pelan, tapi tidak kupedulikan.
Aku memang tidak mengenalnya. Namun dari pertemuan singkat ini, aku bisa menebak dia berbeda dari Drew. Fakta pertama, Drew enggak akan berakhir di pesta seperti ini. Drew yang judgemental, menganggap pesta hanya untuk manusia shallow seperti Nava dan Pat. Dia bahkan menyebutku berpikiran dangkal karena berteman dengan Nava dan Pat.
He’s a red flag. Aku aja yang terlalu bodoh untuk tidak melihat bendera merah berbahaya itu.
“Nothing.”
Dia berusaha melepaskan diri, tapi aku semakin mencondongkan tubuhku ke arahnya. Aku melihat Oslo terkesiap dan langsung jaga jarak denganku.
Dari caranya menatapku seolah aku makhluk penyakitan yang menularkan penyakit serius. Dia tidak menutupi keinginannya untuk jauh-jauh dariku.
“Why?”
Oslo menggeram. “Gue bercerai karena terlibat hubungan sama cewek muda kayak lo. Puas?”
Aku terbahak saat mendengar jawabannya. Seharusnya aku bersimpati pada masalahnya, tapi aku tidak bisa menutupi perasaanku.
“There you are. Benar, kan, tebakan gue? Semua yang datang ke sini karena lari dari masalah. Gue yakin, masalah lo yang paling berat.” Aku menepuk pundaknya bersahabat. “Well, gue paling sebal sama tukang selingkuh, tapi lo mungkin bisa mengubah pendirian gue. Meski gue enggak yakin ya tindakan lo buat selingkuh bisa dibenarkan.”
Oslo menatapku dengan tatapan datar dan ekspresi malas di wajahnya. “No, thanks.”
Aku menyenggol lengannya. “Ayolah. You know what, katanya curhat sama stranger itu terbukti ampuh. Gue putus karena pacar gue sudah punya pacar di kampungnya dan mereka sudah lama mau nikah. Gue baru tahu kalau gue orang kedua setelah dia mutusin gue dan ngasih tahu dia mau nikah. Berengsek, anjing.”
Aku melihat Oslo menahan senyum. Meski sudah seratus hari berlalu, aku masih belum bisa memaafkan diri karena bersikap terlalu bodoh. Aku sama sekali enggak menyangka kalau Drew punya pacar di Malang, dan mereka sudah lama berpacaran. Selama ini aku hanya selingan di hidup Drew sebelum dia menikah.
“Terus, dia berani-beraninya menghubungi gue setelah putus. Seminggu sebelum dia nikah. Katanya mau minta jatah mantan. Jatah mantan taik kucing,” lanjutku.
Kali ini, Oslo tidak lagi menutup-nutupi ekspresi geli di wajahnya.
“Biar gue tebak. Lo beneran ngasih jatah mantan.”
Aku menunduk dan hampir saja menghempaskan keningku ke meja bar. Si tolol Mimi yang sudah puas menangis karena Drew, mau aja diajak ketemuan. Aku masih berharap Drew membatalkan pernikahan itu dan memilihku. Bahkan setelah seks yang panas, Drew enggak kembali kepadaku.
“Dia enggak ganteng, tapi kontolnya enak banget. Makanya gue suka sama dia. Gue berharap dia mau milih gue, tapi setelah puas, dia cuma bilang kalau itu terakhir kalinya dia bisa ketemu gue karena minggu depan mau nikah. Gue sumpahin dia enggak bisa ngaceng lagi.” Aku merasakan emosiku kembali memuncak ketika memikirkan pertemuan terakhirku dengan Drew.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
عاطفيةSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...