Mimi
Lari malam sepulang dari kantor sudah menjadi rutinitasku bersama Nina dan Reggie. Meski yang lari beneran hanya Reggie, sementara aku dan Nina hanya jalan kaki sambil cuci mata.
Belakangan aku bisa mencium alasan lain di balik ajakan lari dari Nina. Di hari yang sama, Stevie dan Oslo menjadi trainer di gym yang ada di GBK. Sepertinya aku harus memperingatkan Nina soal aturan larangan pacaran di kantor, karena aku semakin sering memergokinya berduaan dengan Stevie.
Kedengarannya munafik, karena secara tidak langsung aku juga berhubungan dengan Oslo. Pura-pura, sih. Dan itu pun seringkali berlaku sepihak, hanya dari sisi Oslo.
Aku belum menemukan bayaran yang pas untuk sandiwara itu.
"Gue ke sana dulu, ya." Nina langsung memelesat meninggalkanku. Dia berlari menghampiri Stevie. Dengan santai Nina melingkarkan lengannya di leher Stevie dan pria itu balas merangkul pinggangnya. Aku bahkan sempat melihat Oslo menampakkan ekspresi kesal yang dibalas Stevie dengan reaksi yang tak kalah kesal.
Dia tahu soal hubungan Nina dan Stevie? Selain bicara dengan Nina, aku juga harus memperingatkan Oslo. Dia atasanku, dia sendiri yang memperingatkanku akan aturan tersebut. Seharusnya dia tidak tutup mata soal pelanggaran tersebut.
Saat Oslo mengambil arah yang berlawanan dengan Stevie, aku malah mempertimbangkan untuk menghampirinya. Aku sampai harus menahan kaki agar tidak berlari ke arahnya. Alih-alih, aku malah memutar tubuh dan beranjak menuju arah sebaliknya.
Baru beberapa langkah, aku sontak terhenti. Tak jauh di depanku, ada Drew. Rasa panik menjalariku. Ini kali pertama aku bertemu Drew setelah dia menikah. Drew tidak sendiri. Ada perempuan lain bersamanya. Aku tidak tahu apakah itu istrinya atau pacarnya yang lain.
Aku tidak mau bertemu Drew. Apalagi aku sendirian. Aku tidak mau bertemu mantan pacar dan merasa kalah di depannya.
Ingatanku melemparkanku ke sosok Oslo dan utangnya. Aku langsung berlari ke arahnya.
Oslo terkesiap saat aku tiba-tiba merangkul lengannya.
"God damn it, Mimi. Jangan bikin orang kaget," etusnya.
Aku hanya bisa menyengir dengan ekspresi bersalah di wajahku.
Oslo melirik lengannya yang berada dalam genggamanku. "Apa nih maksudnya?"
"Aku mau nagih utang Mas Oslo."
Keningnya berkerut, memintaku memberikan penjelasan lebih lanjut.
Aku menunjuk ke balik punggung. "Ada mantanku. Aku enggak mau ketemu dia sendiri, jadi sekarang giliran Mas Oslo yang pura-pura jadi pacarku."
Tanggapannya justru di luar perkiraanku. "Mantan pacar yang jadiin kamu selingkuhan? Tapi masih minta jatah mantan sebelum dia nikah?"
Aku menatap Oslo sambil melongo. "Enggak penting ya ingat begituan."
Tanpa melepaskan senyum meledek itu, dia menatap sekeliling. "Yang mana dia?"
Aku melirik sekilas dan mendapati jarak Drew semakin dekat denganku. "Yang jaket putih."
"I see. Kamu enggak mau ketemu dia karena takut dia minta jatah mantan lagi dan kamu ngasih dengan sukarela?" Ledeknya.
Aku refleks menyikutnya, membuatnya mengaduh kesakitan tapi tidak menghapus ekspresi menjengkelkan di wajahnya.
"Not in a million years," tukasku.
"Kenapa? Because I ruined sex for you?"
Aku tahu Oslo hanya bercanda, tapi pertanyaannya tepat sasaran. Aku tidak akan mau takluk di depan Drew lagi. Seks dengan Drew ternyata tidak berarti apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
RomanceSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...