Mimi
Entah siapa yang memulai, tapi begitu hanya ada aku dan Oslo di dalam lift hotel yang tertutup, bibirnya langsung melumatku. Mungkin aku yang menginisiasi ciuman itu. Mugnkin juga Oslo. Aku tidak peduli, karena begitu bibirnya menciumku, semua hal yamg membebani isi kepalaku, mendadak luruh.
Seolah ada yang menekal tombol shut down di benakku, dan semuanya hilang.
Yang tertinggal hanya ciuman Oslo.
Begitu lift terbuka, Oslo langsung menarikku melintasi koridor. Dia begitu tergesa-gesa. Begitu juga denganku. Seakan ada yang mendesak dan satu-satunya cara menyelamatkan diri adalah dengan bercinta bersama Oslo.
"I need to be inside you now," bisik Oslo. Suaranya serak diselimuti nafsu.
Oslo membuka pintu kamar dengan tergesa-gesa. Dia mendorongku masuk dan menutup pintu dengan kakinya, sebelum membopongku menuju tempat tidur.
Aku membuka pakaian Oslo dengan tergesa-gesa. Membuatku cukup kesulitan. Nafsu membuat tanganku bergetar, sulit untuk mengendalikannya.
Oslo pun sama. Ketika dia frustrasi, Oslo merobek gaun yang kupakai.
"I'm not sorry. Gaunmu jelek, tidak pantas untukmu."
Aku tergelak, sedikit pun tidak keberatan. Aku membeli gaun itu untuk memenuhi keinginan Bapak. Jujur, aku juga membenci gaun itu.
Oslo mendorongku hingga rebah di tepat tidur. Dia menindihku, menempatkan tubuhnya di atasku. Aku bisa merasakan kejantanannya yang keras. Seperti Oslo yang bisa merasakan betapa basah dan terangsangnya aku selarang.
"Mimi, I need you," erangnya. Oslo merentangkan kaki hingga tercipta celah untuk tubuhnya.
"Yes, Mas." Aku mengerang begitu Oslo memasuki tubuhku.
Ada yang berbeda malam ini. Kebutuhan yang mendesak dan meronta untuk segera dipuaskan. Aku dan Oslo saling berpacu, berlomba memberikan kenikmatan.
Tidak ada kelembutan. Hanya ada hasrat yang saling menggebu-gebu, meminta untuk dipuaskan.
Oslo begitu liar dan panas. Tubuhku pun menyambutnya dengan dahaga yang sama.
Malam ini, hanya ada nafsu yang saling bicara.
"Mas, lebih keras," pintaku. Aku membutuhkannya, karena dengan begitu aku bisa sepenuhnya melupakan semua beban yang menggelayuti benakku, meski hanya sementara.
Oslo mempercepat gerakannya. Dia kembali melumat bibirku, memperdalam ciumannya. Lidahnya membelitku, tidak memberi ruang bagi hal lain untuk memasuki benakku.
This is what I need.
Untuk sementara, aku tidak ingin memikirkan apa-apa. Aku membiarkan tubuhku yang memegang kendali dan saat ini yang tubuhku inginkan adalah bersama Oslo.
"Mas, aku sudah enggak kuat."
Oslo menjawab eranganku dengan hentakan keras. Aku tahu ada yang membuatnya terdistraksi. Terlihat dari caranya memuaskanku. Sama sepertiku, Oslo membutuhkan tubuhku untuk membuatnya lupa akan masalah apa pun yang membelenggunya.
Walau sejenak.
"Come with me, Baby," ujarnya dengan suara serak.
Aku mendekap tubuhnya erat. Aku bahkan menancapkan kuku di punggungnya yang tegap untuk meningkahi sensasi yang mengurungku.
"Aku butuh kamu, Mimi," bisiknya lagi, seiring dengan gerakan tubuhnya yang semakin tidak terkendali.
"Aku juga." Aku menahan napas ketika gelombang besar menghantamku. "Sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
RomansaSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...