Mimi
Bunyi alarm yang memekakkan telinga membuatku terbangun. Aku mengerang sembari menutup telinga, berharap bisa mengusir bunyi yang memekakkan telinga tersebut.
"Ngapain sih bunyiin alarm pagi-pagi?"
Gerutuan Oslo membuatku refleks terbangun, dan tersadar mengapa alarm tersebut berbunyi. Aku membuka mata dan mendapati setengah tubuh Oslo mengimpitku. Sekuat tenaga, aku mencoba mengusirnya tapi dia tidak bergeming sedikit pun.
"Mas, bangun. Kita harus trekking buat sarapan." Aku mencoba menyingkirkannya.
Oslo berguling hingga aku terbebas dari impitannya. Namun, dia masih enggan membuka mata.
Dengan buru-buru, aku kembali berpakaian. Tidak ada banyak waktu, aku harus siap lebih dulu sebelum temanku yang lain.
"Mas, jam lima kumpul di lobi." Aku memperingatkan dan hanya dijawab Oslo dengan dengungan singkat.
Karena diburu waktu, aku meninggalkan Oslo dan kembali ke kamarku. Aku menyempatkan diri untuk mandi, menghapus sisa-sisa seks semalam.
Hampir pukul lima ketika aku sampai di lobi. Mbak Fira sudah ada di sana, juga guide dari Plataran yang akan memandu. Aku menunggu teman-temanku dengan cemas.
Resort ini menawarkan Sunrise Hill Breakfast. Sarapan sembari menunggu matahari terbit di atas bukit. Makanya harus berangkat pagi-pagi sekali.
Tepat pukul lima, satu per satu temanku datang dengan wajah mengantuk. Oslo jadi yang terakhir datang. Aku yakin dia enggak mandi, kaus yang dipakainya saja terbalik.
Setelah mendengar penjelasan, trekking dimulai. Bukit itu tidak begitu jauh, berada di belakang resort. Trekking ringan tapi cukup menguras keringat.
Sisa kantuk langsung lenyap sampai tiba di titik yang disiapkan. Sarapan sudah terhidang di sana, tapi tidak ada yang menyentuhnya. Semuanya terpana saat melihat langit gelap yang tiba-tiba tersibak dan menghadirkan warna oranye yang cantik.
"Semalam nangis karena sunset, sekarang nangis karena sunrise," ujarku.
Nina yang berdiri di sampingku ikut menyusut air mata. "Enggak sia-sia bangun pagi buta."
Aku mengangguk. Meski sejak tadi sibuk mengabadikan keindahan alam ke dalam bidikan kamera, apa yang dilihat oleh mata jauh lebih indah.
Sarapan terasa jauh lebih menyenangkan. Tidak ada seorang pun yang memasang wajah mengantuk. Udara pagi yang segar membuat sarapan jadi lebih enak.
"Mas, fotoin." Nina menyerahkan handphone kepada Oslo sebelum berlari mendekati Stevie.
What a beautiful couple. Stevie memeluk Nina sementara istrinya itu tersenyum lebar. Latar belakang matahari yang cerah dan laut yang tenang menjadi backdrop sempurna untuk foto mereka.
Kecuali, Oslo sengaja mencari perkara.
Aku kesulitan menahan tawa melihat tingkah Oslo. Alih-alih memotret Stevie dan Nina, dia malah mengganti ke kamera depan hingga mengarah ke wajahnya. Oslo memasang ekspresi meledek dan mengambil potret dirinya.
"Fotonya yang benar dong, Mas," protes Nina.
"Ini udah paling benar."
Aku memutar tubuh untuk menyembunyikan tawa dari Nina.
"Awas ya kalau enggak benar."
Aku tersentak ketika Oslo menyurukkan handphone Nina ke tanganku sebelum berlari menjauh. Dia baru saja menjerumuskanku ke kandang singa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)
RomanceSetelah bercerai, Oslo memutuskan untuk tidak pernah terlibat dengan perempuan dan fokus pada advertising agency yang baru dirintisnya. Janji tersebut buyar karena kehadiran Miranti, karyawan baru yang langsung mengusik Oslo sejak hari pertama. Mira...