Just The Two of Us

26.1K 1.1K 23
                                    

Oslo

Aku tidak berhenti tersenyum. Perasaanku sangat sulit digambarkan. Rasanya seperti berada di surga karena saat ini, Mimi ada di pelukanku.

Aku menemui Mimi dengan harapan dia mau memaafkanmu. Namun cecunguk satu itu malah membuatku hampir menjadi pembunuh. Aku tidak menyesal kalau harus membunuhnya, mengingat apa yang dilakukannya kepada Mimi. Aku mengusir sosok bajingan itu jauh-jauh. Jangan sampai dia merusak kebahagiaanku.

Mimi begitu cantik. begitu indah. Dan aku sangat mencintainya.

"Baby," bisikku.

Mimi mengangkat wajah dan menatapku.

"Masih kangen kamu."

Dia tertawa. "Masih kuat?"

Aku menjawil hidungnya. "Jangan meremehkanku. Aku boleh sudah tua, tapi aku yakin bisa memuaskanmu."

Mimi mengangkat tubuhnya hingga bersila di hadapanku. Tubuhnya begitu indah, aku masih tidak percaya perempuan ini mencintaiku.

Kadang aku merasa tidak pantas menerima cinta Mimi.

"Mau kontol," godanya.

Aku menunjuk penisku yang sudah kembali mengeras. Melihat Mimi langsung membuatnya berulah. Ini bukti betapa aku merindukan Mimi.

Mimi beringsut hingga berada di depan kejantananku.

"Do you miss him?" tanyaku.

Mimi memutar bola matanya. "Susah, Mas, nyari kontol hitam dan gede begini."

"Suka, ya, sama yang hitam dan gede?" godaku,

Mimi menyengir lebar. "Aku sukanya sama kontol Mas Oslo."

Suatu hari nanti, Mimi dan mulut kotornya bisa menjadi penyebab kematianku.

Mimi menempatkan tubuhnya di antara kedua pahaku. Dia menggunakan kedua tangannya utnuk mengusap penisku. Senyum menggoda di wajahnya membuatku tidak sabar menunggu untuk segera merasakan kehangatan mulutnya.

Aku mendesah saat Mimi mencium puncak penisku. Mimi yang memegang kendali, meski aku sudah tidak sabar untuk segera menggauli mulutnya.

"Mmm..." Mimi mengerang saat mencium batang kejantananku. "Urat-uratmu yang bertonjolan membuatmu makin seksi, Mas."

"Jangan membuatku besar kepala."

Mimi terkekeh. "Masih bisa lebih besar lagi?"

Ini yang aku rindukan. Mulut kotornya yang selalu membangkitkan hasratku.

"Mmm..." Mimi masih terus menciumi setiap jengkal kulitku. Tidak ada yang terlewat dari ciumannya. Mimi menyadarkanku bahwa aku hanya seorang manusia rakus, yang tidak pernah puas. Dan sekarang, aku ingin merasakan kenikmatan mulut Mimi.

Mimi menundukkan wajahnya hingga dia menciumi buah zakarku. Dia memasukkannya ke dalam mulutnya, sepenuhnya berada di dalam mulutnya, membuatku mengerang penuh nikmat. Mimi melakukannya berkali-kali, membuatku semakin kesulitan menahan diri.

"Miss your balls," gumamnya, dan kembali melumatku habis-habisan.

"Baby, shit. You'll be the death of me." Mimi hanya tertawa mendengar umpatanku.

Aku mengerang saat penisku memasuki mulutnya. Ini yang kubutuhkan. Kehangatan mulut Mimi membuat penisku berkedut, dan aku menahannya. Jangan sampai aku selesai detik ini juga.

Mimi dengan lahap mencumbuku. Mulutnya yang hangat terasa begitu nikmat. Aku hanya bisa mengerang penuh kenikmatan saat Mimi memuaskanku di dalam mulutnya.

Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang