KEJUARAAN BASKET

35 23 234
                                    

Darra terduduk di tepi alun-alun yang lumayan sepi. Menghadap jalanan, menanti kendaraan lewat walau nyatanya berseliweran. Gadis itu menunduk mencoba menyembunyikan tangisnya. Kali ini ia hanya ingin memeluk Maminya sembari menangis. Mengadu, betapa jahatnya dunia.

Seulur tangan muncul di depan Darra. "Jangan sedih. Ada gue."

Darra mendongak. "Juleha??"

Iya itu Juleha, anak genk-nya Badrun. "Bangun, Dar."

"Kok lo di sini, Jul?" tanya Darra buru-buru menghapus air matanya. Ia tidak mau ketahuan cengeng sama temen genk-nya.

"Nongki lah." Dengan dagunya, Juleha menunjuk Badrun dkk yang berada di pertigaan alun-alun.

"Buset jauh bener mainnyaa."

"Sekali-kali lah. Btw lo sendiri kenapa dah? Sendirian nangis di pinggir jalan kayak orang ilang..."

Darra menggeleng. Namun tampaknya Juleha tidak percaya. Mata cewek rambut bersemir biru itu menyipit curiga.

"Lo di PHP in Repan ya, Dar? Pasti Repan ngajak lo ketemuan tapi nggak dateng? Bener?"

Darra tertawa. "Kagak anying."

"Lah trus? Eh kok baju lo sobek, Dar?" gumam Juleha sadar baju Darra robek sedikit di bagian bahu.

"Gue juga baru sadar," bohong Darra.

"Etdahh tikus di rumah lo aktif ya. Untung aja orang-orang kagak ketawa liat lo pake baju robek spek rombengan gitu. Sekarang gue tanya, lo mau join gue apa pulang?"

"Ketemu Mami."

"Hah? Sama si Raka? Mana anaknya?"
Juleha benar-benar masih tidak tahu sedang apa Darra di situ.

"Gue sendiri, Jul. Tolong yahh anterin gue ke rumah sakitt."

Juleha garuk-garuk kepala. Baru juga sampai di alun-alun ini, masa iya mau balik lagi. Tapi sebagai sesama genk, Juleha kasihan juga sama si Darra. Dia yakin ada yang nggak beres sama bocah nakal itu.

"Bentar. Gue ambil motor gue di sana, sama ijin ke Badrun."

* * *

Krettt...

Darra membuka pintu ruangan Meli. Untung saja rumah sakit Medika buka 24 jam, sehingga sampai pukul 23.30 ini Darra masih diperbolehkan menjenguk Maminya.

Di nakas samping brankar Meli, tergeletak sebuah jam tangan hitam khas anak cowok. Dan Darra tau benda itu milik siapa. Milik Raka yang pastinya tadi ketinggalan pas berkunjung. Darra termenung sendiri. Kira-kira, tadi Rey, Raka, Mama Riska dan Om Vano dinner dimana ya? Darra kini memegangi perutnya yang terasa lapar. Coba aja Darra nurut apa kata Raka. Gue nyesel...

Panjang umur, cowok itu kini menelepon Darra. Bukan. Sudah sejak tadi malah, tapi Darra selalu mengabaikannya.

"Ra, masih sama Revan? Asik banget yah sampai baru bisa ngangkat telpon gue?? Sadar nggak ini udah jam berapa? Pulang Ra!" risau Raka dari seberang sana.

"G-gue mau p-pulang."

Terdengar Raka kesal. "Yaudah suruh si Revan anter lo sekarang juga. Kalo dia cowok bener tuh harusnya paham ini udah jam berapa, Ra!"

"Tapi gue lagi sama Mami, bukan dia," sahut Darra menahan tangisnya yang terbendung kuat.

Dan Raka terdiam. Hanya heran kenapa tiba-tiba Darra di rumah sakit. "Ohh jangan-jangan Revan ninggalin lo? Makanya lo beda gitu. Tunggu disitu, gue jemput."

Darra terisak hebat usai mematikan teleponnya. Tuhan, Darra malu. Kenapa lagi-lagi Darra harus kalah di depan Raka? Kenapa lagi-lagi ia harus dibuat kewalahan oleh cowok itu? Apakah nyatanya Darra akan selalu membutuhkan Raka?

My Bad girl Is My Soulmate✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang