1. Siapakah suamiku?

23.8K 522 2
                                    

★★★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★

Aku bahagia banget setelah mendengar suamiku dan ayahku mengucapkan ijab Qobul dengan lancar.

"Alhamdulillah sah" Aku menoleh kepada kakakku Isma dan mengangguk bahagia.

Aku mendengar ketukan pintu lalu ka Isma membukanya.

"Nak... Tuntun adikmu keluar" ucap Rahma tersenyum.

"Baik Bu... Ayok dek... Udah disuruh kebawah"

Aku beranjak dari kursi yang sedari tadi aku duduki. Dadaku berdegup kencang. Bahagiaku ini tidak bisa aku tutupi, aku benar-benar bahagia.

Aku menundukkan pandanganku dari orang-orang untuk menutupi rasa gugupku.

Bisikan-bisikan yang kudengar dari tamu undangan membuatku makin gugup.

Aku menguatkan hatiku untuk melihat sang suami yang telah sah memperistri ku hari ini.
Ku angkat kepalaku untuk melihat suamiku.

Seketika senyum bahagiaku luntur saat itu juga. Wajah itu, kenapa bisa? Aku meneliti sosok yang sedang duduk di kursi roda. Dia bukan pria yang selama ini berjanji sehidup semati denganku.

Dan Akupun tidak bisa berkata-kata saat mengetahui sosok itu seorang yang cacat.

Aku mengepalkan tanganku mataku menatap ayah lalu ibu, mereka yang sadar aku tatap menundukan wajah mereka.

"Nak Ismi... Silahkan duduk disamping suaminya"

"Ayok duduk..." Bisik kakakku ditelingaku.

"Lo tau perihal ini?" Isma menegang dengan pertanyaanku.

"Nanti aku jelaskan... Kamu duduk dulu" Isma menyeretku untuk duduk di kursi samping pria itu.

"Baiklah... Karena kedua pengantin sudah sah sebagai suami istri, silahkan tanda tangani berkas nikahnya"

Ku lirik pria itu lebih dulu meraih bolpoin lalu membubuhkan tanda tangannya di kertas itu.

Tanganku masih mengepal. Siapa pria ini?

Kemarahan ku seketika muncul siap dilampiaskan kepada siapapun tetapi usapan dilengan kananku membuatku menoleh.

Ibu

Raut sedih dan juga penyesalan terlihat dari wajah keriput itu.

"Silahkan tanda tangan disini nak Ismi" pria paruh baya yang aku tau sebagai ketua KUA itu menyodorkan lembaran kertas kearahku.

Aku terpaksa menandatangani lembaran tersebut satu persatu.

"Baiklah.. semua rangkaian acara sudah kami saksikan dari awal sampai akhir. Untuk itu kami mohon izin karena tugas kami sudah selesai"

Satu jam telah berlalu.

"Siapa yang mau menjelaskan ini kepadaku?" Ucapku dengan dingin. Wajahku sudah terasa panas. Emosiku sepertinya tidak akan bisa kutahan lagi.

Braakk..

Mataku menatap setiap wajah yang berada di ruangan ini tanpa ada yang mau membuka suara.

Kedua tanganku tidak bisa kutahan untuk tidak mengebrak meja didepanku.

"Siapaaa?" Suaraku menggelegar diruangan ini.

"Maafkan mama nak... Ini terjadi tiba-tiba, mama tidak bisa berbuat apa-apa, Rivan melarikan diri keluar negeri tanpa bisa mama cegah" ibu mertuaku tepatnya mantan calon mertua terlihat sedih saat mengatakannya.

"Dan kalian tidak ada satupun memberitahuku? Dan sekarang malah menikahkanku dengan pria itu yang sama sekali tidak ku kenal?" Telunjukku mengarah pada pria yang duduk di kursi rodanya.

Sepertinya urat-uratku telah menonjol dari wajah dan leherku.

"Yakin kamu tidak mengenalku?" Suara pria itu terdengar. Aku menoleh.

"Kau pikir aku ini bodoh? Jelas aku tidak mengenalimu" aku semakin menatap tajam kearah pria itu.

"Kalian yang kupikir keluargaku yang menyayangiku, mencintaiku ternyata setega ini kepadaku... Hiks... Bisa-bisanya kalian... Hiks... Tega" Aku berdiri dari kursi dan naik ke lantai atas.

Aku meninggalkan mereka yang berada di ruang tamu itu. Biarlah aku dianggap tidak sopan.

Aku meraih ponselku yang sejak tadi pagi aku letakan dilaci nakas. Air mataku terus menetes.

Aku memanggil nomor Rivan tetapi suara operator yang terdengar. Berapa kali pun ku telpon tetap tidak aktif. Aku membanting ponselku kekasur.

"Rivan... Lo jahat... Semua omongan Lo semua bullshit.. hikss"

"Brengsek Lo... Bajingan.... Laki-laki gila... Hikss..." tanganku aku pukul kekasur untuk melampiaskan kekecewaan ku.

Aku mendengar derap langkah mendekati kamarku.

"Nak...buka dulu pintunya"

"Biarkan aku sendiri dulu... Ini kesalahan kalian yang menutupinya dariku" teriakku marah.

"Baiklah nak...mama akan pergi tapi kamu jangan terus-terusan nangis nanti sakit"

"Peduli setaaan... Aku mau mati sekalipun kalian tidak akan sedih... Pergiii... Jangan ganggu aku..." Aku tidak bisa lagi menahannya. Aku tumpahkan kemarahanku melalui air mata. Segala cacian dan makian yang siap dikeluarkan seakan tertahan ditenggorokan. Aku hanya bisa menangis.

"Gimana ma?" Tanya Isma.

"Biarkan dulu dia menenangkan diri, nak Rian... Maafkan Ismi ya nak... Nanti lama-lama dia akan seperti semula lagi"

"Iya... Saya mengerti"

★★★

★★★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suami Pengganti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang