44. Kontraksi

3.2K 101 0
                                    

Dari semalam Ismi sudah mulai merasakan kontraksi tetapi belum diberitahukan kepada suaminya.

"Honey.. bangun" Ismi mengguncang pundak Rian pelan untuk membangunkan pria tersebut.

Lenguhan Rian terdengar. Ia mengerjap pelan lalu membuka matanya.

"Iya yank? Jam berapa ini?" Tanya Rian menoleh ke arah jam dinding.

"Honey... Yuk kerumah sakit... Siap-siap gih" ucap Ismi kepada suaminya.

"Ngapain? Masih pagi banget loh yank" ucap Rian yang masih melek merem.

"Cepat gih..." Ismi menarik tangan suaminya agar pria itu bangun dari tidurnya. Rian menghela nafasnya. Mau tak mau dia bangun lalu pergi ke kamar mandi.

"Jangan lama-lama" seru Ismi. Dari luar kamar mandi. Ismi mengambil pakaian dalam serta baju untuk suaminya. Ismi mondar-mandir untuk menutupi rasa sakit yang kini timbul lagi.

Tak lama suaminya keluar, pria itu mengusap-ngusap bekas air ditubuhnya dengan handuk.

Ismi mendekat menyerahkan pakaian dalam, Rian memakainya perlahan, lalu ia menyerahkan baju yang akan ia siapkan untuk suaminya.

Setelah suaminya berpakaian rapi, menyisir rambutnya rapi, Ismi menyeret suaminya keluar dari kamar.

Di depan pintu semua kebutuhannya untuk lahiran sudah siap tinggal di angkat. Rian mengerutkan kening. Otaknya terasa agak lemot.

"Masukan barang-barangnya hon" Ismi meninggalkan suaminya yang masih bingung. Dasar pria lalot. Ismi menahan kesal.

"Bisa cepat dikit nggak?" Tanya Ismi dari jendela mobil. Rian mempercepat gerakannya.

★★★

Ismi turun lebih dulu dari mobil. Ia memasuki rumah sakit dengan langkah agak cepat. Ia mengedarkan pandangannya.

"Susteer" Seru Ismi lega karena melihat seorang suster mungkin keluar dari kamar pasien.

"Iya Bu? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya suster ramah.

"Suster sepertinya saya mau lahiran, perut saya sakit banget" ucap Ismi perpegangan pada lengan suster tadi. Sakit yang ia rasakan sudah tak tertahankan. Suster tadi memanggil rekannya.

"Sejak kapan ibu merasakan kontraksi?" Tanya suster.

"Dari semalam sus, terus pagi ini sampai sekarang" Ismi meringis sakit.

Rian yang terkejut bukan main. Ternyata istrinya kesakitan sedari tadi?

"Baik bentar ya bu... Tolong ambilkan kursi roda di bawah tangga, cepat!!" suster menyuruh rekannya yang baru sampai.

"Sayang... Maaf aku tidak tahu kamu kesakitan... Kenapa kamu tidak bilang?" ucap Rian panik mendekap istrinya.

"Kalau aku bilang pasti kamu akan panik" Rian mendesah. Tadi dia santai saja padahal istrinya itu sudah menahan sakit.

"Ayok Bu.... Buat bapak tolong daftar dulu disana ya.. ibunya akan saya bawah dulu keruang bidan" suster tadi menunjuk tempat tersebut Rian mengangguk mengerti, segera dia melakukan apa yang suster bilang tadi.

★★★

"Dokter... Pasien ini sudah merasakan kontraksi dari semalam sampai sekarang" beritahu suster kepada wanita yang ada didalam ruangan.

"Baik... Apa sudah mendaftar?"

"Sementara dok.. suaminya sedang mendaftarnya"

"Tolong ibu berbaring dulu ya... Saya akan mengecek bukaan ya bu" Ismi berdiri dari kursi roda lalu naik ke ranjang yang di tunjuk oleh dokter tadi.

"Masih bukaan lima... Tolong siapkan ruangan untuk pasien" ucap dokter setelah mengecek bukaan Ismi.

"Baik dokter..." Ucap  suster tadi yang membawanya.

"Ini anak pertama Bu?"

"Iya anak pertama"

"Ibu umur sekarang berapa?

"26 dokter"

"Baik.. rileks ya Bu.. sebentar lagi ibu pindah ruangan, jangan mikir macem-macem ya" ucap dokter menenangkannya.

Ismi mengangguk. Rasa sakit yang timbul begitu luar biasa. Inikah yang dirasakan setiap ibu saat kontraksi? Sungguh Ismi ingin menangis saat ini. Dia kangen ibunya tapi dia lupa menelepon orang tuanya. Dia merutuki dirinya yang lupa hal penting ini.

To be continue

Suami Pengganti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang