18. Hairdryer

4.7K 203 0
                                    

Ismi nyampe rumah sudah masuk waktu magrib. Suaminya pasti sudah pulang. Dan hari ini dia lupa belanja bahan masakan karena kelamaan dirumah orang tuanya.

"Assalamualaikum..." Tidak ada yang nyaut, suaminya kemana? Ismi memasuki kamarnya dan terdengar bunyi air dari kamar mandi.

Dia juga gerah ingin mandi, sembari menunggu suaminya selesai dia duduk didepan meja rias dan menghapus sisa makeupnya.

Terdengar pintu terbuka ia menoleh, sesaat dia terpaku menatap suaminya, agar tidak ketahuan dia menatap cermin lagi.

"Oh.. sudah pulang?" Rian melihat istrinya itu sedang duduk dimeja riasnya dengan kikuk.

"I..iyaa... Baru aja" Ismi berdiri dan membuka lemari pakaian dan memilihkan pakaian santai untuk suaminya. Rian berdiri sejenak dari kursi roda untuk pakai baju yang dipilihkan oleh istrinya.

"Aku ambilkan pengering rambut dulu" Ismi belum berani menatap suaminya dalam keadaan begini. Dia memilih mengambilkan hairdryer untuk mengeringkan rambut suaminya.

Rian yang paham istrinya hanya berdehem, lalu dia perlahan pakai celana nyamannya. Setelah itu dia duduk lagi di kursi rodanya. Sebenarnya kakinya udah bisa dibuat jalan tetapi dia masih takut nanti kalau sudah benar-benar pulih baru akan dia gunakan untuk jalan.

"Aku taro dulu disini, aku mau mandi gerah banget"

"Iya sayang"

★★★

Ismi mendekati bak colokkan dipinggir kasur mereka lalu mencolok hairdryer ditangannya.

"Nih udah siap,, keringkan rambutnya" ucapnya.

"Keringkan boleh?" Pintanya.

"Boleh... Dekat sini" Rian berdiri dan duduk di ranjang. Ismi menekan tombol power siap mengeringkan rambut suaminya. Posisi keduanya saling berhadapan. Ismi yang berdiri sedikit canggung tapi ia mencoba biasa saja.

Rian melingkarkan tangannya di pinggang istrinya. Ismi yang merasakan tangan suaminya mencoba biasa saja.

"Selesai.." Ismi menekan tombol power lagi.

"Lepas dulu... Aku mau letakin ini dulu" ucapnya canggung. Rian mematuhinya, matanya tak lepas dari istrinya itu. Ismi mendekatinya lagi tapi berdiri agak jauh.

"Udah magrib, mau sholat GK?" Tanya Ismi.

"Mau.. aku wudhu dlu" Ismi mengangguk lalu dia keluar dari kamar untuk wudhu di keran belakang saja.

★★★

Kedua insan itu terlihat duduk di sofa ruang tamu.

"Yank... Gimana kelanjutan ide usahamu?" Tanya Rian.

"Oh... Itu... Aku sudah mendapat ide.."

"Apa itu?"

"Jualan kebab" Rian terdiam sesaat dan menganggukkan kepalanya.

"Terus?"

"Tadi siang aku udah bahas ini sama papa mama dan kak Isma pas aku kesana tadi, nah jadi aku memutuskan usaha kebab aja, mama sebagai bendahara, papa pemasok bahan, kak Isma sebagai kurir"

"Kenapa libatin mama papa yank? Kasian mereka nanti kelelahan loh"

"Itu juga tadi aku bilang, tapi papa bersedia katanya dia masih mampu gitu jadi aku iyain ajalah daripada kecewa kan?"

"Terus? Produksinya dimana?"

"Dirumah mama saja, boleh kan? Biar mama sama papa tidak bolak balik gitu"

"Kamu yakin? Tidak butuh kariyawan lain?"

"Ini masih merintis hon, nanti kalau omsetnya sudah lumayan baru memikirkan rencana selanjutnya"

"Gitu? Baiklah, modal gimana?" Tanya Rian menatap istrinya bermaksud lain. Ismi mendengus.

"Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?"

"Hahaha... Iyalah aku harus nanyain sumber modalnya dari mana kan?"

"Isss... Jangan bercanda dong..." Ismi mengguncang lengan Rian yang terus menjahilinya.

"Iya...iya... Nanti aku kasih kartu tabunganku, pergunakan untuk usaha, semoga sukses ya"

"Hihi... Makasih honey" Ismi memeluk Rian tanpa sadar karena bahagia.

"Sama-sama" Rian mengusap kepala istrinya. Dan membalas memeluk istrinya.

Deg

Ismi tersadar ingin melepas pelukannya tetapi Rian menahannya, akhirnya keduanya tetap memeluk dan saling berceloteh apapun.

To be continue

Suami Pengganti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang