14. Ngambek

7.1K 259 4
                                    

Seminggu berlalu dengan cepat. Rian serta Ismi kini sedang berada di rumah sakit untuk kontrol. Rian merasa lukanya seperti nyut-nyutan dan gatal disaat yang bersamaan. Makanya mereka memutuskan untuk kontrol.

Dokter kini sedang memeriksa luka Rian. Lukanya sudah mengering.

"Lukanya sudah mengering, kemungkinan gejala yang bapak rasakan salah satu reaksi penyembuhan. Lukanya tidak bermasalah. Dan coba bapak gerakan agar kakinya tidak kaku"

"Kalau sudah sembuh sepenuhnya, sudah boleh bapak pakai untuk jalan, dan ini resep ditebus dan diminum rutin ya pak, untuk menghilangkan rasa gatal dan nyeri"

"Baik.. terima kasih dokter... Kami permisi"

"Aku bilang juga apa? Kakinya tidak apa-apa sayang" Ismi mendengus seolah dirinya di ejek.

"Gimana GK panik? Kamu juga ngeluhnya bikin orang panik"

"Haha.. kamu khawatir? Kakiku bermasalah dan cacat?"

"Iyalah... Siapa juga yang mau suaminya jadi cacat?" Ismi melenggang pergi meninggalkan Rian di depan apotik. Dia begitu kesal jadi dia meninggalkan pria itu disana. Biarlah dia jadi istri durhaka.

"Hey .. kok ditinggal? Ck..." Dasar ngambekan. Rian membawa kursi rodanya menuju mobilnya terparkir. Istrinya sudah ada didalam dengan bibir yang mengerucut.

"Kenapa bibirnya begitu? Minta dicium? Sini..sini..." Rian mendekati istrinya berniat menjahili.

"Apaan sih... Ayok cepat jalan Dirga, lama banget kenapa masih ditunggu" ucapnya ketus.

Rian terkekeh melihat istrinya kesal. Wajah imut itu akan terlihat lucu kalau sedang kesal. Beberapa menit diam-diaman Rian mendekati istrinya.

"Maafin.." bisik Rian dekat telinga istrinya. Ismi melirik suaminya dan menghela nafas. Ia meraih tangan Rian dan menggenggamnya. Rian dengan senang hati menggenggam balik. Kalau sudah begini istrinya itu sudah normal lagi, alias sudah tidak kesal.

"Kakinya masih terasa nyut-nyutan?" Tanya Ismi pelan.

"Sedikit"

"Nyampe rumah langsung diminum obatnya" Rian mengangguk.

★★★

Ismi mengambil air hangat untuk Rian lalu obatnya ia siapkan, sepiring nasi lalu lauk pauk ia sajikan.

Rian memakan hidangan yang disiapkan oleh istrinya.

"Kamu tidak makan?" Ismi menggeleng.

"Belum lapar" Rian mengangguk dan menghabiskan sisa makanannya.

"Tunggu lima menit baru obatnya diminum" ucap Ismi. Rian menggangguk.

"Besok aku mulai masuk kantor yank" ucapnya.

"Udah bisa kerja? Kakinya gimana?"

"Aman yank... Kamu jangan khawatir ya.." Ismi mengangguk.

"Kapan-kapan kamu mampir ke kantor" Ismi mengangguk.

Ismi mulai membuka hati untuk Rian, hampir sebulanan ini hubungan keduanya terlihat baik. Sesekali ismi memanggil suaminya honey. Dan sesekali Ismi juga manja kepada suaminya.

"Obatnya sudah bisa diminum tuh" Rian mengangguk.

Setelah Rian meminum obatnya, pasangan itu pindah keruang tamu. Karena hari ini tidak ada dikerjakan maka Rian menyarankan agar mereka nonton drama saja.

"Kamu mau nonton drama apa?"

"Ada drama yang romantis GK?" Rian membongkar tempat kasetnya memilih film romantis. Saat dirinya memilih kaset-kaset itu ada sebuah kaset yang memilik rate dewasa Rian tersenyum licik.

"Nah dapat... Kamu mau nonton?" Ismi mengangguk. Rian memasukan kaset itu agar diputar dan muncullah gambar sepasang pria wanita dewasa di layar tv. Ismi tidak memperhatikan.

"Itu film atau drama?"

"Film"

"Judulnya?"

"Lupa judulnya, tapi ini romantis kok"

"Oh.."

Film yang diputar dimulai dari seorang wanita yang diculik oleh mafia. Karena mafia itu jatuh cinta pada wanita itu.

"Film kekerasan?"

"GK tahu.. aku lupa pernah menontonnya atau GK" ucapnya jujur.

"Boleh pindah duduk disini GK?" Ismi menepuk sofa disampingnya. Dia ingin berbaring di paha suaminya.

"Boleh" Rian turun perlahan dari kursi roda dan duduk di samping Ismi. Setelah ia duduk Ismi berbaring dipahanya. Rian tersenyum dan mengusap kepala Ismi sambil menonton.

To be continue

Suami Pengganti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang