12. Nyaman?

7.5K 288 4
                                    

"Bawa saja barang yang penting, karena semuanya sudah di siapkan disana" Rian mendudukkan dirinya diatas kasur.

"Tapi ini penting semua Rian" ucapnya sedikit kesal.

"Rian... Nggak sopan manggil suami dengan namanya saja" Rian memprotes istrinya.

"Jangan sok deh, kita seumuran" cibirnya.

"Biar begitu kamu harus sopan, tidak boleh manggil suami dengan namanya" Rian tidak mau kalah.

"Terserah deh..." Ismi tidak memperdulikan Rian yang misuh-misuh hanya karena panggilan saja.

"Done..." Rian melihat kardus-kardus yang terisi yang sudah istrinya siapkan.

"Tidak usah bawa semua" ucap Rian meninggalkan istrinya yang menganga tidak percaya.

"Riannnn..." Teriaknya jengkel. Setelah dia lelah-lelah menyimpan semua di kardus seenaknya dia bilang begitu. Awas aja.

Pasangan suami istri itu kini sudah berada di rumah Rian. Ismi kagum setelah memasuki rumah ini, rumah besar dan juga interiornya sangat indah.

Ismi mengikuti suaminya dari belakang. Sedari tadi suaminya ini tidak mengajaknya bicara.

Rian mendiamkan Ismi. Ismipun tidak perduli. Lama kelamaan Ismi bosan sendiri, dia yang biasanya banyak bicara kalau didiamin pasti akan kesal juga.

"Riaaan.... Kenapa diam saja sih? Aku bosan diam terus kek gini loh" Ismi menarik ujung kaus Rian yang berselonjoran disofa.

Rian masih diam tidak merespon istrinya. Padahal dirinya ingin sekali berceloteh dengan Ismi.

"Kamu marah aku panggil nama saja?" Belum ada respon.

"Mau dipanggil apa? Sayang? Baby? Cinta? Honey?" Kuping Rian terasa panas. Ujung bibirnya berkedut, tetapi ia masih diam saja. Ia ingin istrinya membujuknya.

"Honey saja?" Tanya Ismi.

"Iss... Tapi aku geli manggil kayak begitu... Hey... Nggak mau bicara nih? Ya udah aku pulang kerumah mama saja" Ismi berdiri kakinya akan melangkah tetapi Rian menarik tangan istrinya agak kencang alhasil istrinya jatuh di pangkuannya.

Deg

Ismi melotot kaget..

"Apaaan sih... Lepaass..." Rian memeluk pinggang istrinya. Rian takut ancaman istrinya akan terjadi.

"Tenang dulu kenapa sih?" Suara berat Rian terdengar disebelah telinganya. Ismi menjadi kaku.

"Tapi pelukan nya jangan terlalu kencang juga..." Protes Ismi. Rian mengendurkan sedikit.

"Aku akan menunggu kamu siap memanggilku apa, tapi jangan lama-lama kalau didengar orang nanti GK enak"

"Baiklah..." Ismi mengangguk. Ia lemaskan tubuhnya lalu ia sandarkan kedada suaminya. Agak nyaman. Gumamnya dalam hati.

"Tidak apa-apa kalau aku dipangku begini?"

"Tidak... Kenapa?"

"Nanti kakinya sakit itu"

"Nggak apa-apa, santai aja"

"Lepas dulu boleh? Aku mau nyiapin makan siang kita" ucap Ismi agak berbisik.

"Pesan online saja, kulkas masih kosong lupa di isi" Saran Rian.

"Tidak... Kalau gitu aku mau ke supermarket di depan komplek" Ismi menolak saran Rian. Ia tidak terbiasa makan makanan online. Lebih baik dirinya memasak sendiri daripada yang online biar higienis. Bukan berarti yang online tidak. Dan ia tidak tahu itu.

"Kamu yakin mau belanja?" Ismi mengangguk.

"Ya udah... Ini kartunya kamu pegang, semua kebutuhan kita ada disitu, dan kalau ada yang kamu inginkan belilah pake itu, nanti ada sopirku yang nganter kamu" Ismi menatap suaminya dengan alis terangkat. Rian yang ditatap oleh Ismi menggaruk pelan belakang kepalanya.

"Kenapa?"

"Berikan aku uang tunai saja"

"Uang tunainya nggak cukup, ini pake kartunya saja, PINnya ulang tahun kamu"

"Apa?" Ismi ternganga mendengar pin kartu Rian adalah ulang tahunnya.

"Kenapa lagi?"

"Nggak... Aku tidak tahu ternyata kamu itu lebay juga"

"Apa?" Giliran Rian yang bingung. Maksudnya? Yang ditanyai sudah berlalu setelah mengambil kartu kreditnya.

To be continue

Suami Pengganti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang