Aku pun kembali malanjut-kan kegiatan belajar mengajar pada hari itu setelah bertemu dengan Guruku karena panggilannya. Hari itu terasa seperti hari-hari pada biasanya saat Aku masih berada di sekolah. Aku mengikuti kegiatan belajar mengajar, duduk bersama teman-temanku di kantin sembari bercengkrama yang membuat bel istirahat habis tanpa terasa.
Sampai pada akhirnya, Bel sekolah pun berbunyi untuk terakhir kalinya pada hari itu. Suara yang menandakan bahwa kegiatan belajar mengajar telah usai dan di lanjutkan kembali pada esok harinya. Tapi hal itu berlaku untuk siswa atau siswi yang lain, tidak berlaku untukku selama seminggu kedepan. Karena keesokan harinya semua itu berubah, namun seakan ada yang salah dengan perubahan tersebut.
Keesokan harinya pun Aku tidak di anjurkan untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar untuk sementara atau sampai Aku selesai perlombaan oleh Guru olah ragaku. Aku sangat kaget dengan ucapan, saran atau apapun yang di maksudkan oleh guru olahragaku itu. Karena memang Aku tidak menyangka akan seperti ini. Walaupun Aku berlomba untuk mewakili dan membuat bangga nama sekolah, bukan berarti Aku tidak boleh belajar karena harus fokus untuk berlatih dan menjaga kesehatan.
Aku sangat tidak siap jika kenyataannya memang seperti itu. Karena bukan itu yang Aku mau. Dan bukan itu pula yang mereka katakan padaku. Mereka mengatakan Aku bisa bebas ingin mengikuti kegiatan belajar mengajar apabila Aku ingin latihan. Yang berarti seharusnya itu Aku boleh meimilih, bukan di paksa seperti ini. Apakah ini yang dimaksud dengan kata-kata"Guru adalah orang tua disekolah", yang berarti apapun perkataan dan perintahnya harus kita turuti tanpa memikirkan kemauan atau perasaan kita?.
Tidak hanya itu saja, jikalau perubahan aktivitasku hanya terjadi di-sekolah saja Aku mungkin bisa terbiasa. Tapi, perubahan itu juga Aku rasakan kepada Ibuku. Saat Aku memberitahukan kepada Ibu bahwa Aku memutuskan untuk mengikuti perlombaan Tenis Meja dan mewakilkan nama sekolah, Ibu juga menjadi berubah. Tapi sebenarnya, bukan itulah yang Ibu inginkan.
Karena Ibu tidak mau Aku membantunya untuk berdagang di pasar seperti biasa. Ibu takut kalau nanti Aku akan kelelahan dan pada akhirnya sakit. Aku mengetahui bahwa sebenarnya Ibu tidak mengingkan hal itu. Karena Ibu berjualan yang biasanya di bantu olehku pun sudah kualahan. Tidak terbayang dibenakku betapa repot dan kelelahannya Ibu jika tidak Aku bantu.
Benar-benar bukan hal seperti itulah yang sebenarnya Aku inginkan. Aku kira Aku akan membuat bangga Ibu. Tapi pada kenyataannya, Aku malah semakin membuat beban pekerjaan Ibu semakin berat. Aku benar-benar terjebak dalam situasi saat itu, dan Aku sangat tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Akan tetapi, hanya ada kata"mengapa"yang tertanam di otakku. Tapi walau bagiamana pun Aku harus menyelesaikan urusan ini terlebih dahulu agar Aku dapat menjalan hari-hariku dengan normal kembali dan mengambil pelajaran dari hal seperti ini.
Aku pun memulai latihanku pada keesokan harinya. Berlatih dengan beberapa temanku yang sebenarnya mempunyai kehebatan sama tau mungkin berada di atas levelku. Dengan cara Aku melakukan sparing dengan beberapa temanku tersebut di ruang latihan Tenis Meja yang ada di sekolahku. Selama 6 hari full Aku latihan, datang Siang dan latihan pun selesai sampai sekiranya jam 5 sore. Dan memang dengan sengaja Aku menyisakan 1 hari full sebelum hari perlombaan untuk beristirahat agar fisikku bugar.
Tidak terasa setelah 6 hari Aku berlatih, dan 2 hari lagi adalah hari perlombaan. Dimana dengan tangan kecil dan sederhanaku ini. Aku di percaya dan mencoba untuk mengharumkan nama sekolah, dan tentu saja untuk membuat kedua orang tuaku pun turut bangga pula.
Perlombaan pada saat itu adalah perlombaan permainan Tungga, yang dimana hanya 1 lawan 1 dari setiap perwakilan sekolah yang berlomba. Pada saat itu ada sekitar 10 sekolah yang mengirimkan anak-anak terbaiknya untuk mengikuti perlombaan tersebut. Dan Aku menjadi salah satu dari 10 anak yang ikut turut dengan tujuan membanggakan nama sekolahnya masing-masing.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Perantau
Non-FictionBerkisahkan seorang pemuda desa yang bertanya-bertanya tentang apa itu arti dari menjalani kehidupan. Seorang pemuda yang sedari dulu memiliki kehidupan dari keluarga yang sederhana dan keluarga yang selalu diremeh-temehkan. Karena hal tersebut, ter...