Hari itu pun usai, dengan raut wajah lelah, kekalahan dan ingin cepat-cepat sampai kerumah untuk beristirahat, menenangkan diriku, dan tentu saja juga untuk meng-introspeksi diriku. Apa yang salah dalam diriku, dan apa yang harus Aku buang untuk kemajuan hidupku. Namun yang jelas, sepertinya Aku tidak berbakat untuk meneruskan cita-cita Ayah sebagai Atlet Tenis Meja, dan Aku pun harus kembali kepada jalan hidupku sendiri, yaitu menjadi seorang pengusaha sukses di kemudian hari.
Dan keesokan harinya pun Aku kembali bersekolah seperti biasa, mendapatkan perlakuan seperti biasa pula dari sekolahku, tidak seperti saat Aku mengikuti perlombaan. Tapi saat Aku memasuki ruang kelas tempat biasa Aku belajar, Aku merasa Asing dengan suasan kelas. Aku bagaikan seorang murid yang baru pindah ke sekolah itu. Dan hal itu-pun dikarenakan selama 6 hari Aku tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar karena harus fokus berlatih untuk perlombaan Tenis Meja sebelumnya.
Saat Aku pulang sekolah-pun Aku langsung membantu Ibu seperti biasa, dan Aku senang akan hal itu. Karena Aku bisa membantu, mendampingi, dan menjaga Ibu. Karena Aku khawatir jika Ibu pergi berdagang ke pasar sendiri, dan sangat kerepotan apabila tanpa adanya Aku yang membantunya. Tapi yang aneh adalah, tidak sedikit pun Ibu membahas atau menyinggung tentang perlombaan yang Aku ikuti pada hari kemarin.
Entah apa yang terjadi pada Ibu dan apa yang Ibu fikir-kan. Apa karena pada perlombaan kemarin Aku kalah dan tidak menjadi juara?. Jadi karena hal itu, Ibu tidak membahas karena takut Aku terfikirkan kembali dan merasa bersalah. Entah Aku tidak mengetahui itu dengan pasti, karena Aku bukan anak Indigo yang mungkin saja bisa mengetahui isi hati atau yang sedang di fikirkan oleh orang lain.
Tapi yang jelas, pada hari itu. Hari dimana Aku berlomba, Ibu turut datang untuk menyemangatiku. Namun yasudahlah, Hari itu sudah berlalu dan cukup menjadi pelajaran saja untukku. Yang dimana benar apa yang telah di katakan oleh Ayahku. Bahwa Kemenangan Sejati bukanlah menangkat piala kemenangan, di kalungi mendali Emas, dan bersorak-sorak gembira. Tapi. Kemenanga Sejati adalah saat diri kita, berhasil melawan dan mengalahkan Ego yang ada dalam diri kita itu sendiri.
Dan dalam waktu 3 tahun seperti biasanya, Aku pun berhasil melewati tingakan SMP dan beranjak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi yaitu, jenjang SMA. Dan terlihat sedikit kemajuan dalam hidupku, walaupun tidak begitu terlihat dengan perekonomian keluargaku pada saat itu. Tapi setidaknya, Aku tidak terlalu memikirkan apakah Aku bisa melanjutkan pendidikanku ke-tingakatan SMA karena permasalahan biaya?.
Dan Aku pun tidak membuat kedua orang tuaku berfikir demikian karena hal yang pernah Aku lakukan sebelumnya. Aku mendapatkan beasiswa yang membuat Aku dapat masuk ke dalam sekolah Negeri kala itu. Walaupun pada pertandingan yang di akhiri dengan kekalahan itu. Tapi setidaknya karena hal itu pula Aku dapat mengurangi beban kedua orang tuaku untuk mencari uang lebih agar aku dapat bersekolah.
Aku lulus SMP pada tahun 1983 dan memasuki SMA pada tahun yang sama. Tapi Aku memilih suatu hal baru dalam hidupku. Kehidupan yang benar-benar berbeda dari apa yang dulu Aku lakukan. Itulah diriku, walaupun sudah merencanakan ingin jadi apa Aku saat besar nanti. Tetap saja Aku ingin melakukan hal yang baru, untuk menambah-kan wawasan dan pengetahuanku.
Aku memasuki STMN 1 Tanah Garam, kota Solok. Suatu sekolah tingkatan SMA yang namun hal yang dipelajari tentang mesin. Walaupun tidak ada salah satu keluargaku atau Ayahku sekalipun yang pernah bergelut di dunia mesin. Tapi Aku ingin mengetahui tentang hal yang belum Aku ketahui. Karena Aku ingin bisa dalam segala bidang. Dan Aku percaya, bahwa hal itu pasti akan berguna suatu saat nanti kala itu.
Aku merasa Aku memasuki sekolah yang tepat karena mendapat teman-teman baik dan yang pasti dengan perlakuan yang baik pula. Namun, dibalik kesenangan yang Aku rasakan, dengan Aku bisa memasuki sekolah negeri gratis. Ada satu hal yang membuatku sedih dan terfikir-kan olehku. Dan hal itu yang membuat kesenanganku pada saat itu tidak terlalu begitu sempurna.
Hal itu dikarenakan, temanku Juno tidak dapat melanjut-kan sekolahnya. Ia harus harus membantu Ibunya untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga karena Ayahnya yang belum lama meninggal dunia karena sakit jantung yang di derita. Hal itu lah yang membuat Aku sedih dan semakin menyayangi dan bersyukur karena kedua orang tuaku masih diberikan umur.
Mengapa Juno harus sampai berhenti sekolah?. Apabila dia tidak satu sekolah denganku itu tidak-lah mengapa. Yang terpenting ia bisa mengenyam pendidikan sama seperti diriku. Tapi, Tuhan berkehendak lain, Tuhan memanggil Ayah Juno yang padahal Ayah Juno-lah yang membiayai keluarganya tersebut. Karena hal itulah yang membuat Juno harus membantu Ibunya untuk menyambung hidup dan untuk membiayai 2 adiknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Padahal, sebelumnya Juno bisa terbilang sebagai keluarga yang cukup untuk hidup. Bahkan sangat jauh keadaan perekonomian keluarga Juno apabila dibandingkan dengan keadaan per-ekonomian keluargaku. Tapi saat Ayahnya meninggal karena serangan jantung pun telah mengubah kehidupan keluarga Juno secara drastis.
Ayah Juno mengalami serangan Jantung karena Usaha Beras Ayahnya mengalami kebarakan yang pada saat itu entah siapa yang telah melakukan hal sejahat itu. Saat itu bukan bermaksud untuk menuduh. Karena tempat usaha beras milih ayah Juno tidak ada alat-alat seperti kompor, Obor, minyak tanah atau benda lainnya yang dapat memicu api. Tapi mengapa di saat gelapnya malam menyelimuti. Ayah Juno mendapatkan kabar bahwa, tempat usaha berasa Ayah Juno telah di lahap habis oleh si jago merah.
Dan yang lebih parahnya lagi adalah, uang keuntunga orang tua Juno telah habis untuk membayar sekolah kedua adiknya, dan untuk membayar kerugian barang dagangan yang terbakar dan belum sempat terjual. Kehidupan keluarga Juno seolah-olah bagaikan camar yang sedang menari-nari di langit, dan seketika entah dari mana ada yang menembak jatuh sampai tersungkur di lubang yang dalam.
Peristiwa yang telah terjadi kepada keluarga Juno mengajarkan diriku untuk banyak-banyak lebih bersyukur kepada Tuhan. Yaitu, walaupun hidup keluargaku yang serba pas-pas an saja, tapi tuhan selalu melimpahkan rezekinya ke atap rumah kami yang di tangkap oleh keinginan kedua orang tuaku. Dan benar-benar menunjukkan padaku bahwa roda kehidupan benar adanya dan roda itu terus bergulir beriringan dengan waktu dan usaha masing-masing manusia untuk memutarnya.
Mungkin kehidupan keluargaku saat ini sedang berada di posis tumpuhan roda paling bawah dan menjadi bagian yang bersentuhan dengan tanah yang kotor. Tapi Aku yakin, bahwa suatu saat Aku akan bisa memutarkan roda tersebut, sampai derajat keluargaku bisa berada di atas. Dan keluargaku pun tidak di pandang sebelah mata sebagai keluarga miskin oleh orang-orang lain, terutama kedua orang tuaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Perantau
Non-FictionBerkisahkan seorang pemuda desa yang bertanya-bertanya tentang apa itu arti dari menjalani kehidupan. Seorang pemuda yang sedari dulu memiliki kehidupan dari keluarga yang sederhana dan keluarga yang selalu diremeh-temehkan. Karena hal tersebut, ter...