Setelah Aku bekerja dan bekerja keras dengan serius di konveksi milik Pak Ujang sekitar kurang lebih 1 tahun. Ada teman Pak Ujang yang mempunyai usaha konveksi tas juga yang sedang membutuhkan karyawan. Dan secara kebetulan pekerja yang ia butuhkan adalah pekerjaan yang sama seperti apa yang Aku kerjakan di usah konveksi Pak Ujang. Yaitu, sebagai bagian mencatat bahan-bahan baku yang masuk dan keluar.
Bahkan, teman Pak Ujang yang bernama Pak Arif itupun menawariku gaji yang lebih besar dari gaji yang Aku terima dari Pak Ujang. Ia menawari hal demikian lantaran banyak mendengar cerita kinerjaku yang gigih saat bekerja. Yang tentunya cerita tersebut dari mulut Pak Ujang langsung dan tentu saja ia mempercayainya.
Aku sebenarnya mau saja bekerja dengannya dan meninggalkan konveksi Pak Ujang yang sudah membuatku bisa mempunyai penghasilan di Jakarta. Yang setidaknya juga sangat cukup sekali untuk menghidupi diriku seorang diri dan mengirim Uang untuk kedua orang tuaku di desa. Dan Tentu saja yang tidak terlupakan olehku. Hal yang sangat penting untukku dan orang tuaku. Aku bisa membelikan Handphone untuk orang tuaku, dan tentunya untuk diriku sendiri juga. Karena, Aku dapat dengan mudah mengabari Ibu dan Ayah tentang kondisiku di Jakarta, dan begitupun dengan Ibu dan Ayah.
Tapi satu hal yang Aku sangat sayangkan darinya adalah, mengapa ia menawariku hal tersebut tanpa sepengetahuan Pak Ujang. Bukan Aku berfikir buruk sepenuhnya pada Pak Arif. Tapi dengan alasan apa sampai ia tidak memberitahukan bahwa ia ingin Aku bekerja di tempat usahanya. Jika memang ia membutuhkanku selain kerju bagus, karena memang ia membutuhkan pegawai yang pekerjaannya seperti yang Aku lakukan, maka seharusnya Pak Arif berkata terus terang saja pada Pak Ujang.
Dan karena hal itulah, Aku tidak menerima tawarannya, sekaligus juga Aku berfikir untuk menghargai Pak Ujang. Karena bisa dibilang, Pak Ujang lah yang telah membuatku mengerti tentang pekerjaan tersebut, dan jika Aku menerima tawaran Pak Arif, sama saja Aku dengan kacang yang lupa akan kulitnya. Dan tentunya, sangat tidak tahu diri sekali Aku sepertinya.
* * *
Aku memang belum mengenal kehidupan kota Jakarta dan merasakannya lebih lama dengan kata orang-orang tentang,"kerasnya kota Jakarta." Aku berkata demikian karena Aku tidak habis fikir jika memang ada niatan tidak baik di balik fikiran Pak Arif pada Pak Ujang.
Jika dilihat, memang usaha konveksi tas Pak Arif tidaklah sebesar dari konveksi tas Pak Ujang. Tapi bukan berarti karena usaha yang ia jalankan tidak sebesar usaha temannya, ia bisa sampai berbuat hal buruk pada temannya sendiri. Bukan salah Pak Ujang juga apabila usaha konveksi yang didirikan oleh Pak Ujang dapat berkembang lebih baik dan menjadi lebih besar juga jika di bandingkan dengan usaha milik Pak Arif.
Mungkin saja, design tas yang di buat oleh Pak Arif kurang di minati oleh permintaan pasar, ketimbang design yang dibuat oleh Pak Ujang. Tapi bukan itu yang seharusnya ia lakukan jika benar kenyataannya demikian. Seharusnya, ia belajar dan banyak bertanya pada Pak Ujang tentang kurangnya permbangan usaha miliknya tersebut. Karena sesuatu hal yang di awali dengan niat buruk, maka hasil akhirnya pun akan buruk.
Padahal, Pak Ujang selalu bersikap baik padanya dan bercerita baik tentangnya padaku. Dan karena hal tersebut, sampai-sampai membuatku berfikir Pak Ujang telah berbohong atas cerita tentang Pak Arif yang ia ceritakan padaku.
Tapi semoga saja, bahwa yang sebenarnya bukanlah apa yang ada pada fikiran burukku. Karena,"jangan sampai dunia mengalahkan akhirat-mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Perantau
No FicciónBerkisahkan seorang pemuda desa yang bertanya-bertanya tentang apa itu arti dari menjalani kehidupan. Seorang pemuda yang sedari dulu memiliki kehidupan dari keluarga yang sederhana dan keluarga yang selalu diremeh-temehkan. Karena hal tersebut, ter...