Buah hasil keegoisan

4 3 0
                                    

Aku pun telah selesai membasuh wajahku dengan air yang sangat segar dan memberihkan jigong yang ada pada sekitaran bibirku. Aku pun tidak sabar dan segera kembali ke meja makan. Aku tidak sabar untuk mendengar jawaban pak Ujang atas jabawanku sebelumnya.

Dan kali ini pasti pak Ujang tidak akan bisa mengelak lagi dari pertanyaanku. Aku pun menghampiri Pak Ujang yang sedang duduk di meja makan. Dan saat itu Aku merasa bahwa waktuku saat mencuci muka sangatlah lama. Karena, saat Aku selesai mencuci muka, Aku melihat pak Ujang yang sedang menonton televisi.

"sepertinya Pak Ujang ingin mencoba mengelak menjawab atas pertanyaanku tadi."Ucapku saat Aku melihat Pak Ujang yang sedang menonton televisi.

"Duarrr...!!! Om...!!!"suara hentakanku untuk mengagetkannya dari arah yang di belakanginnya.

"Astaghfirullah Gibran...!!!, Hampir saja jantung Om mau copot..."dengan elusan tangan di dadanya.

"Nihhh Om liaaatt.... muka Gibran udah bersih, jigong gibran udah bersih tuh..."sembari Aku menunjuk-kan wajahku ke arahnya.

"teruss kenapa kalau kamu sudah mencuci muka-mu dan membersihkan jigong-mu yang bauuuu itu?"Tanya Om Gibran padaku yang seolah tidak mengetahui pertanyaanku sebelumnya.

"Ko teruus sih Om.... Om janji kan tadi.... masa Om lupa sih."Tuturku untuk mencoba mengingatkannya.

"Janji apa sih Om memangnya sama kamu?"dengan pandangan mengarah pada televisi namun, sedikit melirik matanya ke arahku.

"Om janji kalau Aku mencuci muka dan membersih-kan jigongku, Om bakalan menjawab pertanyaanku tentang kenapa Om tinggal sendiri? Jelasku langsung ke titik permasalahan tanpa basa-basi.

"haduhhhh.... sepertinya memang Om tidak bisa mengelak lagi ya dari kamu."ucap Pak Ujang sembari menaruh remot televisinya di meja.

Saat mendengar pengakuan Pak Ujang, Aku pun merasa semakin malu. Aku malu karena ternyata, dugaanku benar. Dugaanku yang merasa Pak Ujang berusaha menghindar dari pertanyaanku dengan segala cara yang ia bisa. Tapi pada saat ia sedang menonton televisi, Aku pastikan Pak Ujang tidak akan bisa mengelak lagi dari pertanyaanku.

"Tadi kamu tanya apa?, Om sudah menikah atau belum...?, yabenar itu pertanyaan kamu?"

"Iyaa betul Om."

"jawabannya sudaaaahh..."

"hanya itu saja kan pertanyaan kamu? Yasudah Om mau lanjut nonton lagi."Ucap Pak Ujang.

Ia kira Aku hanya menanyakan pertanyaan itu saja. Dan karena Aku merasa ada jawaban yang belum terjawab atas pertanyaanku, Aku pun langsung dengan cepat menanyakannya kembali,

"Eeh... Eeh..., bukan cuman itu yang Aku tanya tadi Om."Cubit sedikit bagian pinggang pak Ujang untuk mengganggunya.

"Duu... Duu.... Geli Gibran!!, memangnya apa lagi yang kamu tanyakan?, seingat Om tadi kamu hanya menanyakan itu."Pak Ujang menjawab dengan rasa sedikit sakit karena cubitanku.

"Enggaaaaa Om... Engga...!!, Gibran juga tanya, kenapa Om tinggal sendiri?"Cubitku kembali agar Pak Ujang segera menjawab pertanyaanku.

"duuh... duuh.... Iyaaa ini Om jawab."Ucap Pak Ujang sembari kesakitan karena Aku cubit kembali.

"Nah gitu dong...!!, jadi Gibran kan gaperlu repot-repot gangguin Om. Hehehe."Ucapku sembari tercengir padanya.

Aku menuggu dengan sabar Pak Ujang untuk menjawab pertanyaanku. Dan saat itu, Aku pun melihat Pak Ujang yang sedang menghela nafas seperti orang yang telah menyerah. Menyerah padaku karena ia tidak akan bisa lagi menghindar dariku, dan itu benar-benar tidak akan bisa.

Hikayat si PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang