Esok hari pun tiba dengan sambutan ayam yang berkokok jahat mengikuti apa yang kumau. Seolah jika di terjemahkan apa arti dari kokokan ayam tersebut ialah,"bangun Gibran, tunjukan padaku, apalagi yang dapat kamu lakukan dengan uangmu."Dengan menyuarakan hal tersebut di atas tiang-tiang pagar. Aku sendiri pun tidak sabar melangkahkan ragaku ini pergi ke pasar untuk mendengar suatu kabar yang pastinya sangat membuatku puas dan bahagia.
Tapi sebelum itu, Aku pun harus mengenyangkan perutku agar, Aku bisa tertawa lepas dengan sangat berenergi. Aku pun langsung mendekati meja makanku yang berada diruang tamu. Yang mungkin asisten rumah tanggaku sudah membuatkan sarapan.
Aku pun membuka tudung saji yang ada di atas meja makan."Wahhh... nasi goreng kambing ternyata. Enak sepertinya nih..."
Dengan perasaan yang entah sangat senang sekali pada hari itu. Dan sepertinya, hari itu akan menjadi salah satu hari yang paling menyenangkan di dalam hidupku.
Selain Aku sambil menyantap sarapan pagiku, Aku juga sembari membayangkan berbagai skenario apa yang akan di tayangkan untukku nanti. Apakah sekanario itu buruk, ataupun bahkan sampai membuat suara tertawaku menjadi tidak terdengar karena begitu senangnnya Aku.
"pokonya, Aku tidak mau tau... nanti, Aku hanya ingin melihat warna merah, dan biru. Biru yang kaku, dan merah yang mengalir dengan segar."Dengan tersenyum-senyum sendiri Aku di atas meja makan.
* * *
Aku pun selesai makan dan betul-betul sangat siap untuk pergi ke pasar. Bahkan, disaat safati ke pasar kemarin Aku hanya berjalan kaki, untuk kali ini Aku ingin menggunakan mobil yang telah kubeli dengan hasil keringat dan jeripayaku sendiri.
"Broom...Broom..."suara gas mobil yang kumainkan.
"Ayooo jalan... sangat tidak sabar Aku ingin merasakan kesenangan yang haqiqi."Ucapku sebelum menancapkan gas mobil sembari memakai kacamataku.
5 menit perjalananku untuk tiba di pasar.
Setelah sampai di lingkungan pasar, Aku pun melihat sekeliling are parkir yang disediakan,"Pak..."mengangkatkan tanganku sebagai isyarat memanggil salah seorang juru parkir di pasar.
Dan salah seorang dari mereka yang sedang menyeruput kopi pun datang menghampiriku."Yaa Bos.... ada apa?"Tanya juru parkir yang datang karena merasa kupanggil.
"Tolong parkirkan mobil saya ya pak. Dan ini ada sedikit rejeki untuk bapak."Dengan tanganku yang merogok kocek kemeja untuk memberikan tip pada juru parkir itu.
Setelah Aku tidak lama Aku menunggu juru parkir itu memarkirkan mobilku Aku pun menyalakan sebatang rokok untuk memperlancar nafasku dan menjadi nafas kenikmatan yang wajib untukku syukuri. Karena, dengan derajatku yang sudah di atas awan, Aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara dan menikmati buah hasil dari kerja kerasku selama ini.
Aku langsung mencari orang yang benarbenar bisa membuatku sangat bahagia hari itu. Karena, Aku ingin menagih sebuah laporan atas perintah yang telah kuberikan kemarin siang sebelum Aku benar-benar pulang kerumah. Aku mencari orang yang bagiku sangat penting pada hari itu, karena hanya orang tersebutlah yang menentukan suasana hatiku pada hari itu.
"dimanaaa ya itu orang kira-kira."Berbicara sendiri Aku dengan lirikan mataku yang membuat sudut hampir 360⁰.
"Apa Aku telefon saja ya orang itu...?, Aaaahhh tidak tidak..., Aku tidak mau mendengar laporan menyenangkan ini dari telefon genggam. Aku harus mendengar laporan ini yang terucapkan dari mulutnya langsung."Dengan rasa sedikit kesal sembari membanting rokok yang kuhisap dan menginjak-injak rokok itu.
Aku pun lanjut berjalan mengelilingi pasar, dan hitung-hitung juga olahraga.
"Dan semoga saja, dengan berjalan di bawah teriknya matahari pagi yang hanya tinggal dalam waktu beberapa jam lagi itu, matahari tidak lupa padaku. Karena dulu, ada seorang pemuda yang benar-benar menunggunya untuk terbit dari pelupuk timur, dan berusaha menahannya, apabila ia ingin tenggelam di ufuk barat."
Benar saja, panjang umur kesenanganku. Dengan sambutan kemeriahan orang pasar yang sedang berkerumun lebih padat dari sisi sudut lainnya. Dan karena Aku melihat dari kejauhan seperti ada sesuatu dari balik kerumunan itu, Aku pun langsung berlari untuk bergabung. Karena kalau Aku lama, maka kemungkinan jumlah massa yang datang akan semakin membuat kerumuman itu menjadi semakin padat. Sehingga, akan sulit bagiku untuk melihat ke arah tengah kerumanan itu, yang kejadian disana pun malah menjadi misteri di kepalaku.
"Huuf...Huff... Huf..."suara tarikan nafasku sembari berlari.
"Maap pak...Maaf bu. Ada apasih bu, Saya mau lihat sebenar."Dengan sedikit demi sedikit menyelinpa yang memiringkan tubuhku agar dapat masuk ketengah kerumunan, dan melihat apa yang sebenarnya terjadi di balik itu.
Dan saat Aku telah melewati kerumunan massa dan berhasil melihat apa yang terjadi di baliknya. Justru, hal itu adalah hal yang sangat-sangat membuatku tercengang, dan membuatku tidak bisa berkata-kata sampai Aku membuka kacamata yang kugunakan. Hal yang bisa membuat nafasku sempat terhenti sejenak, namun sebelum itu Aku menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu.
"Hahahahaha ..."dengan terbahak-bahak Aku tertawa melihat hal yang terpampang sangat dan tanpa keraguan, jelas di depan bola mata kepalaku.
Ternyata hal yang terjadi di balik kerumanan yang setiap detiknya semakin ramai adalah, ada 3 orang preman yang sedang di pukuli secara habisa-habisan oleh kelompok preman berbeda, yang berjumlahkan 7 orang.
Dan sangat jelas sekali tanpa ada keraguan diriku, bahwa 3 orang preman yang sudah terkapar seperti orang sekarat, adalah 3 orang preman yang dulu membuat harga diriku jatuh kedalam tanah, dan membuat harga diriku bahkan nyarih terkubur dalam. Tidak sia-sia Aku mempunyai uang banyak saat itu. Karena dengan uang yang kumiliki, Aku dapat menyewa sekelompok preman untuk nyari menghabisi 3 orang preman atas perlakuan mereka padaku 4 tahun silam.
Hal itu sudah kumaafkan, tapi tidak pernah Akan kulupakan. Terlihat jelas di depan mataku tetesan darah mereka yang keluar dari berbagai pori-pori tubuh yang sudah meruam karena hantaman benda tumpul yang sangat kuat.
Setiap tetesan darah yang terlihat, mengingkatkanku pula pada setiap bentakan lantang suara preman itu kala 4 tahun silam.
"Dan sekarang, yang beruang lah yang berkuasa di atas tanah Jakarta...Cuiih..."meludahku tepat di muka salah seorang dari 3 preman yang sudah tak berdaya itu.
Bukan perihal Uang yang Aku ingat pada mereka bertiga, tapi tentang bagaimana cara mereka meminta uang padaku atas nama keamanan yang menjatuhkan harga diriku.
Setelah itu, Aku pun balik kanan untuk meninggalkan tempat 3 orang preman itu, yang sepertinya sedang tidur siang di atas darah mereka sendiri. Sembari, mengenakan kacamata yang Aku lepaskan sebelumnya,
"Sekarang, tidak ada yang bisa bermain-main dan meremeh-temehkan harga dirimu lagi Gibran."Dengan gaya sombong, sepertinya itu bukanlah diriku yang sebenarnya lagi dengan Aku berjalan meninggalkan kerumunan massa.
Dan selepas dari kejadian itu, Aku benar-benar sepenuhnya melupakan apapun nasihat baik dari Ibu saat Gibran gembel yang dulu ingin merantau ke Jakarta. Seolah bunyi tetesan darah ketiga preman dibawah terik matahari itu, menjadi sebuah lonceng perubahan sepenuhnya pada diri dan kehidupanku secara benar-benar keseluruhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Perantau
Non-FictionBerkisahkan seorang pemuda desa yang bertanya-bertanya tentang apa itu arti dari menjalani kehidupan. Seorang pemuda yang sedari dulu memiliki kehidupan dari keluarga yang sederhana dan keluarga yang selalu diremeh-temehkan. Karena hal tersebut, ter...