Kembali putih

7 3 0
                                    


Setelah itu Aku pun di giring oleh istri dan kelima anakku menuju rumah untuk kembali pulang ketempat asalku. Dan saat tiba, suatu hal yang mengejutkanku pun terlihat. Ternyata, rumahku tidaklah lagi rumah besar dan mewah yang dulu. Karena hal itu, sesampainya dirumah pun, Istriku langsung menyuruh anak-anakku untuk pergi keluar sebentar.

Istriku menjelaskan padaku semua hal yang terjadi pada keluarga kecilku, saat 5 tahun Aku di dalam penjara. Ia memberitahukan padaku bahwa atas tebusan polisi yang uangnya tidaklah berjumlah sedikit, Ia terpaksa menjual rumahku itu. Dan karena ketidak pandaian ia mengolah bisnis konveksiku yang memang sudah kritis sebelum Aku mendekam di penjara, seluruh bisnis konveksiku pun sudah hilang.

Dan yang membuat mereka bertahan hidup adalah, istriku membuka warung makan yang menyajikan masakan Jawa yang menjadi asalnya. Karena, memang itulah keahilannya yang bisa ia manfaatkan dari seluruh uang yang tersisa untuk menghidupi keluargaku, selama Aku mendekam di penjara 5 tahun. Bahkan, sampai mobil dan perhiasan mewah yang dulu Aku belikan untuknya pun sudah ia jual.

Tapi tetap saja, tanpa perhiasan mewah yang melingkari sebahagaian tubuhnya itu, ia bahkan terlihat semakin cantik dari sebelumnya. Terlihat semakin cantik dengan kelembutan hati dan kebaikan yang ada di dalam dirinya. Itulah kecantikan alami dari seorang perempuan yang sebenarnya.

Setelah istriku menceritakan semua yang tidak Aku ketahui selama 5 tahun Aku di balik jeruji besi, Aku pun menerima dan tidak marah sedikitpun atas apa yang telah ia lakukan. Bahkan, walaupun ia tidak ingin lagi melanjutkan rumah tangga denganku, tetap saja Aku yang harus meminta maaf padanya. Tapi ia tidak melakukan hal itu melainkan, dengan tegar ia menungguku selama 5 tahun lamanya.

* * *

Dan disaat tiba anak-anakku mendapatkan libur panjang selama 2 minggu karena kenaikan kelas. Aku pun memutuskan untuk mengajak istri dan anak-anakku menuju kampung halamanku. Untuk Aku bersujud dan mencium kedua kaki orang tuaku, atas apa yang telah Aku lakukan. Sekaligus mengenang masa-masa kecilku di desa dan menunjukkan kepada mereka tentang tanah kelahiran Ayahnya.

Di tepi sungai Aku terduduk sendiri yang hanya di temani Air sungai yang mengalir deras namun, tidak lagi dengan air yang nampak dasarnya. Suatu tempat pelarianku dulu di saat kami di kejar-kejar karena mencuri buah dari pohon yang ada dihalaman Pak Edi. Dan memang tepat juga saat itu Aku datang ke sungai tersebut. Karena saat itu Aku mempunyai masalah, dan itulah tempat pelarianku.

Dengan tanganku yang mengambil beberapa batu kerikil di tepian sungai–untuk Aku lemparkan ke sungai. Yang disetiap lemparan, batu itu membawa setiap permasalahan dalam hidupku, dengan harapanku air sungai dapat memurnikan permasalahan dalam hidupku.

Dan saat itu, terhenti lemparanku karena sudah habil batu kerikil di tanganku, yang dimana hal itu membuatku semakin berfikir.

"Tidak ada yang bisa memurnikan permasalahan hidup-mu Gibran. Jikalau tidak kamu sendiri yang memurnikannya."Ucapku dalam hati dengan pandangan alam yang setidaknya membuat fikiran rumitku atas permasalahan hidup sedikit mereda.

Aku pun kembali terduduk dan berfikir. Dengan kakiku yang tertekuk, dan dengkul kakiku yang sampai meringkukkan tubuhku.

Membuatku berfikir keras tentang makna kehidupan sebenarnya. Apa yang sebenarnya dicari dalam hidup ini. Dan ternyata harta memang bukanlah jawabannya, karena Aku mengejar itu dan pada akhirnya Aku malah terjatuh. Bukan karena caraku yang tidak benar Aku bisa sampai tersungkur jatuh ke dasar tanah. Tetapi, apapun yang dikejar manusia, jika manusia itu tidaklah merasa puas dan bersyukur atas apa yang telah ia dapat di setiap langkah kakinya, maka manusia itu akan lelah dengan sendirinya pula.

Tidak ada lagi musuh dalam hidup yang harus Aku balaskan dendam. Karena hal itu pun tidak ada gunaya selain membuat kedua belah pihak sengsara. Mungkin juga karena hal balas dendam yang pernah Aku lakukan, Aku mendapat ganjaran seperti ini.

Dan sekarang, Hidupku tentram, tentram tanpa ada gangguan dari orang lain yang tidak senang denganku. Sekarang, ada beberapa hal dalam hidup yang telah Aku dapatkan, hal yang membuat hidupku belajar, dan memperbaiki hidup. Memperbaiki semua kesalahan-kesalahan yang telah membuat kertas kehidupanku hanya bertintakan hitam dan kelam. Padahal, Aku melukis kertas kehidupanku dengan Kuas Berlian dan Cat Emas. Namun, pada kenyataannya, warna yang terlukiskan hanyalah warna hitam.

Dan mulai sekarang, Aku harus melukis kehidupanku yang baru. Walaupun sekarang Aku melukiskannya dengan Kuas kayu tua, dan Cat dari sisa-sisa kehidupanku dulu, Tapi Aku yakin, warnanya akan lebih hidup dan lebih berarti, walaupun terlepas dari unsur kemewahan. Dan tentunya, dengan rasa ketenangan, ketentraman, dan kesederhanaan yang sejatinya lebih mewah dan mahal jika dibandingkan dengan apapun.

Aku telah sadar dari yang pernah Aku lupakan ialah, hilangnya rasa bersyukurku atas nikmat Tuhan yang telah diberikannya padaku. Karena, hanya hal itulah yang perlu di ingat da di tanamkan dalam-dalam jauh didalam lubuk hati terdalam.

Dan jangan sampai kita salah mengartikan tentang Putih dan Hitam. Bila sampai kita melihat bahwa, kebaikan adalah Hitam dan kejahatan adalah Putih. Maka hal itu akan membuat kita semakin melenceng jauh dalam menjalani kehidupan yang sebenarnya dan sebagaimana seharusnya.


Hikayat si PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang