Jadikan buih itu ada

4 3 0
                                    


Jarakku dengan rumah semakin jauh seiring laju roda mobil yang Aku tumpangi. Semakin kuat juga rindu hati ini kepada keluarga. Padahal, baru beberapa menit saja Aku meninggalkan mereka. Tiba-tiba teringat Aku membantu Ibuku di pasar, membantu Ayah mengurus kebun di pekarangan rumah. Dan teringat pula Aku dengan adik -adik dan kakak yang selalu Aku jaili entah saat mereka sedang belajar atau sedang melakukan kegiatan lainnya.

Tidak terasa Aku teringat kenangan saat Aku dirumah sebelumnya. Aku pun ternyata telah sampai di pelabuhan. Aku pun membeli tiket kapal kepada para penjual calo tiket. Aku membeli tiket pada calo karena memang harganya lebih murah dan lebih cepat. Walaupun Aku tahu bahwa itu tidaklah boleh dan melanggar hukum. Tapi, mengingat keadaanku yang mempunyai uang yang sangat jauh dari kata cukup. Aku pun terpaksa untuk membeli tiket pada calo.

Setelah membeli tiket-pun Aku bergegas menaiki kapal untuk mencari tempat yang nyaman untuk Aku beristirahat selama dalam perjalan kapal laut menuju Jakarta. Saat setelah Aku mendapati tempat yang sekiranya nyaman yaitu di bagian pinggir kapal dekat tiang penjaga. Tempat yang menurutku sangat tepat pula untuk menikmati pemandangan dan beristirahat.

Angin sepoi-sepoi yang membuat Aku semakin semangat dan tidak sabar untuk sampai di Jakarta. Suara gemuruh ombak yang saling berbenturan dengan kapal laut yang melaju cepat. Membuat Aku terbayang akan suasana tersebut. Suana yang begitu cukup keras untuk di rasalah menusuk ke relung jiwa.

Saat melihat hal tersebut Aku membayangkan sesuatu. Aku membayangkan Aku seolah menjadi sebuah kapal laut yang sedang melaju kencang di atas per-airan yang terhampar luas. Melaju kencang dengan menabrak Ombak yang saling berusaha menghentikan lajuku dari arah yang belawanan.

Ombak yang terlihat mengerikan, kencang dan besar. Tapi padahal itu hanyalah tampilan fisiknya saja. Tapi jika di bandingkan kekuatan kapal besar yang Aku naiki tidaklah ada apanya. Begitu-lah Aku harus berprinsip.

"Ombak yang tampak mengerikan pun akan terpecah belah menjadi buih di lautan kembali apabila, Aku yakin dengan kekuatan dan kesungguhan dari dalam diriku."

Terlalu lelah Aku menatap dan menikmati keindahan hasil karya sang Pencipta, Aku pun mulai merasa mabuk laut dan merasa mual. Karena hal itu Aku pun memutuskan untuk tidu secukupnya. Mungkin setidaknya dari tidurku dapat meredam atau bahkan menghilangkan rasa mual akibat mabuk laut yang Aku rasakan.

Sembari melihat ke langit saat pagi hari yang cerah itu, seolah Alam turut mendukungku untuk perantauanku ke Ibu Kota Jakarta. 

Hikayat si PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang